eleven.

2.9K 528 76
                                    

Tsukishima Kei berusaha keras menatap tanpa gentar wajah di hadapannya. Yang kini ditatap, menutupkan manik; sedang membentuk eye smile cerah pagi hari ini.

"Kau masih membagikan permen jahemu?" Kei berucap, menepis segala senyum yang membawa kecerahan di hadapannya.

[Full name], lawan bicara Tsukishima Kei mengangguk begitu saja. Lantas menyisihkan juga tiga buah permen ke meja pemuda tersebut. Dan menjawab santai, "bagi-bagi memangnya tidak boleh? Lagipula aku menyisihkan juga untuk diriku sendiri, kok."

Gadis itu mengeluarkan beberapa permen jahe dari kantungnya untuk diperlihatkan. "Aku hanya ingin berbagi kehangatan." [name] lantas kembali tersenyum. Dia menepuk bahu Kei pelan, sebelum kembali berlalu menuju loker belakang seraya menyisihkan permen pada setiap meja yang ia lewati.

Menaruh beberapa barang di dalam loker, [name] kembali berbalik menuju kursinya di depan.

Gadis itu di sapa, kini saling melemparkan perbincangan dengan temannya. Tsukishima Kei mulai membuka bungkus permen, kemudian memasukkan ke mulutnya dengan kalem. Pemuda itu memainkan mp3 player-nya.

"[Last name]!"

Bukan hanya sang pemilik nama, lawan bicara gadis itu dan satu laki-laki di baris keempat ikut menoleh. Sumber suara berasal dari arah pintu. Sesosok laki-laki tengah berdiri di sana.

"Huh? Kau masih ikut ekskul, [name]?" Hana ikut menimbrung, setelah mendapati pula sosok laki di sana.

Tersenyum meringis, [name] menjawab, "tidak kok, aku sudah cuti dari akhir musim gugur." ucapnya. Ingat tentang hari terakhirnya datang ke ruang klub, [name] mendapat banyak rengekan dari kakak kelas yang akrab dengannya. Lantaran alasan yang tak terlalu kuat, [name] akhirnya hanya diijinkan untuk cuti daripada mengundurkan diri. Gadis itu akan kembali beraktivitas seperti biasa saat suhu mulai menghangat di awal musim.

Melangkah mendekati kakak kelasnya di depan sana, [name] melukis senyum seraya menyapa, "kenapa kakak ke sini?" tanyanya.

Yang ditanya ikut melukis senyum, menaikan sebelah alisnya, laki-laki itu menjawab, "memang tidak boleh aku mampir ke kelasmu? Ah, atau jangan-jangan karena mengambil cuti kau juga tidak mau bertemu denganku?" melihat raut kecewa, [name] pun sontak menggeleng.

"Oh, ya," sampai teringat sesuatu, [name] merogoh sakunya, "karena tidak ke ruang klub, aku jadi tidak bisa memberikan kalian ini lagi." ia menunjukkan segenggam sesuatu di sana.

"Permen jahe! Kau selalu membagi permen itu, ya."

"Aku ingin berbagi kehangatan," balas [name], kembali melukis senyum. "Ini, tolong bagikan pada yang di sana ya, Kak. Maaf jika kurang, aku hanya menyisakan segitu." sambungnya kemudian seraya memindah-tangankan segenggam permen tersebut.

Permen yang seharusnya jadi bagiannya.

Menerima, laki-laki itu terkekeh sejenak, dia kemudian kembali menatap [name] dengan senyum. "Kan, kau ini perhatian sekali. Itulah kenapa aku merasa sepi saat kau tidak ada di sana."

Tsukishima Kei mendecih. Permen jahe di tenggorokannya lebih dari sekadar hangat. Kini malah terasa membawa panas bagi dirinya.

[❄❄❄]

Merasa klise, pemuda jangkung dengan kacamata yang membingkai wajahnya itu mengernyit. Dia merasa pernah melihat ini sebelumnya, sosok perempuan tengah duduk di kursi halte sana, kedua tangannya rapat masuk ke dalam saku.


Seketika ia mempercepat langkah.

Namun yang didapati berikutnya, tidaklah sama seperti waktu lalu.

"Oh, Tsukishima."

Kini senyuman, lah, yang menyambutnya. Bukan keheningan tanpa suara, bukan pula gigilan dengan desisan dingin.

Kei menghela nafasnya.

"Kau baru pulang?" laki-laki itu kemudian bertanya. Memilih duduk tak jauh dari gadis tersebut, [full name].

[Name] memandang lurus. Dalam mulut yang terhalangi syal, ia membasahi bibir, "aku tadi habis mampir ke klub." jawabnya.

Hingga keheningan akhirnya menyelimuti mereka berdua.

Kei melirik.

Gadis itu kini mengeluarkan kedua tangan, saling menggosokkan telapak, [name] juga meniupinya. Membuat Kei yang memerhatikan itu kembali dibuat bersuara.

"Kau sedang berdoa?" tanyanya, menggunakan logat mengejek. Habis Kei heran, gadis itu menggosokkan telapak tangannya sambil terpejam seolah bermaksud mendatangkan sesuatu.

"Aku kedinginan, tau." jawab [name] kemudian.

"Haha, makanya, sih. Sok banget pengen berbagi kehangatan segala. Rasain, tuh, kedinginan."

[Name] jadi melirik sebal, "kok kamu ngajak berantem?"

"Kamu yang sok perhatian."

Kei mendecak pelan. Ia malah teringat kejadian pagi tadi. Hal yang dikatakan [name] padanya tentang berbagi kehangatan ternyata bukanlah ditujukan untuknya seorang. Gadis itu mengatakannya pada semua orang. Semua. Dia baru menyadarinya. Membuatnya merasa sebal pada diri sendiri. Bagaimana bisa ia mengasumsikan kalimat itu hanya untuk dirinya?

[Name] ingin kembali membalas. Namun kedatangan suatu bis membuatnya menggagalkan itu semua. Gadis itu terdiam. Kini hanya memandangi bis yang tengah berhenti membuka pitunya. Mereka jadi terdiam beberapa saat. Sampai akhirnya pemuda di samping [name] ini kembali berbicara.

"Oi, itukan bis mu?" Kei menolehkan kepala. "Sana masuk, sebelum mati kedinginan dan merepotkanku." lanjutnya tajam. [Name] ikut melirik ke arah pemuda itu kini. Mereka jadi saling melemparkan tatapan tak mau kalah.

Sang gadis yang memutuskan kontak lebih dulu. Tsukishima Kei menaikan sebelah alis merasa menang sambil menahan senyum.

Jeda sejenak. Kei memerhatikan wajah yang kini tengah tertunduk tersebut.

"Aku akan ke rumah sakit lebih dulu."

Bunyi desisan bus membuat keduanya menoleh bersamaan ke sumber suara. Bus itu kini melaju pergi. Kei kembali merasa deja vu. Namun dengan rasa yang berbeda.

Bus itu, tak lagi pergi dengan meninggalkan rasa sepi.

"Tsukishima, bus mu yang selanjutnya, kan? Kita bisa pergi bersama kalau begitu, hehe."

Benar. Tak lagi terasa sepi.

.

.

.

continue

ginger candy » kei tsukishima.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang