six.

3.4K 590 40
                                    

kei's view;

Huh, handwarmer-ku tidak lagi hangat. Suhu yang seperti ini mungkin mempercepat pendinginannya. Untung saja kelas sudah berakhir. Aku juga tidak membawa banyak bantalan seperti cewek itu. [Full name]. Iya. Aku kadang melihat isi lokernya, dia sepertinya selalu membawa banyak handwarmer. Mungkin untuk di selipkan di kaos kaki, atau baju lainnya. Haha.

Aku melangkah ke luar sekolah, untung saja hari ini tak ada latihan. Dingin seperti ini membuatku ingin bergelung dalam selimut, menonton film dinosaurus, sambil disisipi kopi hangat.

Halte tertangkap pandanganku, begitu juga makhluk yang sedang terduduk di sana sambil memeluk tubuhnya. Sepertinya kami jadi sering bertemu. Tidak, tidak. Yang benar, kami jadi cukup sering mengobrol, mengingat karena satu kelas, aku jadi setiap hari bertemu dengannya. Namun sebelumnya, aku memang tidak pernah ada niatan untuk mengobrol dengan gadis itu.

Sejak permen jahe itu tersisihkan dalam mejaku...

Sejak itu pula kami mulai mengobrol.

Aku mengambil duduk tak jauh darinya. Sementara [full name], cewek itu tampak masih statis. Dia menatap lurus. Tapi tak menyapaku. 'Tumben' jikalau boleh aku katakan.

Kami tak saling sapa sama sekali. Entah kenapa jadi terlibat canggung, aku pun merogoh saku blazer untuk mencari ponsel. Merasa ada benda kecil lain, aku meraihnya; membawanya ke luar. Ternyata permen jahe. Kebetulan sekali untuk penghangat.

Kubuka bungkus tersebut. Aku dengar katanya ini buatan ibu [last name]. Handal sekali. Dan kerajinan. Membuat permen ini banyak-banyak dan membagikannya di pagi hari.

Memasukannya ke dalam mulut, mengecap sejenak. Aku dapat merasakannya, hangat yang langsung menjalar dalam tenggorokanku.

Merogoh kembali saku, aku sekarang membawa ke luar ponselku. Terdapat pesan di sana. Yamaguchi yang meminta maaf karena telah pulang lebih dulu. Laki-laki itu memang langsung bergeas ke luar saat bel baru saja berbunyi. Katanya ada urusan. Entahlah.

Menyadari kami berdua, aku dan [last name] yang masih saja terdiam seperti tak saling kenal, aku pun melirik. Tak enak juga sebenarnya saling terdiam seperti ini.

[Last name] masih statis di posisinya. Memasukan kedua tangannya ke dalam saku, dia memeluk tubuhnya. Bergerak sedikit ke atas, aku mendapati kini matanya menyayu.

Huh, dia ngantuk?

Merasa heran, aku pun menolehkan kepalaku sepenuhnya ke arahnya. Dan aku baru menyadari.

Bahwa tubuh [last name] sedang bergetar.

"Oi, kau mengantuk?" aku pun mengeluarkan suara. Namun dia masih di posisi itu.

"Ja. He." Terakhir kali, dia menoleh saat aku memanggilnya seperti ini. Tetapi kali ini [last name] masih tidak mau menjawab.

Aku pun merasa agak khawatir. Matanya yang sayu, tangan yang memeluk erat tubuhnya, dan getaran itu.

Apa jangan-jangan kalimat 'aku kedinginan' waktu lalu di ruang kesehatan bukanlah hanya sebuah alasan untuk bermalas-malasan?

Memutuskan untuk mendekat, ternyata dia menggumamkan sesuatu yang begitu pelan.

'Dingin.'

"Oi--"

Aku menyentuh bahunya. Maniknya baru bergerak menatapku kala itu. Masih terlihat sayu, dia kembali menggumamkan hal itu.

'Dingin.'

Uap mengepul saat mulutnya terus bergerak mengumamkan kata dingin seraya bergetar menahan gemeletukan gigi. Aku menggoyangkan bahunya sedikit, "[last name] kau tidak apa?" iya. Aku semakin khawatir.

Kulihat salah satu tangannya bergerak, perlahan meraih bajuku. Kepalanya mendongak sedikit untuk menatapku. Jelas sekali hidungnya memerah, giginya bergemeletuk, dan bibir yang mulai terlihat membiru. Sampai berikutnya, kepalanya pun turun. Begitu juga dengan keseimbangan tubuhnya. Tangannya yang menempel pada dadaku tadi kini terjatuh.

"[Last name]?" tentu saja aku jadi merasa panik. Berkali-kali mencoba menyadarkannya. Tetapi dia hanya memejamkan mata sambil bernafas berat.

Dia kedinginan?

Seriusan kedinginan?

Aku sentuh dahinya. Dan panas pun merembet ke tanganku.

"[Last name]!"

Sontak aku meraih tangannya yang terbalut sarung tangan. Tubuhnya bertopang padaku. Aku mengusap telapak tangan itu, menyalurkan kehangatan.

Sial. Handwarmer-ku juga sudah tidak hangat.

Aku meluaskan pandangan sambil terus mengusap tangannya. Meminta tolong siapa? Haruskah aku masuk ke dalam sebuah toko dan meminjam penghangatnya?

Tidak. Taksi, lah, yang tepat saat ini. Selain langsung dapat mengantar pulang, di sana juga terdapat penghangat. Begitu pikirku kala mendapati mobil itu mendekat.

Agak sulit karena aku masih harus menopang tubuhnya, aku pun melambaikan tangan.

Taksi itu berhenti. Dengan bergegas pula aku merangkul [last name], membantunya untuk berjalan. Gadis ini, benar-benar sudah tidak ada tenaga. Sehingga aku yang sepenuhnya mengomando jalan.

Memasukannya lebih dulu. Aku pun langsung meminta penghangat dinyalakan pada supir tersebut. Bapak itu tak banyak omong kala melihatku datang dengan membopong seorang gadis hampir tak sadarkan diri ini. Dengan bergegas menyalakan penghangat. Begitupun aku yang langsung menutup pintu.

Namun alih-alih meminta langsung jalan, aku menyuruh supir itu untuk menunggu sejenak.

Ingat. Aku tidak tau jelas tentang gadis ini, [last name].

Di mana rumahnya?

.

.

.

continue

ginger candy » kei tsukishima.Where stories live. Discover now