#Diarasa-7

11 0 0
                                    

"Jara,"

"Hai, Assa. Senang bertemu kembali denganmu."

"Mengapa baru terlihat?"

"Mengapa aku harus selalu terlihat?"

"Setidaknya kau memberi kabar,"

"Maaf. Kau tahu, ada hal-hal yang tak perlu diberitakan."

"Ish, kau selalu saja memiliki alasan!!"

"Haha, memang begitu 'kan? Apa jawabanku salah?"

"Terserah!?"

"Aku kira kau akan berubah, Sa. Tetapi sepertinya tidak, ya? Kau masih saja suka merajuk,"

"Ini bukan rajukan, Jara. Harusnya, ketika kau pergi, kabarmu masih bisa kutemukan!"

"Waktu 6 bulan tak lama, Sa. Lihat sekarang, aku kembali."

"Itu menurutmu! Tapi 'kan menurutku sangat lama, Jara! Tak ada yang mendengarkanku lagi,"

"Aku sudah memperingatimu 'kan? Aku tak abadi, Sa. Jangan menggantungkan harapan,"

"Tap-"

"Sudahlah. Jangan banyak alasan. Bagaimana kabarmu?"

"Aku buruk,"

"Mengapa?"

"Entahlah. Hariku terasa sangat berat,"

"Bukan karena merindukanku 'kan?"

"Mungkin salah satunya,"

"Haha. Jujur sekali kau,"

"Kamu 'kan yang selalu berkata untuk jujur pada diri sendiri,"

"Iya, kau masih mengingatnya ternyata. Aku juga merindukanmu."

"Bagaimana harimu disana?"

"Terasa kurang tanpa ocehanmu, Sa. Tetapi setidaknya aku banyak belajar disana."

"Benarkah?"

"Apanya?"

"Kau belajar banyak disana?"

"Sangat banyak,"

"Salah satunya?"

"Yaa, tentang bagaimana menghargai waktu, Sa. Terasa cepat berlalu jika berada disana,"

"Bukankah waktu sama saja?"

"Memang. Tapi cara kita melewatinya yang berbeda, Sa."

"Maksudmu?"

"Kalau disini, waktu yang kulewati setidaknya sangat sederhana, Sa. Tapi disana, jika melewatkan sedetik, kesempatan yang bisa di dapatkan akan hilang."

"Wah, persaingannya sangat besar, ya?"

"Iya. Tapi dari situ aku belajar. Bahwa penghargaan terhadap waktu akan memudahkan segalanya, Sa. Terasa ada makna."

"Berarti, aku juga harus kesana untuk bisa menghargai waktu,"

"Astaga. IQ mu tak bertambah rupanya. Bahkan saat kau disini pun, menghargai waktu dapat kau lakukan, Sa."

"Caranya?"

"Dengan kegiatan yang kau rasa baik dan menyenangkan untukmu, Sa. Menghargai setiap momen yang kau lewati, setidaknya itu berarti kau benar-benar menjalani hidupmu."

"Aku ingin bijak sepertimu, Jara."

"Jadi diri sendiri itu lebih baik dari apapun, Sa. Kau hanya belum menemukan sisi terbaik dirimu."

"Tapi aku merasa tak sehebat dirimu,"

"Bagaimana bisa kau menjadi hebat, jika kau tak menghebatkan dirimu, Sa? Orang lain bukan penentu kehidupanmu. Kau yang menjadi pemegang kendali."

"Aku selalu mendengarkanmu, Jara. Semua nasihatmu, aku selalu ingin melakukan yang terbaik. Namun, mengapa sampai saat ini aku tak bisa?"

"Itu karena kau mengunci dirimu sendiri, Sa. Kau membatasi dirimu. Saat kau ingin menjadi lebih baik, sisi dominanmu kembali datang untuk mengkerdilkan tekadmu, kau bukannya tak bisa, hanya saja kau masih tak benar-benar ingin untuk berubah, Sa. Ada dinding tebal yang tanpa kau sadari telah tercipta di pikiranmu,"

"Lalu, aku harus bagaimana?"

"Sayangi dirimu sendiri, Sa. Namun, sebelum itu kau harus menemukan dirimu secara utuh,"

"Akan kucoba,"

"Kau pasti bisa. Perlahan saja, semua yang melewati proses akan berkembang dengan sendirinya."

"Kau benar. Kalau begitu sampai jumpa,"

"Ayo kuantar saja."

-snjnl

11 Desember 2018

Diarasa -Dialog Jara & Assa-Where stories live. Discover now