seven.

3.3K 601 65
                                    

kei's view;

Syukurlah kini [last name] telah bisa berbaring di rumahnya seperti ini. Ibu gadis itu langsung bergerak cepat kala menemukan anaknya yang hampir tak sadarkan diri tengah dipapah olehku.

Kami membawa ke kamarnya, aku pun ikut masuk untuk membantu. Setelah menidurkan tubuh [last name], ibu gadis itu langsung menarik selimut. Menyalakan penghangat ruangan, dan mencari tambahan selimut. Kini ibu [last name] mengatakan sedang membuat teh hangat. Jadi dia memintaku untuk diam di kamar [last name] sejenak.

Aku menatapi tubuh yang tengah terbaring itu. Deru nafasnya terlihat cepat, dan terasa berat. Untung saja tubuhnya tidak lagi menggigil.

Aku membuka ponselku yang kebetulan bergetar. Membaca pesan spam dari Yamaguchi yang isinya hampir sama semua.

'Apa yang terjadi dengan [last name]?'

Iya. Tadi aku sempat menelpon Yamaguchi untuk menanyakan di mana alamat rumah [last name]. Mengingat [last name] cukup membaur di kelas, jadi mendapatkan alamat rumahnya tidaklah begitu sulit. Memang mungkin hanya aku yang belum dekat dengan gadis ini saja sehingga sampai belum tahu di mana rumahnya.

Pintu terdengar terbuka. Aku memasukan ponselku tanpa membalas pesan tersebut. Ibu [last name] datang membawa dua gelas dengan kepulan asap di atasnya.

"Ini, di minum dulu." Dia menaruh satu gelas itu ke bawah. Sementara gelas lainnya ia simpan dalam nakas. Kupikir itu untuk [last name].

"Terimakasih, ya, sudah membawa [name] ke rumah," wanita itu menunduk. Membuatku ikut menunduk tanda mengatakan bahwa ini bukanlah apa-apa.

Sehabis itu, manik yang senada dengan [last name] tersebut bergulir menatap anaknya sendiri. "Dia pasti sedang kedinginan. Makanya sampai drop seperti ini." Ucapnya. Dan aku langsung paham dengan jelas.

[Last name] benar-benar sakit sewaktu di ruang kesehatan lalu.

Tidak, tidak. Dia hampir sakit, kalau saja waktu itu lebih memilih untuk ikut olahraga daripada menghangatkan diri di ruang kesehatan.

"Kamu tahu?" Ibu [last name] kembali berbicara. Dan tentu saja aku menggeleng.

"Tubuh [name] tidak tahan apabila merasa terlalu kedinginan."

Aku menatapi [last name] yang tengah terbaring di ranjang lagi.

"Makanya, musim dingin adalah hal yang paling merepotkan baginya. Dia harus bisa menjaga suhu tubuh. Meminum yang hangat, pokoknya jangan sampai merasa kedinginan," Ibu [last name] lebih memperjelas.

Oh, aku juga jadi paham kenapa ia sampai menyelipkan handwarmer di kaos kaki.

"Aku sudah khawatir sejak akhir musim gugur yang terasa sudah lebih dingin, tapi dia bilang tidak apa-apa jadi aku hanya bisa percaya padanya," Aku kini melirik ke sumber suara saat mendengar nada murung dari wanita itu. Matanya menyanyu, namun mulutnya tampak membentuk senyuman, "aku hanya bisa membawakannya teh hangat dan permen jahe untuk menjaga kehangatannya secara tidak langsung."

Oh. Sepertinya aku telah cukup tau tentang [last name] sekarang. Permen jahe itu ternyata untuk menghangatkan tubuhnya.

Namun berikutnya aku tersadar--bukankah dia bilang tidak menyukai permen jahe?

Mungkinkah itu alasannya malah membagikan permen tersebut pada teman sekelasnya?

Hhh. Pantas dia bisa jatuh sakit begini. Tidak menuruti perkataan ibunya.

"Oh, ya, Nak. Namamu siapa?" kini ibu [last name] bertanya. Sepertinya sesi bercerita tentang anaknya telah berakhir. Padahal aku masih ingin mendengar tentang gadis itu. Hm.

"Tsukishima Kei."

"Nak, Tsukishima," ibu itu mengangguk, lalu kembali menundukan kepala, "sekali lagi terimakasih, ya. Kau cepat membawanya ke rumah."

Aku membuang nafas pelan, "tidak apa, [last name]-san. Aku kebetulan bertemu dengannya di halte. Dia sudah dalam keadaan menggigil, dan aku agak panik harus melakukan apa. Maaf jika tidak bisa membantu banyak."

Ibu itu menggeleng, lantas terkekeh, "ini sudah sangat membantu, kok, nak Tsukishima. Entah apakah ada orang yang akan membantunya saat itu selain dirimu. Maaf, kau dibuat repot juga pada akhirnya."

"Ngggh---"

Kami berdua serempak menoleh. [Last name] terlihat menggeliat di sana. Dengan cepat ibunya pun bangkit dari hadapanku, kini mengambil duduk di sisi ranjang, menyentuh kening, lalu memapah agar sedikit terduduk. Dengan itu ibu [last name] mengambil gelas teh di nakas sana, membantu anaknya untuk meminumnya.

Aku hanya bisa memerhatikannya dari sini. Mukanya yang terlihat meringis tak enak, hidung merahnya, dan tangan yang sedikit bergetar kala mencoba memegang gelas itu.

Selesai meminum beberapa tegukan, ibu [last name] kembali membuat anaknya tertidur. [Last name] kembali berbaring, dua selimut tebal membungkus rapi tubuhnya lagi.

Aku melihatnya, ekspresi wajahnya kala terpejam itu kini beraksen menahan ringisan. Keningnya berkerut, mulutnya terbuka sedikit guna mengambil lebih banyak oksigen.

[Last name], saat dia kedinginan seperti ini, aku merasa betapa rapuh dirinya.

Terbesit perkataan gadis itu waktu lalu, aku pun tersenyum.

Padahal dia memintaku agar tetap hangat saat berlatih.

[Last name], dibandingkan aku--kau seharusnya yang paling membutuhkan kehangatan.

.

.

.

continue

ginger candy » kei tsukishima.Where stories live. Discover now