[5] Tetangga Berisik

191 24 19
                                    

"Astaga." Langkah kedua gadis itu melambat bersamaan ketika menemukan sepasang kekasih nampak asyik bermesraan di depan pintu kamar 822.

Keduanya sontak memalingkan wajah ke arah lain selama melewati sepasang pemuda-pemudi yang sedang dimabuk asmara itu. Shelda dan Karin buru-buru membuka pintu dan segera masuk ke dalam. Enggan lebih lama lagi menyaksikan pemandangan yang makin tidak senonoh di hadapan mereka.

"Gila, parah tuh cowok." Karina yang emosi pun tak tahan untuk mengomel. "Kemarin telinga gue ternodai, hari ini mata gue."

"Ya udah sih, nggak usah dipikirin." Shelda berujar santai. Di antara dua orang itu nampaknya Shelda mulai dapat memaklumi kejadian seperti barusan. Resiko tinggal di asrama campur yang penghuninya bebas mengumbar kemesraan tanpa tahu malu ya seperti ini, kan?

Asrama putra-putri tergabung menjadi satu. Pemandangan seperti barusan menjadi salah satu hal yang harus masuk dalam list 'dimaklumi' dan 'dihindari'—dalam artian, jangan sampai diri sendiri melakukan hal yang sama.

"Awas aja kalo entar malem berisik lagi." Karina mengancam sambil menggulung lengan kemejanya ke atas.

"Emangnya mau lo apain?"

"Gue aduin ke kantor."

"Nanti kalo kita dilaporin balik?" Shelda bertanya balik, membuat Karina mengerutkan dahi lantaran tak paham dengan maksud gadis itu.

"Dia tahu kalo kita masak di dalem kamar." Shelda mengingatkan kejadian beberapa hari lalu, ketika si penghuni 822 yang sedang merokok di jendela tepat di depan kamar mereka, dan tidak sengaja memergoki Shelda tengah mengoreng telur di dalam kamar.

Padahal jelas-jelas pihak asrama sudah melarang kegiatan masak-memasak di dalam kamar. Karena semua kegiatan masak-memasak harus dilakukan di dapur bersama, dan itu artinya harus mengeluarkan uang tambahan untuk menggunakan kompor listrik. Dan Shelda juga Karin enggan mengeluarkan uang lebih untuk itu. Bayar listrik kamar saja sudah beban.

Karina menghela nafas frustrasi. Bener juga sih kata lo, batinnya membenarkan ucapan Shelda barusan.

"Udahlah, nggak usah dipikirin." saran Shelda sembari menepuk punggung roomatenya itu.

Baik Shelda dan Karina kini sudah mengganti pakaian dengan setelan piyama masing-masing. Saat ini Karina sedang menyelesaikan tugas kuliahnya di atas ranjang karena meja belajarnya digunakan oleh Shelda yang nampak sedang berpikir keras merangkai kata demi kata untuk tugas mengarang.

"Aahh ...." Karina dan Shelda saling melemparkan pandangan begitu mendengar suara seseorang yang terdengar seperti desahan. Bersamaan dengan suara kulit yang saling bersentuhan.

Tangan kanan Karina menunjuk-nujuk ke tembok samping, kamar 822. Sementara sebelah tangannya menutup mulut rapat-rapat menahan segala bentuk umpatan yang siap terlontar.

Shelda menarik nafas dalam, berusaha untuk tidak ambil pusing dan mencoba kembali fokus dengan buku di depannya.

"Shel," panggil Karina lirih ketika suara desahan itu kian menjadi yang akhirnya membuat Shelda berdiri dari kursi.

Gadis itu mengetok-ngetok dengan keras tembok pembatas antara kamarnya dan kamar sebelah. Mengisyaratkan agar penghuni kamar 822 itu untuk tidak berisik.

Bukannya diam, suara desahan dari kamar sebelah semakin beradu sengit dibarengi dengan bunyi kasur yang berdecit.

"Parah banget sih, brengsek." Makian itu lolos begitu saja dari bibir Shelda. Tugas mengarangnya baru separoh dan tetangganya sudah berulah begini.

"Guys, can you not being so damn noisy while doing your 'stuff'?" ucapnya keras-keras, sengaja agar penghuni kamar sebelah dapat mendengarnya.

Karina melongo melihat kelakuan Shelda sekarang. Perasan dari tadi gadis itu yang memintanya untuk tidak emosi, kenapa sekarang jadi Shelda yang marah-marah?

"I have an exam for tomorrow!" Lagi, gadis itu sengaja bicara lebih keras supaya penghuni sebelah mendengarnya. Dia mengutuk dinding asrama yang setipis kertas ini.

"Sabar, sabar." lirih Karina.

"Pusing tahu, Rin!" bentak Shelda.

Karina bisa paham sekarang, mengapa gadis itu jadi terbawa emosi. Pasti karena kondisi tubuhnya sedang menurun. Itu terlihat dari hidung Shelda yang merah karena flu, ditambah matanya yang berair. Kepalanya pasti sedang pusing berat. Ditambah ia harus menyelesaikan tugas dan mempersiapkan diri untuk ujian esok hari.

"Minum obat dulu sana. Tidur bentar nanti lanjut lagi." saran Karina yang untungnya di dengar oleh Shelda.

" saran Karina yang untungnya di dengar oleh Shelda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sweet Sour SyrupWhere stories live. Discover now