17. Peduli

463 59 8
                                    

"Mau kemana sih lo?"tanya Satria.

"Cari orang"jawab Fero.

"Kita juga orang kali,ngapain dicari"kata Satria lagi.

"Diem deh lo"jawab Fero.

"Udah ikutin aja"kini Fadhil yang berbicara.

Sedangkan Gito masih berjalan tenang dengan tangan yang dimasukkan ke saku. Cool banget deh.

Fero berjalan gusar menjelajahi setiap tempat di sekolahnya. Mencari seseorang yang pasti butuh teman.

Mereka sudah berkeliling ke rooftop,kantin,kelas-kelas di tiga angkatan bahkan ke toilet pun sudah.
Tapi sosok yang dia cari tak kunjung ditemukan.

Taman belakang. Ya,tempat itu satu-satunya harapan Fero sekarang. Fero mempercepat langkahnya ke tempat itu. Dia menghela napas lega saat melihat seseorang duduk disana.

"Jadi dia yang lo cari-cari?"tanya Fadhil sedikit menggoda Fero.

"Iya. Yaudah kalian pergi sana"usirnya pada ketiga sahabatnya.

"Waduh buseeet. Tadi aja minta tolong sekarang malah diusir"kata Satria.

"Parah lo bro" Fadhil menutup mulutnya lalu menggelengkan kepala dengan dramatisnya.

"Gue nggak nyangka jadi selama ini-"Satria menggantung kalimatnya lalu ikut melakukan hal yang dilakukan Fadhil.

"Bacot deh kalian"ucap Fero.

"Udah biarin"kini Gito yang berbicara.

Mereka bertiga sontak menolehkan kepala kearah Gito.

"Dari tadi ngomong napa?"tanya Fero.

"Udah deh kalian masuk kelas sana, izinin gue sama buk Ranti ya"tambahnya seraya berjalan ke tempat seseorang yang dia cari tadi.

"Ya"jawab Gito.

"Gue nggak nyangka Fer"ucap Fadhil masih juga dramatis dan berjalan mundur.

"Gue juga nggak nyangka"Satria kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dan ikut berjalan mundur.

Gito merangkul bahu kedua sahabatnya tetapi dari depan dan menyeretnya. "Gausah ganggu"ucapnya.

Satria dan Fadhil menolehkan kepala ke arah Gito. "Iya deh babang Gito".

"Jijik" Gito melepaskan rangkulannya dengan keras.

"Waduh santai bang"ucap keduanya.

Gito tidak mempedulikan mereka. Dan hanya berjalan santai mendahului mereka.

"Woi tungguin kita"mereka kemudian berlari  mengejar Gito.

                                  ***

    Adist duduk seorang diri disini. Dia meluapkan segala emosinya dengan menangis. Ya,dia hanya menangis. Dia tak ingin membalas kelakuan sahabatnya. Itu akan tambah memperkeruh suasana. Dan akan membuat hubungan mereka semakin buruk.

Ini merupakan salah satu konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya.Jadi,biar dia yang menanggungnya sendiri.

                                 ***

Fero berjalan mendekati orang itu dan duduk di sebelahnya.

"Kenapa lo nggak masuk kelas?"tanyanya. Padahal dia sudah tau apa yang terjadi.

Dia mendongak dan menatap ke arah Fero namun hanya sekejap.

Dia kembali menangis.

Fero menghembuskan napasnya kasar. "Apa salahnya sih lo cerita sama gue?"tanyanya lagi.

Tak ada jawaban.

"Kalau lo cerita,itu bakal ngurangin beban lo. Siapa tau gue punya solusi"ucapnya lagi.

Masih tak ada jawaban,hanya isakan kecil yang terdengar.

Fero melipat tangannya di belakang kepala lalu mendongak menatap langit yang berwarna biru cerah.

"Masalah itu kalau lo pendam sendiri nggak bakal selesai. Lo malah makin merasa terbebani kalau lo nggak bisa menyelesaikannya".

Adist berhenti terisak namun air matanya masih membasahi pipi putihnya.

"Kalau lo pikir masalah lo itu berat maka ceritain sama orang lain biar lo ngerasa ringan. Bukan malah nangis sendirian kayak gini".

"Sejak kapan lo peduli sama gue?"tanyanya dengan suara serak.

"Sejak gue liat lo nangis-nangis gini"jawabnya.

"Dan kenapa lo peduli sama gue?"tanyanya lagi.

"Ehh lo jangan geer dulu ya. Gue peduli sama lo itu karena gue nggak mau lo mati bunuh diri karena masalah lo. Kan dosa lo masih banyak,apalagi dosa lo sama gue"jawabnya enteng lalu tertawa menyebalkan.

Adist berdecak melihatnya kemudian memukul lengan Fero dengan keras. "Apaan sih lo".

"Aww sakit" Fero mengusap lengannya.

"Bodo".

"Nah,gitu kan bagus"ucap Fero.

"Ha?" Adist mengerutkan keningnya.

"Muka lo udah jelek kalau nangis malah tambah jelek. Ya kalau sekarang kan bagus cuma jelek doang"jawabnya.

"Ihh apaan sih lo. Nyebelin banget ".

"Tapi lo terhibur kan?"Fero menaikkan sebelah alisnya.

"Enggak tuh" Adist memalingkan wajahnya.

"Yakin?"dia menaik-naikkan kedua alisnya.

"Dikit".

"Yakin cuma dikit?"dia kembali menggoda Adist.

"Hm".

Fero tertawa melihat ekspresi Adist yang terlihat kesal itu. Walaupun matanya masih sembab.

"Yaudah yuk. Pulang"ajaknya.

"Pulang?" Adist terlihat bingung.

"Iya"Fero mulai berjalan meninggalkan Adist.

"Ini kan masih jam pelajaran"sanggahnya.

"Itu makanya lo jangan menyendiri,jadi gak tau informasi kan" Adist mendengus.

"Hari ini pulang cepet,guru-guru pada rapat"jelasnya.

Adist hanya membulatkan bibirnya tanda mengerti.

"Masih betah disini lo?"tanya Fero saat melihat Adist masih duduk tenang di atas kursi kayu itu.

"Eh nggak" Adist berlari mengejar Fero yang tambah jauh.

"Tungguin gue elah".

"Nah gitu dong dari tadi. Jangan nagis lagi"ucap Fero.

"Iyaa".

                                 ***

Uhuyyy.

Perhatian pertama setelah kita berjumpa.

Hmm❤❤❤





AdistcaWhere stories live. Discover now