three.

4.2K 670 60
                                    

Langit tampak meredup kali ini. Membuat pagi menjadi tampak sepi dirayap dingin. Lantaran matahari tak menyumbang hangat, [name] menjadi lebih tertutup dari sebelumnya. Kini ia memakai sarung tangan, dan kaos kaki double karena masih tak mau menyelipkan handwarmer di sana dan dipergoki kembali oleh Tsukishima Kei.

Memasuki kelasnya, [name] hari ini tampak senyap. Tak lagi berlalu sambil menaruh permen seperti kemarin-kemarin, kini ia hanya langsung menduduki kursinya. Tak lagi menuju loker untuk memindahkan stok handwarmer-nya.

[Name] duduk dengan tenang, dia mengeluarkan handwarmer di salah satu kantungnya dan meremasnya.

Satu temannya tiba-tiba datang. Berbicara dengan iseng kenapa [name] tidak membagikan permen hari ini. Alih-alih menjawab, gadis itu malah langsung mengeluarkan permen jahe yang dimaksud dan memberikannya ke orang tersebut.

"Maaf, aku tidak membaginya hari ini. Kalau kau mau, kau bisa datang padaku langsung. Maaf, ya." katanya dengan mulut tertutup syal.

Mendapat ide dari temannya tersebut, [name] pun memberikan keseluruhan permennya ke tangan laki-laki itu. Katanya, orang itu akan menggantikannya untuk membagikan ke meja-meja. Dan tentu [name] merasa tidak keberatan.

Tsukishima Kei, pemuda yang sedari tadi menatap layar ponselnya kini menatap heran laki-laki yang berlalu sambil menyisihkannya sebuah permen. Melirik, ia ternyata hapal bungkus permen itu. Merasa heran, Kei akhirnya menatap ke depan. [Name], gadis itu hanya terduduk di sana sambil meremas handwarmer. Kebiasaannya membagikan permen hari ini diwakilkan oleh orang lain.

Terdengar bel tanda masuk, Kei memasukan ponselnya ke saku.

Murid pun berangsur-angsur masuk dengan sendirinya ke dalam kelas. Disusul tak lama kemudian adalah seorang guru. Dia guru olahraga. Memberikan kabar bahwa hari ini terdapat jadwal praktek untuk pengambilan nilai.

Ada yang mendesah malas, ada yang merasa bersemangat untuk menghangatkan tubuh di saat dingin. Namun salah satu respon lain datang dari [name]. Gadis itu mengangkat tangannya.

"Maaf, pak. Boleh saya ijin?"

[❄❄❄]

Kei melangkah ke dalam ruang unit kesehatan. Dia terluka saat bertanding basket dengan tim perempuan. Membuatnya merutuk heran, kenapa perempuan yang seharusnya lembut malah jadi kasar saat bermain basket? Para amatiran itu hanya mendorong, kadang sesama perempuan menjambak. Khas sekali permainan mereka.

Tergores dalam di sela jari karena tercakar, Kei merasa lukanya harus dibalut karena mungkin akan merepotkannya saat berlatih voli nanti, mengingat tangannya adalah poin penting bagi posisi bloker. Maka dari itu ia saat ini melangkah memasuki ruang kesehatan. Sepi. Memang biasa seperti itu.

Kei langsung menyusuri rak di sana. Mencari hansaplast tanpa meminta izin penjaga. Mau bagaimana. Tak ada yang berjaga.

Selepas menemukannya, dia sedikit menetes alkohol di sana agar lekas kering, sebelum kemudian membalutnya dengan hansaplast.

Namun di tengah keheningan itu, ia tiba-tiba merasakan hawa kehadiran orang lain lagi tengah mengasak-usuk kain.

Merasa sumber suara berasal dari balik tirai yang tertutup. Kei agak mengintip sedikit. Menemukan seseorang yang ia kenal di sana.

"Sedang apa kau?"

Orang itu tersentak. [Name] ternyata. Sontak membuka kembali selimut yang tadi di aturnya agar membungkus sampai kepalanya. "Siapa?" tanyanya yang masih belum mendapati dengan jelas siapa yang berbicara dengannya.

Kei yang mendapat respon lantas menggeser tirai. Membuat [name] dapat melihat dengan jelas manusia lain di sana.

"Kok kau di sini?" tanya gadis itu.

Namun Kei malah balik bertanya, "kau sendiri? Kau meminta izin untuk bisa tidur-tiduran di sini?"

"Kau tidak berpikir aku sedang sakit?"

Kei menarik sebelah bibirnya, "dilihat bagaimapun, kau sama sekali tidak sakit bukan?" katanya.

"Hm, memang tidak," ucap [name] kemudian memperjelas. "Aku hanya kedinginan," sambungnya kembali dengan jujur.

Kei tampak tertawa sinis. Heran gadis ini begitu manja hanya karena dingin.

"Oh iya, bisa tolong ambilkan remot ac?" [name] kembali berucap. Kini menunjuk remot di atas rak.

Yang dimintai tolong mengikuti arah yang dimaksud, sebelum kembali pada lawan bicaranya, "terlalu pendek ya?" ucapnya dengan nada mengejek.

[Name] membalas, namun tak Kei dengarkan karena pemuda itu pada akhirnya mau mengambilkan.

"Setel ke suhu hangat, ya." [name] kembali meminta, entah meminta tolong atau menyuruh.

"Seratus derajat?"

"Jangan, aku bisa matang!"

Kei menaikan suhu lebih sedikit. Selepas itu pemuda tersebut langsung menaruh kembali remot ke atas rak.

"Terimakasih. Kau penurut juga rupanya." Ucap [name] memberikan senyum. Gadis itu melanjutkan, "kalau begitu bisa buatan aku teh hangat?"

Kei menatap gadis itu dingin, "memang aku babumu?"

"Ayolaah. Kau yang menjadi penurut seperti tadi rasanya tampak lebih baik." ucap gadis itu, sebenarnya hanya ingin mengerjai laki-laki di hadapannya ini saja, "lagipula penjaganya tidak ada. Kau tidak mau membantuku yang sedang kedinginan?"

Kei mendecak, "kau hanya kedinginan. Bukan sakit sungguhan."

"Lalu kalau aku sakit sungguhan kau akan jadi penurut?"

Melukiskan senyum menyebalkannya, Kei pun menjawab cepat, "tentu saja tidak akan."

Akhirnya mereka berakhir saling menatap tak mau kalah. Kini, Kei yang memutuskannya lebih dulu. Dia memutar tubuh, berjalan ke arah pintu keluar seraya berbicara, "kan kau punya permen jahe. Makan itu saja untuk menghangatkan tubuhmu."

.

.

.

continue

ginger candy » kei tsukishima.Onde histórias criam vida. Descubra agora