one.

5.3K 775 154
                                    

[Name] melangkah memasuki kelas. Perlahan menurunkan lilitan syal di lehernya seraya menghampiri loker belakang kelas. Memasukan syalnya ke dalam sana, [name] juga memindahkan stok handwarmer dari dalam tasnya. Lalu berbalik.

Lagi-lagi dia menemui sosok itu di baris keempat. Laki-laki pirang dengan kacamata membingkai wajahnya. Pemuda itu menunduk menyembunyikan wajahnya. Headphone terpasang di telinganya. Membuat [name] meringis ngeri. Ingat tentang remaja di sosial media yang tewas karena pendaharan di telinganya akibat ledakan headseat saat mendengar musik lewat ponselnya.

Merogohi isi tas, [name] berakhir membawa keluar beberapa bungkus permen jahe. Dia selalu membagikan permen itu secara acak pada teman sekelasnya ketika ibunya memberinya. Sudah tiga hari sejak ia melakukan itu pada musim gugur ini.

"Permen jahe lagi?" begitu respon teman sekelasnya. Mengambil sebungkus permen yang ditinggalkan di atas meja oleh [name].

[Name] menyengir, "biar hangat." katanya. Dia dengan kilat berpindah pada meja lain; meninggalkan permen jahe itu di atas meja sambil berjalan mendekati mejanya di baris kedua.

Gadis itu tidak melewatkan satu meja pun yang di lewatinya. Bahkan meja yang dihuni pemuda pirang itu pun ia sisihkan permen jahe.

[Name] mengintip sisi wajah itu yang menghadap arah lain. Dengan hati-hati ia menaruh permen jahe pada space kosong di sana tanpa membangunkan si empunya.

"[Last name]?"

"Ssttt!"

Yamaguchi Tadashi, pemuda alim itu langsung dibuat bungkam oleh tatapan tajam [name]. Menggusur pemuda itu, [name] melirik lagi sosok yang masih menenggelamkan wajah tersebut sebelum kembali menatap lawannya.

"Jangan berisik! Nanti dia bangun," bisik [name].

Yamaguchi meringis, melemparkan senyumnya. Memang kerap kali seperti ini saat [name] dipergoki menaruh permen di meja laki-laki pirang itu.

"Nih, sebagai tutup mulut," [name] menyelipkan sebungkus permen itu ke dalam tangan Yamaguchi, "biar sehat, biar hangat."

[Name] pun beringsut menuju kursinya. Dia menggantung tasnya di sisi meja, sebelum teringat, "eh iya, kau sudah tugas sejarah belum? Aku lihat, dong."

Tak menyadari di belakang sana sebungkus permen jahe yang tergeletak di atas meja telah berpindah ke genggaman tangan besar.

[❄❄❄]

"Wow, sorenya juga lebih dingin."

[Name] mendongak, menatap langit senja di atas sana. Dia mengusap kedua tangan, lalu memasukannya ke dalam saku blazernya. Sambil meremas handwarmer di sana, dia berjalan menuju halte bis. Di mana satu sosok sedang duduk di sana.

Kedua pasang mata itu saling menatap sepersekian detik. [Name] yang memutuskannya lebih dulu. Sementara pasang mata yang dimiliki pemuda itu hanya berpindah dengan santai.

Alih-alih menunggu sambil duduk, [name] malah memilih berdiri. Membelakangi sosok itu.

Tsukishima Kei.

Mereka menunggu bis dalam kecanggungan. [Name] belum pernah berbicara dengan pemuda itu semenjak satu kelas dengannya. Dia hanya bisa memerhatikan, bahwa Tsukishima Kei adalah pemuda jutek hampir ngeselin yang terus di ekori oleh Yamaguchi--tempat langganan [name] menyalin tugas.

Namun tiba-tiba [name] terkesiap begitu saja kala sebuah suara memasuki telinganya.

"Oi,"

Suara itu memanggil lagi. [Name] mendongak, berharap yang berbicara adalah orang dari arah depannya, bukan dari belakangnya.

"Oi, kau tuli?"

[Name] hampir kelepasan merutuk.

"Ja. He."

"Kau manggil siapa, sih?" tak tahan lagi, [name] akhirnya menoleh. Tetapi pemuda yang memanggil malah membuang muka; dia menatap tiang halte di sampingnya.

"Aku manggil tiang,"

"Edan."

[Name] berbalik dengan kesal.

Kei, laki-laki itu mengembalikan atensinya pada gadis yang ia perhatikan diam-diam sejak tadi. Tetranya kembali melirik ke bawah, ke arah kaos kaki gadis itu.

"Kakimu bengkak-bengkak atau apa?" Kei mengeluarkan suaranya lagi, tak tahan ingin bertanya.

[Name] memutar kembali kepalanya. Melemparkan kerutan dahi dan tatapan bertanya, gadis itu kemudian sadar Kei kini sedang menatap ke arah bawahnya.

"Kaki gajah?" celetuk Kei kemudian dihiasi senyum miring di wajahnya.

"Bukan!" tentu saja [name] langsung menyambar. Menutupi semburat merahnya, gadis itu kembali berbalik membelakangi Kei.

Namun Kei di sana, masih menatapi sosok gadis tersebut. Sampai beberapa menit kemudian, pemuda itu pun bangkit. Dia membenarkan tasnya seraya menghampiri ujung trotoar. Bus tujuannya sudah terlihat di ujung jalan.

Kei menatapi kepala belakang gadis itu. Ketika akhirnya bis miliknya berhenti, Kei menyempatkan untuk berucap lebih dulu. Sasarannya adalah gadis yang kini berdiri di sampingnya.

"Kau kenapa sih menaruh handwarmer di selipan kaos kaki?"

.

.

.

continue

ginger candy » kei tsukishima.Where stories live. Discover now