2135 words.
Pukul 8 pagi, Jihye terbangun dengan kepalanya yang nyeri. Dia meringis pelan dan menoleh ke arah sampingnya. Tidak ada Jongin dan tidak ada tas kerjanya juga. Mungkin dia sudah pergi dulu.
Jihye bangkit dari kasur lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Disisi lain, Jongin terlihat buru-buru saat dia memasuki gedung perusahaannya. Pagi-pagi dia mendapat kabar bahwa ayahnya ingin mengunjungi kantornya dan ayahnya tidak mau dirinya datang terlambat ke kantor.
"Per-permisi. Maafkan aku, ayah" ucap Jongin.
"Kau terlambat 5 menit, nak" kata Tuan Kim.
"Kenapa kau sangat niat untuk menghitung waktu?" protes Jongin lalu duduk di kursi presidir.
"Seharusnya kamu tau bahwa ayah tidak menyukai pekerja yang datang terlambat" kata Tuan Kim dengan nada santai.
Jongin memasang ekspresi malas dan melihat berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Dia memijit pelipisnya karena akhir-akhir ini pekerjaannya semakin berat.
"Bagaimana keadaan istrimu, nak?" tanya Tuan Kim.
"Dia baik-baik saja" jawab Jongin dengan singkat.
"Bawalah dia agar dia tidak bosan di mansion. Lagipula engkau mulai jadi presidir semenjak kau menikah. Menjadi presidir pekerjaannya lebih berat. Ada baiknya kamu mengajak Jihye kesini supaya kamu tidak sendiri" ujar Tuan Kim.
'Jika aku bawa Jihye, yang ada aku bercinta dengannya dan pekerjaanku tidak selesai' pikir Jongin. Tidak hanya itu, Jongin juga khawatir Jihye akan kabur darinya atau Jihye akan pergi bersama Suho. Jongin terus berpikir untuk menjawab pertanyaan ayahnya.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Tuan Kim.
"Baiklah, nanti aku telfon dia untuk datang kesini" jawab Jongin.
Tuan Kim tersenyum mendengar jawaban anaknya. Dia sangat senang melihat menantunya.
Kembali lagi dengan Jihye, dia sudah sarapan dan merenungkan dirinya. Dia sangat khawatir jika Jongin akan melakukan yang serupa seperti di mimpinya.
Tring-
Pelayan mansion mengangkat telfon rumah. Jihye melihat pelayannya sedang menelfon sambil melirik ke arahnya.
Jihye mengumpat dalam hatinya, dia yakin Jongin yang menelfon.
"Nona, Tuan Jongin ingin anda berkunjung ke kantornya pada pukul 12" kata pelayannya.
Lagi-lagi Jihye mengumpat. Dia tidak mau bertemu dengan Jongin karena mimpinya.
"Baiklah" jawab Jihye dengan singkat. Lalu ia bangkit berdiri dan dia terjatuh.
"Nona!" teriak pelayan dan berlari ke arah Jihye untuk membantunya.
"Aku tidak apa-apa" ucap Jihye. Entah mengapa dia merasa perutnya sangat nyeri pada pagi ini padahal dia tidak memiliki penyakit maag.
"Benarkah?" tanya pelayan untuk memastikan.
"Benar, aku tidak apa-apa" jawab Jihye lalu jalan dengan pelan-pelan ke kamarnya.
Sekarang masih pukul 10 pagi, Jihye tidak perlu mengkhawatirkan waktu karena masih lama. Astaga, dia sangat merindukan orangtuanya dan juga Hyera. Omong-omong, mengapa orangtua jarang menelfonnya maupun mengunjunginya?
Ah, ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan tentang orangtuanya. Dia harus mempersiapkan dirinya saat menghadapi ayah mertuanya. Jihye takkut ketika mertuanya akan bertanya tentang sikap Jongin selama ini. Jika Jihye menjawab sejujurnya, dia yakin dirinya tidak akan merasa nyaman. Tentu kalian tau alasannya mengapa, Jongin suka mengancam Jihye.
KAMU SEDANG MEMBACA
husband | kji [ON HOLD]
Fanfiction[18+ and very slow update] he doesn't deserve to be called husband. ©2017