39' Bertengkar?

1K 40 0
                                    

Langkah kaki seorang pria sehabis pulang kerja terdengar. Kakinya sudah tak tahan ingin segera beristirahat. Tidak ada hal yang disenangi para suami selain istrinya menunggu untuk dia pulang dari pekerjaan. Hal itu sudah cukup melepas sedikit penat yang Alan rasakan.

"Udah pulang?"

"Alista, tumben kamu gak belajar?"

"Kalau aku belajar terus, gimana aku mau ngurusin suami aku?" Pertanyaan Alista membuat Alan tersipu. Wajahnya memerah semu dan memeluk erat sang istri dengan hangat.

"Kayaknya kamu harus mandi deh."

"Emangnya bau ya? Wangi gini juga."

"Oh iya Alan, aku mau ngomong satu hal sama kamu," ucap Alista membuat Alan seketika melepaskan pelukannya perlahan. Ia begitu penasaran dengan wajah serius yang Alista buat.

"Apa?"

"Aku minta maaf, kalau sampe saat ini aku belum bisa kasih keturunan buat kamu."

"Hey Alista, kamu gak usah pikirin itu. Ibu ngertiin kok, aku apalagi. Kita kan udah usaha semaksimal mungkin. Kalau emang belum dikasih kenapa kita gak bisa tunggu? Kamu gak usah mikirin itu. Aku tetap sayang sama kamu, kita udah komitmen sebelumnya."

Sungguh, lelaki pengertian seperti Alan semakin membuat Alista tertegun dengan hidupnya. Ia terus bertanya-tanya dalam lubuk. Kenapa bisa ia mendapatkan seorang yang sempurna seperti Alan? Terlebih lagi disaat hatinya dulu pernah tertutup untuknya.

Alan pergi ke sebuah cafe mewah untuk bertemu dengan Luna. Kali ini, ia hendak menbicarakan sebuah produk pada Luna. Namun, Luna malah berniat lain padanya. Luna malah mengajak Alan makan bersama di sebuah kedai es krim yang baru saja buka di daerah perkantoran. Hal itu membuat Alan menolak, karena ia tahu posisinya sekarang. Namun, dengan nada yang imut Luna berusaha memaksanya.

"Kak Alan, katanya Luna ini adik kakak. Alista juga pasti ngertiin kok, kali ini aja penuhin kemauan Luna, please." Luna memohon.

Bukan Alan jika tidak baik pada orang lain. Ia orang yang terlalu bermurah hati pada siapapun termasuk Luna sendiri yang memang dari awal pun ia anggap sebagai saudara. Bujukan Luna membuat Alan terpengaruh. Ia bahkan terlihat memaksa, atau mungkin berpikir untuk bisa mendapat perhatian Luna dalam bisnis. Namun sepertinya cara itu memang salah.

Alista menjatuhkan sebuah berkas ketika ia sedang membersihkan meja kerja suaminya. Ia melihat berkas kerjasama perusahaan dengan Lo.A group. Sebenarnya, Alista tak pernah mengusik atau ikut campur urusan perusahaan. Mereka lebih nyaman ketika mereka saling percaya dan mendukung satu sama lain. Namun, berkas yang terbuka tak sengaja membuat Alista akhirnya membaca berkas itu walau itu pun ia lakukan tanpa niat.

"Luna? Namanya kok sama ya?" gumam Alista seraya membaca berkas Alan.

Di sela-sela berkas itu terdapat sebuah foto Luna yang terjatuh. Alista terkejut melihat bahwa Luna adalah wakil CEO yang menggantikan Haris, seorang Direktur dari Lo.A group itu sendiri. Ia melebarkan matanya kaget ketika melihat senyuman Luna di dalam lembar itu. Bahkan mereka terlihat berjabat tangan atas nama bisnis.

"Jadi selama ini Alan kerja sama Luna? Kenapa dia gak bilang?" Dahi Alista mengerut heran dan bingung sekaligus kesal karena Alan tak bisa terbuka dengannya. Padahal, ia tahu bahwa Luna sempat sakit hati karenanya.

Bukaan pintu menandakan Alan telah pulang. Ia merebahkan tubuhnya ke sofa. Niat kesal Alista sirna melihat sang suami tergeletak lelah di depan matanya. Ia berusaha bertanya secara baik-baik walau akhirnya Alan yang merasa tak enak hati. Penjelasan demi penjelasan Alan lakukan dengan detail.

"Aku minta maaf. Bukan maksud aku nyembunyiin semua. Tapi aku berusaha banget jaga perasaan kamu. Dan aku udah niat bilang ini sama kamu saat aku pulang Alista."

ALISTAWhere stories live. Discover now