23. Petunjuk

14K 917 206
                                    

Pada akhirnya, kau lah yang melepaskan tanganku lebih dulu. Hal ini meyakinkanku bahwa separuh nyawaku bukan kau.
~Ralia

#

Author's pov

“Hwa~~~~”

“Astagfirullahaladzim!” Azka berjingkat terkejut, bagaimana tidak? Ia melihat sesuatu yang berwarna putih begitu ia membuka pintu.

“Ha ha ha!” suata tawa terdengar membuat putra bungsu keluarga Aryeswara menghela napas panjang berulang kali, tidak salah lagi pasti ini ulah kedua keponakannya.

“Alvan, kau melihatnya? Wajah Om Azka, sangat lucu, ha ha ha.” Alvin muncul dari selimut yang menutupi tubuhnya dan memandang Alvan yang duduk di tepi tempat tidur Azka.

“Awas kau ya!” Azka mengangkat Alvin yang memberontak dan menaikkannya ke udara.

"Om!!!" Azka tertawa jahat mendengar tawa Alvin. Azka melemparnya ke tempat tidur dan menggelitikinya. “Ampun, Om. Ampun!" teriak Alvin lebiu keras, senyuman lebar terlihat jelas di wajahnya.

Azka berdoa semoga senyuman lebar dan wajah ceria Alvin tak pernah luntur dari wajahnya.

Pandangan Azka teralih ke arah Alvan terlihat sangat sedih. Ia bahkan tak ikut bergabung, padahal biasanya ia akan naik ke punggung Azka dan menghajarnya.  “Boy? Are you okay?

Alvan memeluk Omnya dan menangis, “Alvan takut." Aku merangkul keponakan kecilku ini dan mengelus bahunya.

Alvin menghentikan tawanya, ia duduk di sebelah Alvan. Tangannya terulur menghapus air mata di wajah Alvan. “Jangan menangis, Alvan. Bukankah disini ada aku? Ada Om Azka juga Om Azril. Ada Opa dan Opa Buyut juga kan? Tidak perlu takut."

Alvan menatap Azka dengan mata berairnya, “Papa memang sudah tidak menyayangi kita lagi. Papa berteriak pada Mama dan menyuruh kita pergi darisana. Kenapa Papa sangat jahat, Om?” tangis Alvan semakin kencang. Alvin menepuk punggung adiknya dengan wajah sedih.

“Hey, jangan menangis dan jangan sedih. Semuanya akan baik-baik saja." Azka merasa bersalah pada mereka, karena tak pernah ada yang baik-baik saja setelah perceraian.

“Sudah ya, sekarang kita tidur, ini sudah malam.” Azka menggendong Alvan dan menidurkannya di tempat tidur. “Alvin juga, ayo tiduran di sebelah Alvan.”

“Alvin mau disamping Om Azka.”

“Alvan juga.”

Azka tersenyum dan tiduran diantara mereka berdua yang langsung memeluk tanganku. “Tidur ya, pagi akan datang menggantikan malam dan dunia akan terang setelah kegelapan menghilang.” Azka bicara sangat puitis seolah-olah si kembar mengerti saja.

#

Ralia’s pov
05:00 WIB

Mataku terbuka dan melihat sekeliling, aku ada di kamarku dan sendirian. Tidak ada lagi tangan hangat yang memelukku sepanjang malam, tidak akan ada lagi senyuman manis menyambut pagi, tidak ada lagi pelukan hangatnya untuk menguatkanku, tidak akan ada lagi wajahnya yang membuatku bersemangat menjalani hari.

Tatapanku tertuju ke arah foto pernikahanku dengan Pak Indra terpajang di dinding. Aku bangkit dan berjalan mendekati foto berukuran 10 R itu, untuk apa foto ini tetap terpajang jika pernikahanku sudah hancur?

“A~~” teriakku menarik foto itu dan membantingnya di lantai membuat bingkai pecah berantakan. Aku menangis dan jatuh terduduk.

Bagaimana hidupku menjadi seperti ini?
Kenapa pernikahanku harus berakir seperti ini? Kenapa pada akhirnya aku kalah dari seseorang yang kurang segalanya dariku?

Second Love : Separuh NyawaWhere stories live. Discover now