[11] Nyusahin

84 18 5
                                    

Meski kepalanya masih kerap berdenyut nyeri dan pusing, akhirnya gadis itu sampai juga di depan pintu kamarnya.

"Astaga! Gue kan nggak bawa kunci." bisiknya sambil menggaruk kepala.

Dia berjongkok di depan pintu kamarnya, menyembunyikan wajahnya pada kedua tangannya yang dia lipat di depan dada.

"Loh, dek. Ngapain?"

"Kak Sari." panggil Shelda, memelas.

"Lupa nggak bawa kunci." lanjutnya.

"Lah, si Karina kemana?"

"Keluar, makan."

"Mau ke tempatku dulu, nggak?" tawar Kak Sari ramah.

"Nggak deh, Kak. Aku mau ke bawah aja buat minjem kunci." tolak Shelda halus. Dia pun kemudian berdiri perlahan lalu berjalan menuju lift.

Dia berdiri di samping pintu lift. Sembari menunggu pintu itu terbuka, dia memegangi kepalanya yang kian lama kian berat, dia menunduk dalam.

Begitu suara dentingan dari lift terdengar, dia yang bergegas masuk pun tanpa sadar menubruk orang yang hendak keluar.

"Sorry." lirihnya sembari merunduk, menegangi kepalanya yang terasa berat dan berputar.

"Is she okay?" tanya perempuan yang barusan tak sengaja ditabrak oleh Shelda.

"Who?"

"That girl. Isn't she your neighbor?" tanyanya lagi. Lelaki di sampingnya hanya mengangkat bahu, tidak tahu dan tidak mau tahu.

Setelah bolak-balik ke resepsionis bawah demi meminjam dan mengembalikan kunci, gadis itu akhirnya bisa merebahkan diri di ranjang.

"Jangan berisik." bisiknya ketika terdengar suara tawa terbahak-bahak dari kamar sebelah. Dia sudah kehabisan tenaga untuk emosi, apalagi harus berteriak.

Sementara di kamar sebelah, ada sepasang kekasih yang sedang tertawa bersama, membahas ini itu sampai lupa bahwa di dunia ini bukan hanya ada mereka berdua.

"I need to go now." pamit wanita berparas cantik itu.

"Seriously, honey?" pemuda itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah si Bram, sedang merengek seperti anak kecil yang enggan ditinggal ibunya.

Bella-kekasih Bram-tersenyum manis lalu meraih pipi lelakinya, menciumnya cepat. "I will see you after I finish my discussion class."

Bram kembali semringah mendengarnya. "I'll wait."

"See ya."

Sembari melipat kedua lengannya sebagai bantal, Bram kembali merebahkan dirinya ke ranjang. Tumben sebelah nggak ngomel. Tidur kali, ya? batinnya.

Ya kalo dia tidur, kalo pingsan? Bram menggeleng, cepat-cepat mengusir pikiran yang hanya akan membuatnya repot sendiri.

Bram bangkit dari ranjang, perutnya sudah bunyi minta di isi karena dia belum makan sejak semalam. Diambilnya jaket dari balik pintu lalu turun untuk mencari makan di luar.

"Mel, gue ke tempat lo ya? Mau minjem blender nih." Bram yang tidak sengaja mendengar percakapan barusan merasa tidak asing dengan suara gadis itu. Temennya 823, batinnya begitu teringat si empunya suara barusan.

Berarti 823 dia sendirian di kamar? tanyanya pada diri sendiri.

Kalo pingsan, nanti juga pasti bangun sendiri. Bram mencoba berpikir positif, tetapi tetap tak mampu mengusir pikiran-pikiran negatif yang terus datang.

Tapi tadi dia pucat kayak mau mati gitu.

"Hah, nyusahin." Pemuda itu berdecih sebal lalu berbalik arah. Kembali naik ke lantai kamarnya tapi tidak untuk pulang, melainkan mampir ke kamar sebelah.

"Dasar nyusahin." desisnya sambil merogoh kartu kamar 823 yang masih ia simpan.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sweet Sour SyrupWhere stories live. Discover now