10-Again

3.6K 179 2
                                    

Pagi di hari libur yang cerah ini tak pernah sama sekali mendukung kebingungannya.

Arsen duduk bersandar di tempat tidurnya. Memikirkan hal yang tak pernah mau ia pikirkan. Hari ulang tahunnya.

Arsen selalu berharap kalau hari itu berlalu dengan cepat. Berlalu tenang tanpa tragedi apapun. Tapi hari itu akan terasa selalu panjang karena papanya pasti mengadakan pesta untuknya. Buang waktu.

Yang menjadikannya lebih bingung adalah, apakah ia harus membawa Alenna ke dalam pestanya? Atau ia biarkan Alenna dirumah agar papanya tak lebih tau Alenna?.

Jika Alenna dirumahnya sedirian sama saja tak aman. Bahaya bisa datang kapan saja dan Arsen tak mungkin boleh keluar acara sialan itu jika memang belum selesai. Dengan itu ia tak akan bisa menjaga Alenna.

Tapi apakabar Alenna jika ia membawa gadis itu dalam pestanya? Bahaya lebih banyak mengintai. Tak menutup kemungkinan kalau papanya semakin mengunci Alenna sebagai targetnya dan membahayakan Alenna kapan saja.

Hingga ia memutuskan menghubungi orang yang namanya selalu mengelilingi otaknya. Alenna.

"Lenna?",

"Kenapa?",

"Lo dimana? Dirumah kan?",

"Iya, tapi mau keluar",

"Kemana? Kan udah gue bilang jangan pergi tanpa gue",

"Iya iya",

"Mau kemana?",

"Ke cafe di deket rumah",

"Gue anter",

"Deket Arsen, nggak perlu",

"Gue anter",

"Nggak perlu, buang waktu dan tenaga lo entar",

"Asalkan lo aman, gue nggak masalah. Tunggu gue".

Asen mematikan sambungan sepihak. Ia harus cepat sampai rumah Alenna sebelum gadis itu nekat berangkat sendiri.

TINN

Suara klakson mobil sukses terdengar tepat waktu saat Alenna baru saja keluar rumahnya. Tak mau banyak cing-cong, Alenna langsung masuk dan duduk manis.

Baru saja Arsen akan menginjak pedal gas, ponselnya bergetar.

Papa. Nama yang tertera membuat Arsen jengah. Arsen mendengus pelan agar Alenna tak mendengar.

"Kenapa?" tanya Alenna yang rupanya mendengar dengusan Arsen,

"Nggak" Arsen mematikan sambungan dan memiluh melajukan mobilnya.

Ponselnya bergetar lagi.

"Angkat dulu, penting kali tuh" suruh Alenna,

"Enggak",

"Arsenn angkatt" perintah Alenna seolah merengek.

Arsen tak mau melawan juka Alenna sudah nampak merengek. Diambilnya ponsel hitam tersebut dengan berat hati.

"Kenapa?",

"Satu minggu lagi Arsen",

"Arsen nggak butuh begituan, buang waktu",

"Apa salahnya?",

"Salah, nggak berguna",

"Tak akan pernah ada penolakan dan kalau mau kamu bisa bawa gadis itu juga",

"Jangan bawa-bawa dia",

"Kenapa memang? Itu gadismu kan?",

"Iya dia gadis saya",

"Yasudah hanya itu. Dan perintah saya adalah bawa gadis itu ke pesta".

Sambungan di tutup. Arsen mendengus dan mengerang singkat.

"Ke--kenapa Ar?" tanya Alenna ragu.

Arsen menengok dan tersenyum. Hangat, namun terselip keraguan di dalamnya.

"Nggak ada" elak Arsen kembali melajukan mobilnya.

°°°

Setelah Alenna selesai bertemu dengan beberapa teman kerja kelompoknya, dilihatnya wajah Arsen nampak kesal. Seperti anak kecil memang.

"Lo kenapa sih?" tanya Alenna heran dengan perubahan drastis wajah Arsen,

"Kenapa banyak yang cowok di kelompok lo?",

"Mana gue tau, gurunya yang bikinin kelompok",

"Siapa gurunya?",

"Kenapa emang?",

"Siapa gurunya?" kalau sudah begini Arsen sudah tak mau dibelokkan,

"Bu Asse",

"Yang gamuk itu?",

"Heh! Nggak sopan lo",

"Kalo gue cincang-cincang bisa dapet banyak daging ya? Boleh nggak?" pertanyaan Arsen mulai menggila,

"Nggak!" jelas Alenna menolak mentah,

"Ayolahhh" bujuk Arsen yang tetap saja menerima penolakan Alenna,

"Nggakk! Buat apa sih begituan? Nggak guna! Nggak boleh".

Arsen mendengus. Arsen melajukan mobilnya kencang, tak peduli dengan kicauan gadis disampingnya.

Tiba-tiba saja Arsen berhenti. Membuat Alenna terpelojot kaget.

"Lo ini ngapain sihh? Mau mati? Jangan ngajak-ngajak gue kalo gitu!" kicau Alenna kesal.

Kicauan Alenna tak berhenti sampai situ. Masih banyak ceramahan dan umpatan Alenna.

"Husstt" Arsen menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir Alenna.

Alenna diam membeku. Jaraknya terlalu dekat.

"Diam oke?" ucap Arsen sangat lembut.

Dalam waktu kurang dari satu detik, Arsen mengecup singkat jarinya yang menempel di bibir Alenna, JARINYA OKE?. Hanya itu, tapi sukses membuat Alenna membeku da mengerjapkan matanya banyak kali.

"Kalo gue bikin luka sedikit adik kecil itu boleh?" Arsen menunjuk arah anak kecil yanga ada didepan mobilnya,

"Nggakkk! Lo gila ya?",

"Iya gue gila, tapi lo sayang kan?",

"Nggak" sewot Alenna dengan pipi bersemu,

"Kalo lo ngelarang, gue nggak akan ngelakuin" jawab Arsen dan setelahnya mengecup singkat kening gadisnya.

Alenna hanya mengangguk dan tersenyum kecut.

Dan rupanya benar, ia menyayangi devil-nya.

&&&

Ceeaa gegara bingung mau up apa, yasudah bikin ini saja yaa:)

Yasudah sekian semoga sukaaa😊

Maafkan typo yang ada, ini ngeditnya kekejar waktu yakin😪

Ditunggu vomment kaliann👣

Protective Devil || Completed✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang