Lima

80 9 0
                                    


"Hei, umm.. anu, maafkan aku soal tadi malam."

Pagi ini, aku bangun cukup awal. Selain karena aku tidak ingin terlambat pada kelas pertama semester ini, alasan lainnya karena aku merasa bersalah dengan Tony. Tony adalah teman sekamarku, dan kondisinya sangat buruk. Well, bukan buruk karena ia memiliki catatan criminal atau semacamnya, tetapi karena ia pernah mengalami musibah yang mengerikan. Ia hampir saja meregang nyawa jika pemadam kebaran tidak bertindak cepat.

Tony sedang mempersiapkan segala peralatan sekolahnya kala itu. Meskipun wajah benar-benar tidak bisa kembali normal lagi, anak itu tampak baik-baik saja, sepertinya. "Tak apa. Aku maklum. Semua orang akan bereaksi begitu pada pertama kalinya."

"Aku sungguh menyesal dengan kejadian yang menimpamu," kataku berduka. "Aku benar-benar minta maaf."

"Oh, Jack, kau tak perlu menyalahkan diri seperti itu." Ia berkata. "Aku sungguh tidak apa-apa. Lagipula, kejadian itu sudah dua tahun berlalu. Meskipun wajahku kelihatan seperti monster menakutkan, seenggaknya aku masih bisa bernapas dan menjalani aktivitas."

Aku terdiam selama dua menit.

"Mau ke ruang makan bareng? Sepertinya Bu Marco sudah menyediakan sarapan di lantai satu." ajaknya.

"Eh?" kataku spontan. "B-baiklah."

Kami bercerita cukup banyak selama perjalanan menuju kantin. Aku menanyakan beberapa hal basa-basi kepada Tony, seperti kesukaannya. Jawabannya cukup membuat diriku tergelitik. Anak itu sangat menyukai hal-hal berbau konstalasi dan tata surya. Ia bahkan bilang kalau punya satu rak buku khusus tentang semua itu. "Wow, mengejutkan sekali. Hobby yang jarang dimiliki anak seumuranmu."

"Aku tidak terlalu suka dengan hal-hal 'menyenangkan' yang disukai anak laki-laki pada umumnya." Ia berkata. "Aku tidak terlalu jago bermain football, tapi aku sedikit tertarik pada bola basket."

"Kau menyukai komik?"

Tony sedikit berpikir sebelum ia menjawab pertanyaanku. "Well, aku pernah baca beberapa kali. Kurasa, membaca komik bisa masuk kedalam list aktivitas yang aku sukai."

"Kebetulan sekali, aku membaca cukup banyak komik dari rumah," jelasku. "Orangtuaku sebenanrya tidak mengizinkan hal itu, tapi, kau tahulah, aku menipu mereka. Dan tentu saja, kau boleh meminjamnya sewaktu-waktu"

Tony hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Kira-kira siswanya akan seperti apa ya?"

Tanpa sadar, kami ternyata sudah berada di ruangan makan. Tony menatapku, seraya ia membuka pintu. "Kebetulan sekali, kita akan melihat mereka di sini," ujarnya. "Kurasankan agar kau mempersiapkan diri."

"Untuk apa?"

Ruangan makan itu seperti ruangan makan dirumah-rumah. Bedanya, dari segi desainnya. Ruangan ini memiliki kubah seperti rumah kaca yang dipenuhi jendela kaca. Ada beberapa patung dan luksian yang menambah kesan antik tempat ini. Hanya ada satu meja berbentuk oval panjang yang letaknya di tengah ruangan, lengkap dengan enam kursi. Sekarang meja makan itu sudah diisi oleh tiga orang siswa. Tidak ada perempuan ya ternyata..., aku membatin. Tak jauh dari meja makan, ada sebuah meja lagi yang ukurannya sedikit lebih kecil namun penuh dengan berbagai makanan dan alat makan.

Bu Marco menyambut kedatangan kami berdua. Ia sedang mengolesi selai mentega pada roti tawar. "Hallo Jack, hallo Tony. Bagaimana tidur kalian?"

Nightmare AcademyWhere stories live. Discover now