01 [b]

8.6K 1.1K 72
                                    

"Mungkin kau salah lihat, atau kau terbawa lamunan sehingga kau berpikir lelaki itu tampak mirip dengan Lucas." Renjun melirik kearah sahabatnya yang begitu murung setelah bercerita.

Haechan menghela napas, "Masalahnya lelaki itu tidak mirip dengan Lucas. Dia lebih seperti pangeran hedonis yang salah tempat di warung kopi itu."

"Kalau kau sebegitu penasarannya, kenapa kau tidak mendekati laki-laki itu?"

Haechan mengerjapkan matanya, "Aku, aku takut..."

"Takut apa? Takut jadi korban pesona sang pangeran hedonis?" Renjun terkekeh.

Bukan. Gumam Haechan dalam hati. 'Aku takut kalau aku sudah gila dan mengira semua orang sebagai Lucas. Aku takut kalau ternyata aku hidup di dunia khayalanku selama ini.'

Renjun menatap Haechan dengan simpati, sahabatnya itu masih sering melamun dan tampak sedih, bahkan setelah setahun kematian Lucas.

Ya, siapa juga yang tidak sedih, ditinggalkan kekasihnya sehari sebelum pernikahan mereka, kalau Renjun mungkin tidak akan bisa setegar Haechan menghadapinya.

"Datanglah ke sana lagi."

"Apa?" Haechan mendongakkan kepalanya, mengernyit.

"Datanglah ke warung kopi itu lagi, mungkin saja kau akan berjumpa laki-laki itu lagi. Entah dia memang mirip Lucas atau dia hanya halusinasimu, setidaknya kau tidak akan bertanya-tanya lagi."

[•]

Haechan melangkah ragu memasuki warung kopi itu. Hari ini, tepat seminggu kemudian, pada jam yang sama, hari yang sama. Dia duduk dan memesan seperti biasa, lalu menunggu sambil mengeluarkan buku bacaan yang selalu dibawanya kemana-mana, terjemahan novel sastra inggris lama, berjudul Jane Eyre.

Hari ini juga sama, hujan turun begitu deras di luar, mendung membuat langit menghitam, sehingga suasana sore ini tampak seperti malam. Dan Haechan menunggu. Menunggu laki-laki yang mirip lucas itu.

Lama. Hampir satu jam Haechan menunggu, tetapi lelaki itu tak kunjung datang. Mungkin dia tak akan datang lagi, Haechan mendesah kecewa.

Mungkin kemarin memang hanya halusinasinya. Halusinasi yang muncul kala hujan turun. Karena dia terlalu merindukan Lucas.

Warung kopi itu sudah hampir tutup karena sore sudah menjelang. Dan meskipun hujan masih turun dengan derasnya di luar, Haechan mengemasi tasnya, kemudian melangkah pergi. Dengan gontai, dia berjalan menyusuri trotoar, berpayungkan payung kecil warna merah hati.

Entah kenapa dia merasakan sebersit kekecewaan karena ternyata laki-laki itu tidak ada. Yah, lagipula apa yang diharapkannya? Mana mungkin sebuah kebetulan terjadi dua kali?

"Hey. Tunggu sebentar."

Langkah Haechan terhenti ketika menyadari panggilan itu ditujukan kepadanya. Memang mau kepada siapa lagi? Trotoar itu sepi karena semua orang memilih berteduh di dalam, menghindari hujan deras.

Dengan hati-hati Haechan membalikkan badannya, dan untuk kesekian kalinya, ia tertegun.

Lelaki itu.

Dan memang tidak mirip dengan Lucas. Sedang melangkah tergesa mengejarnya, tanpa mempedulikan baju dan rambutnya yang basah kuyup di terpa hujan. Novel Jane Eyre miliknya terlindung dalam lengan laki-laki itu.

Menghitung Hujan (Markhyuck)Where stories live. Discover now