41' Insiden

1K 41 0
                                    

Pelajaran yang Arda dapat adalah menerima apa yang telah menjadi takdirnya. Semua kejadian membuatnya melek untuk berpikir dan bisa menjadi lebih dewasa. Dan perlindungan keluarga yang ia dapatkan, membuatnya harus memberi pengabdian yang selama ini belum pernah ia lakukan. Arda berniat untuk fokus belajar tentang bisnis. Ia bahkan sudah menemukan titik terang pada dirinya dan menjadikan dirinya memiliki sebuah impian jelas.

"Gue akan temuin Tia sekarang."

Kedua insan tengah berjalan santai melewati setiap pohon yang tertanam sejajar. Keduanya terlihat canggung satu sama lain. Bahkan, itu kali pertamanya Arda merasa gugup memberika es krim pada Tia.

"Nih!"

"Makasih!"

Arda terus tersipu malu menatap Tia dengan senyuman mematikannya, membuat Tia menjadi salah tingkah karena sikap Arda yang sungguh berubah drastis dari Arda yang ia kenal sebagai teman.

"Apaan sih lo Da? Ngapain liat gue kayak gitu?"

"Dih pede.  Mata mata gue, lo mau apa hah?" Arda mendekatkan wajahnya untuk meledek Tia.

"Apaan sih lo!" Tia mempercepat langkahnya meninggalkan Arda di jalan. Wajahnya bahkan memerah ketika Arda berusaha meledeknya. Hal itu membuat Arda tersenyum sipu.

"Aduh jantung gue mungkin lagi lari maraton. Kenapa bisa gini sih? Padahal kan gue udah berniat lupain dia," batin Tia.

Di sisi lain, sebuah kisah unik terjadi di sebuah restoran kecil. Ya, siapa lagi kalau bukan Reka dan Nana. Pasalnya, mereka yang terlihat sangat serasi saat ini hendak saling tak memperdulikan, termasuk dari sisi Nana sendiri. Entah, hatinya lelah atau hanya ingin menyadari dirinya dari sebuah mimpi yang memang tak bisa ia dapatkan.

Panggilan Reka sampai tak diindahkan Nana ketika ia diminta mengambil minuman untuk meja nomor 8. Hal itu tentu membuat Reka kebingungan sendiri. Nana adalah gadis yang patuh padanya selama ini. Nana tak pernah mengabaikan dirinya sebelumnya. Kebiasaan itu mulai Reka rasakan.

Istirahat tiba, Reka menarik paksa tangan Nana untuk mengajaknya bicara. Ia sudah tak tahan karena sikapnya mempengaruhi kinerja mereka beberapa hari terakhir. Tentu saja Reka tidak ingin mereka berdua mendapat masalah hanya karena urusan pribadi.

"Kak Reka kenapa?" tanya Nana heran.

Reka menatap Nana tajam membuat Nana sedikit ketakutan. Napasnya tidak beraturan membuat Nana kebingungan.

"Kenapa sih lo? Dari tadi gak peduli sama kata-kata gue? Lo mau dipecat?"

"Kak Reka kan bisa panggil pelayan lain yang gak ngelakuin apapun, sedangkan Nana kan lagi beresin meja."

"Kenapa sekarang lo gak dateng ke tempat latihan? Kenapa di kampus lo ngilang gitu aja?"

Pertanyaan Reka seketika berubah. Nana melebarkan matanya kaget.

"Nana ... Nana gak ke mana-mana kok kak. Nana cuma gak mau gangguin hidup kakak lagi." Nana menundukkan kepalanya perlahan depan Reka.

Reka menyurang heran menatapi Nana.

"Nana mikir, Nana cuma noda buat kakak selama ini. Nana emang suka sama kakak, tapi bukan berarti Nana berhak campurin hidup kakak. Nana berusaha buat gak ngelakuin itu lagi, itu kan yang kakak mau?"

Reka terdiam. Namun, wajahnya terkesan begitu kaget. Ternyata, peringatannya waktu itu benar-benar telah melukai Nana.

Reka memejamkan matanya. Hatinya begitu sesak mengetahui alasan Nana menghindarinya saat ini. Namun, bukannya bahagia Nana menghindar darinya, ia malah berujung kesal.

ALISTAWhere stories live. Discover now