8. Diagnosa

8.3K 653 11
                                    

⚠️WARNING⚠️

Kondisi medis disesuaikan dengan cerita. Penjelasan, gejala, dan penanganan yang dilakukan mungkin tidak sesuai dengan teori dan fakta di dunia kedokteran. Mohon dimaklumi.

🟣🟣🟣

Rasanya seperti de javu.

Ruangan serba putih dengan aroma yang sama baru saja mereka nikmati kurang dari satu bulan yang lalu. Meski di negara yang berbeda, rumah sakit tetap rumah sakit. Tempat yang menakutkan untuk sebagian orang karena sarat akan rasa sakit dan kehilangan.

Duduk di kursi tunggu ruang gawat darurat, ayah Jimin menumpu kedua sikunya di paha. Kepalanya tertunduk dalam. Sudah belasan menit berlalu, namun belum ada seorangpun yang memberikan penjelasan atas kondisi putra sulungnya. Hatinya penuh dengan ketakutan, karena kondisi Jimin jelas merupakan indikasi serius.

Di samping ayahnya, Jihyun menangis dalam diam. Tidak ada isakkan. Hanya air mata yang terus berjatuhan karena shock yang belum juga usai. Saat Jimin pulih dari kecelakaan, ia pikir, bagian tergelap dari imajinasinya tidak akan pernah muncul lagi. Ia pikir hanya akan ada hari cerah yang menanti, dan kakaknya akan kembali pulih seperti sedia kala. Lalu hari ini, pikiran dangkalnya itu terpatahkan.

Seo Minwoo, dokter yang menangani Jimin muncul melalui pintu otomatis. Dokter muda itu mencoba tersenyum meski tahu sia-sia. Setidaknya ia harus berusaha terlihat tenang di depan keluarga pasien.

"Abeonim." Sapaan akrab itu ia tujukan untuk ayah Jimin. "Kita bicarakan di ruangan saja. Mari..."

Jihyun melihat orangtuanya saling pandang, kemudian ayahnya meminta ia menunggu di tempat sementara mereka bicara dengan dokter. Bukan masalah, karena Jihyun juga tidak mau mendengarkan penjelasan menyeramkan tentang kakaknya.

Tidak lama berselang, pintu otomatis kembali terbuka. Jihyun melihat brangkar kakaknya di dorong oleh dua orang perawat dan satu orang lagi yang memegangi cairan infus. Ia tidak sempat bertanya. Seorang dokter memintanya untuk menunggu di ruang rawat yang sudah disiapkan. Jimin akan dibawa ke sana setelah pemeriksaannya selesai.

Sekitar tiga puluh menit ia menunggu, akhirnya Jimin diantarkan ke kamar rawat. Begitupun orangtuanya yang mengekor di belakang rombongan tim medis. Wajah sembap ibunya terlalu kentara untuk Jihyun abaikan. Pemuda itu memejamkan mata sambil menghembuskan napas berat. Rasanya tidak siap dengan berita buruk yang harus ia hadapi.

Dokter Seo Minwoo mempersilakan rombongan itu meninggalkan ruangan. Sekarang hanya ada mereka berlima. Jihyun mendekat pada ibunya yang sesekali masih meneteskan air mata.

"Jihyun-ah, perkenalkan. Aku Seo Minwoo, dokter yang bertanggung jawab atas kakakmu. Mungkin kau lupa, tapi sebetulnya kita sudah sering bertemu."

Ya, memang. Kakek dan neneknya pernah di rawat di rumah sakit ini. Beberapa kali mereka berpapasan, namun belum pernah lebih dari sekedar menyapa. Ketika Jimin kontrol pun, ia tidak pernah ikut karena harus kuliah. Hari ini akan jadi kali pertama mereka bicara banyak hal.

"Aku sudah membicarakan kondisi Jimin dengan orangtuamu, tapi ada beberapa hal yang perlu aku tanyakan. Mereka bilang, selama Jimin dirawat di rumah, kau yang paling sering bersamanya. Aku boleh bertanya beberapa hal?"

Jihyun melirik ibunya sebentar, sebelum menatap ragu pada Dokter Minwoo. "Ya... Kurasa."

"Kita bicara di luar?"

Jihyun mengangguk, kemudian mengikuti dokter muda itu. Sampai di ruang tunggu, Jihyun disuruh duduk di salah satu kursi, sementara Dokter Minwoo membeli minuman kaleng dari mesin otomatis. Ia menenteng dua kaleng minuman, lalu memberikan salah satunya pada Jihyun. Sensasi hangat langsung menjalar di telapak tangannya.

Last Show For Jimin [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now