83. Flirtationship

7.9K 494 14
                                    

Aku lebih memilih menghabiskan makan siang ku di ruangan, bersama semangkuk salad buah yang ku bawa dari rumah.

Aku hanya terlalu malas untuk bangkit dari kursiku.

Setelah menemui Savio pagi tadi, aku benar-benar langsung pergi ke kantor, kembali bergulat dengan tumpukan berkas dari berbagai devisi yang harus ku pelajari satu persatu.

*toktoktok*

Aku di kejutkan dengan ketukan di pintu saat aku baru saja memasukan sendokan kedua salad di mulutku.

"Come" ucapku meminta seseorang di baliknya untuk segera masuk.

Aku menatap pintu kayu ruanganku terdorong kedalam, hingga memunculkan seseorang di baliknya.

"Hallo, saudari perempuan" kekehnya seraya mulai melangkah masuk.

Tubuhku mematung, mataku menatapnya horror saat ia terus melangkah kian mendekat hingga menjulang di hadapanku.

Kaki kanan nya sedikit ia seret saat berjalan, sebuah plester di hidungnya, dan beberapa lebam di sudut bibir dan ujung matanya.

"Kenapa kau menatapku seolah kau baru saja mendengar kabar kematian ku kemarin?" Lanjutnya seraya berdecak malas.

Aku mengerejapkan mataku berkali-kali.

"Ello?" Ucapku yang lebih terdengar seperti berbisik.

Pria berlesung pipi itu memutar mata sebelum memilih mendudukkan dirinya di kursi tepat di hadapan mejaku.

"Kau... umm, kau menemui ku?" Ucapku sedikit tergugup.

Ia menaikan satu alis matanya sebelum menopang dagunya di meja untuk akses yang lebih intens menatap wajahku.

"Tentu saja, aku merindukanmu" kekehnya lagi hingga aku berfikir jika lesung itu hampir melubangi pipinya.

Kemudian aku kembali di kejutkan dengan ia yang bergerak untuk sekedar mengacak rambutku.

Aku merona. Jelas!

"Apa kau juga tak merindukan kakak tertampan mu ini?" Ucapnya berusaha terdengar riang namun yang ku dengar justru begitu lirih.

Deg!

Kakak?

Aku tersenyum miris.

Oh ya, dia kakak ku.

Tapi, oh shit!

Kenapa saat ini aku terdengar menjijikkan saat batin ku melafalkan kalimat itu bersamaan dengan memori di kepalaku yang juga tengah memutar adegan di mana ia mencium ku tempo hari?

Ya Tuhan!

Aku memukul dahiku beberapa kali.

"Hey, ada apa?" Kekehnya lagi berusaha menghentikan aksi brutalku.

Aku mendesah panjang, enggan membicarakannya lagi.

"Umm... Kau tak pergi makan siang?" Lanjutnya kembali seraya menatapku berbinar.

Oh, okay? bagaimana mungkin aku mampu mengakui pria tampan di depan ku ini sebagai kakak ku saat ia terus menerus memberikan tatapan memujanya seperti ini?

Aku menggeleng kan kepala ku dengan kaku untuk menjawab pertanyaannya.

Ha! Dan kenapa saat ini aku lebih terlihat seperti seekor babi yang tertangkap basah mencuri makanan dari ladang?

"Hazel..." Ello kembali memberikan suaranya.

"Aku merindukan mu, sangat merindukan mu" lanjutnya lirih.

Stockholm Syndrome (COMPLETED)Where stories live. Discover now