#Diarasa-11

11 1 0
                                    

"Sepertinya aku tidak tahu harus bagaimana lagi menjalani kehidupan ini, Jara."

"Ada apa denganmu?"

"Menurutmu, aku kenapa?"

"Ya.. mana ku tahu kalau kau tidak bicara,"

"Hm, aku merasa.. seperti kosong."

"Dalam hal?"

"Hal apapun di dunia ini,"

"Apa penyebabnya?"

"Kalau aku tahu, aku pasti katakan padamu. Tetapi sekarang, aku tak tahu. Tiba-tiba saja semuanya terasa tak bermakna."

"Memang apa yang kau lakukan seminggu terakhir?"

"Ish! Kau banyak tanya deh!"

"Bagaimana aku tahu, kalau tidak bertanya, Sa."

"Beri aku nasehat, jangan tanya terus!"

"Nasehat harus sesuai dengan keadaanmu, Sa. Bukan sekadar memberi nasehat saja."

"Tapi, kan aku hanya butuh itu. Tidak butuh yang lain."

"Kau butuh, Sa. Orang yang mendengarkanmu, misalnya."

"Kan sudah ada kau. Jadi tidak masuk hitungan."

"Kalau aku tidak ada?"

"Aku akan mencari orang lain untuk mendengarkanku,"

"Kalau kau tak menemukannya?"

"Pasti ada, setidaknya orang yang mirip denganmu saja sudah cukup."

"Ya, baiklah. Jika orang itu tidak memberimu nasehat seperti yang kamu minta?"

"Maka aku akan meminta pada Tuhan mengirimmu kembali kepadaku."

"Seenaknya saja. Memang kau sedekat itu dengan Tuhan?"

"Iyalah! Aku, kan manusia paling baik di muka bumi!"

"Wah-wah,aku baru melihat manusia yang memuji dirinya sendiri sepertimu."

"Siapa lagi yang mau memuji diriku, kalau bukan aku Jara."

"Memang memuji diri penting ya?"

"Bagiku penting, toh aku akan lebih percaya diri setelah memuji diriku."

"Jadi kau akan merasa rendah diri, jika tak memuji dirimu?"

"Aku, kan manusia biasa, Jara. Kadang ada yang membuat diriku iri dengan orang lain. Nah, memuji diriku sendiri salah satu upaya agar aku bisa percaya aku tak kalah baik dibanding orang itu."

"Mengapa harus begitu, Sa? Mengapa tidak percaya pada dirimu karena memang dirimu patut untuk dipercaya? Mengapa harus membandingkan diri dengan orang lain agar tidak merasa rendah? Mungkin itu salah satu yang membuatmu merasa kosong."

"Sudah ku bilang, kan Jara. Aku hanya manusia biasa, tidak setiap perasaan yang ada di hatiku selalu baik."

"Kalau begitu latih, Sa. Kamu tidak pernah mendengar bahwa hati adalah hal terdekat kita dengan Tuhan? Tuhan pasti tahu isi hatimu,"

"Susah, Jara."

"Susah bukan berarti tak bisa, kan? Jangan pernah memandang rendah dirimu sendiri, Sa. Bukankah Tuhan yang bilang sendiri bahwa kita adalah sebaik-baik makhluk yang diciptakanNya?"

"Kalau begitu, mengapa aku merasa kosong?"

"Harusnya jawabannya sudah kau temukan."

"Apa?"

"Tanya dirimu sendiri."

"Diriku tak bisa menjawabnya, Jara."

"Karena kau tak bersungguh-sungguh mencarinya, Sa. Kau merasa kosong karena kau hanya tahu saja bahwa Tuhan tidak akan meninggalkanmu, tapi kau tak pernah memaknainya. Kau merasa kosong karena kau tak punya alasan untuk tetap hidup selain karena masih bernapas, kau buta arah dan tak tahu harus kemana, Sa."

"Jadi apa yang harus ku lakukan, Jara?"

"Yakini bahwa Tuhan selalu bersamamu, Sa. Lalu cari tujuan kau hidup dengan sebenarnya. Kau pasti telah mendengar ratusan kali bahwa kita tak mungkin tiba-tiba ada di bumi tanpa mempunya tujuan, kan? Temukan itu."

"Dimana aku harus mencarinya, Jara? Jujur saja, semakin hari aku merasa lelah untuk tetap bertahan hidup."

"Dalam dirimu ada jawaban, Sa. Maknai lebih dalam, minta kepada Tuhan petunjuk. Jangan hanya datang saat memiliki masalah, bahkan ketika kau merasa baik-baik saja harusnya kau datang kepadaNya. Bersyukur tentang semua yang Dia berikan. Tanpa pamrih, Sa. Bahkan kebaikan Tuhan mengalahkan pengorbanan seorang Ibu untuk anaknya. Sadari itu. Jangan pernah merasa menyerah saat kau masih memiliki napas, Sa. Itu artinya kau masih memiliki kesempatan untuk terus mencoba menjadi lebih baik. Memaknai semuanya dengan hati yang lebih jernih. Berproses hingga berada di titik kau tak membutuhkan apapun lagi, kecuali Tuhanmu. Ini sungguh perjalanan panjang, Sa."

"Wah.. Sungguh berat untuk menjadi manusia,"

"Ini tanggungjawab kita, Sa. Kita telah dipilih diantara manusia lain untuk berperan di bumi dengan keadaan hidup kita selama ini. Ujian memang berat, tetapi akan mendapat balasan yang jauh lebih baik, kan?"

"Jika disuruh memilih, aku rasanya tidak ingin menjadi manusia."

"Tetapi ini memang bukan pilihan, Sa. Jadi kau mau menjadi apa? Hewan yang tak punya akal untuk membedakan yang baik dan benar? Tugasnya hanya mencari makan dan beranak serta tidur? Itu yang kau inginkan dalam hidup ini, Sa?"

"Ku rasa itu menyenangkan,"

"Lalu kau tak akan dikenang, Sa. Kematianmu hanya angin lalu bagi makhluk di bumi, tak berarti apa-apa. Tak meninggalkan kebaikan juga kejahatan, hilang sekejap kemudian dilupakan selamanya. Itu yang kau inginkan?"

"Hm.. Pembahasanmu semakin berat. Aku mau tidur saja,"

"Hahaha, ya sudah. Dinginkan pikiranmu lalu segera istirahat. Semua yang kau alami pasti akan membaik, Sa. Percaya pada Tuhan. Ini mudah."

"Aku akan berusaha, Jara."

***

17/10/19

snjnl

Diarasa -Dialog Jara & Assa-Where stories live. Discover now