Satu

190 28 13
                                    



Seseorang melangkah menaiki tangga kayu. Meskipun langkahnya pelan, suara derit yang aneh masih dapat terdengar. Ia melangkah hendak mencapai sebuah pintu di ujung tangga. Begitu sampai, cahaya jingga dari lampu yang remang-remang, menyebar ke dalam sebuah ruangan kecil, saat tangannya membuka kenop pintu.

Ia berdiri di ambang pintu, tapi kehadirannya seolah tidak dihiraukan penghuni kamar. Kamar kecil di bagian atap yang dihuni banyak orang. Saat matanya menelaah kejanggalan penghuni kamar, pandangannya terfokus pada seorang wanita muda yang menatap jendela.

Wanita yang berbeda.

Ia melangkah, lalu bergumam menyebut sebuah nama.

Lalu, wanita di jendela itu berbalik dan ia... tersenyum.

***

Mum masih terjaga saat aku bermimpi buruk malam itu. Dia sedang duduk di meja makan, dengan sebuah minuman yang tinggal setengah di gelas kaca. Ketika aku menyahut pelan menyeru namanya, aku tahu ibuku tampak tidak senang. "Kenapa lagi Jack? Ini sudah pukul dua pagi," Ujarnya. "Kembalilah ke kamar dan tidurlah."

Aku ingin membuka mulut untuk berbicara, tetapi Mum mengangkat tangannya seperti hendak menghentikanku. "Aku tidak ingin dengar apa-apa sekarang, Jack. Aku lelah, kaupun begitu. Kau tahu? Apa yang akan kamu bilang sekarang, hanyalah murni dari pikiran kalutmu itu. Berhentilah menonton film-film horror. Itu berakibat banyak pada kesehatan mentalmu."

"Mum, tapi aku serius. Mimpinya selalu sama dan berulang-ulang. Aku... takut."

Dia melotot padaku. Suaranya memang memelan, tapi tetap saja ada bisa yang terkandung dalam perkataannya. "Cukup, Jack. Kau tidak usah menambah beban masalah yang aku pikul. Aku sudah muak dengan kicauan tidak masuk akalmu tentang mimpi-mimpi itu. Terlebih lagi, setelah kau kabur saat resepsi pemakaman. Apa yang kau pikirkan sebenarnya?!"

"Aku hanya tidak bisa mengendalikan diriku, Mum."

"Tidak bisa mengendalikan diri katamu?" tukasnya, suaranya mendadak meninggi. " Kau tahu apa yang dirasakan ayahmu saat itu. Semua orang membicarakannya—Dan apalagi itu! Mengapa kau mengenakan sarung tangan nenekmu?!" marahnya. Aku kaget ketika mengetahui bahwa tangan kiriku telah dibungkus oleh sarung tangan panjang mendiang nenek.

"A-aku tidak tahu juga, Mum. Aku bahkan baru sadar setelah Mum menyadarinya," ujarku. "Lagipula, ini adalah peninggalan nenek. Jadi, apa salahnya?"

"Lepaskan dan simpan benda itu jauh-jauh, Jack!" marahnya lagi. "Kau tidak perlu melakukan hal-hal aneh pada dirimu. Lagipula, untuk apa kau menyimpan benda itu. Tidak ada gunannya."

Aku merasa tidak enak saat ibuku berkata dengan nada kejam seperti itu.

"Mum hanya benci kepada nenek, kan?!" kataku lepas. "Nenek sudah tiada dan Mum bisa-bisanya berkata seperti itu. Lagipula dengan ini aku bisa mengingatnya."

"Kau tidak perlu mengingatnya?! Tidak sampai kapanpun!" balasnya lagi. "Kau tahu, semasa hidup nenekmu itu tidak waras, Dia gila. Dan aku sedikit senang saat dia tiada dan tidak lagi mengajarimu hal-hal yang aneh! Aku muak saat semua orang berkata bahwa kau memiliki wajah yang persis dengan dirinya. Berhentilah membuatku pusing, Jack!"

Aku mundur dari tempat itu, tidak tahan lagi.

"Mum, tidak tahu apa-apa!" teriakku. "Asal Mum tahu saja, semua orang juga membicarakanmu. Mengapa seorang anak kandung tidak datang ke pemakaman ibunya sendiri? Mengapa?!" setelah mengucapkan kata-kata itu, aku berlari ke kamarku lagi.

"Oh Tuhan..." desisnya tidak enak. "Jack! Kembalilah!" .

Aku membanting pintu kamarku sampai tertutup, karena amarahku menggelegak. Kutarik napas dalam-dalam, dan mengeluarkannya serileks mungkin. Aku berjalan ke kasur sembari menahan rasa tidak enak yang masih berkerumun. Malam ini benar-benar aneh sekali, dan rasanya aku harus merenungkan mengapa diriku tampak kacau begini. Sejujurnya dalam lubuk hatiku, Mum ada benarnya juga. Mimpi hanyalah bunga tidur, dan hanya sebatas itu saja. Anak kecil saja pasti tahu itu. "Ah, bodohnya aku!" keluhku. Rasanya aku seperti mulai membenci diriku yang sekarang. Dan lagian, jika aku ingin menceritakannya kepada Mum atau Dad, aku seharusnya tidak menceritakannya tengah malam begini. Mum pasti letih memikul masalah dan beban hidupnya. Seharusnya aku tidak bersikap kekanak-kanakan seperti tadi. Tapi, ah, menyebalkan.

Nightmare AcademyWhere stories live. Discover now