23.Lautan zinnia

408 33 5
                                    

   Adist melirik-lirik ke kaca spion melihat Fero yang sedang mengendarai motor hitamnya. Sejak tadi pria itu tak mengatakan satu patah kata pun. Dia terlihat masih emosi.

Adist begitu penasaran kemana dia akan dibawa dan dia juga begitu takut untuk menanyakannya.

Adist menggigit bibir bawahnya.
"Ki-kita mau kemana kak?"tanya Adist ragu bahkan dia menggunakan embel-embel 'kak' pada Fero.

Fero diam dan masih fokus berkendara.

Adist menarik napasnya dalam.

Adist mengurungkan niatnya untuk kembali bertanya dan memilih diam seperti Fero. Toh,nanti dia juga tau dia akan dibawa kemana.

Dan dia percaya bahwa Fero tidak akan berbuat macam-macam padanya. Ya,Adist percaya itu.

Adist memilih untuk memandangi sekelilingnya, mereka melewati pohon-pohon rindang yang menyejukkan mata. Juga banyak bunga-bunga yang tumbuh di pinggir jalan.

Adist menarik napasnya,merasakan kesegaran udara disini.

Motor berhenti,membuat Adist turun sebelum disuruh Fero. Dia terlalu takut untuk melihatnya.

Adist merapikan rambutnya yang sedikit berantakan sedangkan Fero berjalan mendahuluinya.

"Ikut gue"ucapnya tanpa menunggu Adist.

"Mau kemana?"tanya Adist ragu.

Tak ada jawaban,dia tetap berjalan mendahului Adist.
Adist pun memilih untuk mengejar Fero.

Adist memandang ke sekelilingnya,dia berjalan di jalan setapak yang ditumbuhi rumput-rumput ilalang. Sangat cantik perpaduan antara warna hijau dan putih itu.

"Capek"ucap Adist yang sudah ngos-ngosan. Pasalnya sekarang jalan yang mereka lalui sudah mendaki dan mereka belum sampai juga.

Fero berhenti kemudian menoleh ke belakang membuat Adist tersenyum.
"Bentar lagi sampe,jalan!"ucapnya tak ramah.

Adist memajukan bibirnya dia kira tadi Fero akan berbaik hati untuk menggendongnya nyatanya tidak.

Adist kemudian berjalan menghentak-hentakkan kakinya dan menundukkan kepalanya. Dia terus mengomel-ngomel sepanjang jalan.

"Udah dibilang capek,berhenti benyar kek. Duduk dulu kek"dia terus mengomel tanpa mengangkat kepalanya.

"Dist".

"Nggak usah panggil gue"ucapnya ketus dan tak mau mengangkat kepala.

"Adist".

"Gue bilang nggak usah panggil gue"ucapnya dengan nada marah.

"Angkat kepala lo,kita udah sampe"ucap Fero tanpa menghiraukan ucapan Adist tadi.

Dan dengan terpaksa Adist mengangkat kepalanya.

Yang pertama dia lihat adalah hamparan bunga zinnia berwarna-warni.

Seketika mulut Adist yang tadi maju berganti menjadi sebuah senyuman.

"Wahh"mulutnya menganga takjub dengan apa yang dia lihat.

"Cantik banget"dia memutar tubuhnya untuk melihat bunga-bunga zinnia di belakangnya.

Dia berlari kesana kemari dan berteriak tak percaya,seakan dunia ini miliknya sendiri.

Dia tersenyum bahagia seolah semua bebannya terangkat ke langit bersama ucapan kagumnya.

Fero pun ikut tersenyum melihatnya.

"Dist" Adist menggerakkan kepalanya ke arah Fero.

"Sini"Fero melambaikan tangannya ke arah Adist.

Adist tersenyum lalu berlari ke arah Fero yang sedang duduk di bawah pohon besar yang rindang,di puncak bukit kecil itu.

Pohon itu berada di tengah-tengah lautan bunga zinnia ini. Seolah menjadi pusat dari tempat ini.

"Duduk sini"dia menepuk rumput disebelahnya. Adist menurut.

"Gimana? Suka?"tanyanya.

"Suka bangeeett,subhanallah".

"Sumpah gue baru kali ini datang ke tempat secantik iniiii,beneran deh"ucap nya tak sabaran.

"Gue kayak dejavu sama film teletubbies deh tapi bedanya disana gak ada bunga-bunga kayak gini".

"Aduhh gue mimpi apa sih semalem,gue ngerasa kayak di surga deh benerann"ucapnya melampiaskan rasa kagumnya.

Fero terus memandangi wajah Adist yang tak berhenti menyunggingkan senyum. Fero tersenyum seolah tertular senyuman Adist.

"Kenapa lo nggak ngajak gue dari kemaren-kemaren aja sih?"tanya nya.

"Tadi aja ngeluh-ngeluh capek"ucap Fero.

"Ya tadi lo nggak bilang sih kita mau ke tempat kayak gini. Coba aja lo bilang,pasti gue udah lari-larian buat nyampe sini"ucapnya bersemangat.

"Kalau dari tadi lo bilang,gie bakal ngeluarin jurus seribu baya-".

Tanpa sadar,Fero menggerakkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Adist. Hal itu membuat Adist berhenti mengoceh dan terdiam dalam sedetik.

"Eh sorry"ucapnya canggung ketika sadar apa yang telah dilakukannya.

"Nggak papa"jawab Adist sama canggungnya.

Mereka diam dalam beberapa saat. Saling merutuki diri sendiri.

"Hm Btw, lo kok bisa tau tempat ini sih?"tanya Adist mencoba mencairkan suasana.

"Oh,tanah ini punya keluarga gue"jawabnya mencoba santai.

Adist membulatkan bola matanya "tanah seluas ini,punya lo?".

"Hm".

"Nggak cukup ya sekolahan aja yang lo punya,tanah seluas ini juga? Wahh"ucapnya kagum.

"Bukan gue,tapi ortu gue"sanggah Fero.

"Ya sama aja,kan lo anak tunggal. Otomatis semua yang ortu lo punya bakal jadi punya lo dong"ucap Adist.

"Siapa bilang gue anak tunggal?"tanya Fero.

Adist msngerutkan keningnya "Bukannya iya,ya?"Adist balik bertanya.

"Nggak,gue anak ketiga".

"Ha?tapi kenapa gue nggak pernah liat kakak-kakak lo?".

Fero menghembuskan napasnya. Raut wajahnya berubah sedih. Adist jadi merasa bersalah.

                              

                                  ***

TBC.

Btw,kalau kalian ga tau bunga zinnia kayak apa kalian bisa searching kok. Atau aku tunjukkin aja deh (kan aku baik ;v).

Kira-kira kayak gitu😘.
Bakal lanjut hari ini juga❤❤.

AdistcaWhere stories live. Discover now