06

4.5K 715 288
                                    


Aku dan kamu....

Memaafkan keraguan, berdansa dengan kepercayaan.

Mengertikan kemelut hati yang tersesat, tuk mencari tahu jalan pulang.

Memilih hidup yang hanya satu

Hanya satu, dan selalu begitu

Tak ada ragu

Selalu kembali kepadamu...

[ M e n g h i t u n g  H u j a n ]
[06]


Mark menyuapi Jaemin dengan bubur dari rumah sakit. Jaemin memang belum boleh menyantap makanan yang keras karena perutnya masih belum bisa mencernanya, tetapi dia sudah bisa makan bubur sehingga tidak tergantung lagi pada infusnya.

Mereka tidak pernah membahas lagi tentang perpisahan. Mark menahan dirinya, mencoba bertahan untuk berada di samping Jaemin dan merawatnya ketika pemuda itu sakit.

Semua orang benar, Mark menyimpan hutang budi yang luar biasa kepada Jaemin, dia baru menyadarinya sekarang, bahwa merawat orang sakit ternyata melelahkan. Dan Jaemin telah melakukan bertahun-tahun untuknya, merawatnya ketika dia lemah tak berdaya. Mungkin jauh di dasar hatinya Mark berharap apa yang dilakukannya ini bisa menebus hutang budinya kepada Jaemin. Meskipun ia yakin bahwa itu tidak mungkin.

Hutang budinya terlalu besar, dan hanya bisa dibayar kalau dia melanjutkan pertunangannya dengan Jaemin menuju jenjang pernikahan. Tetapi bisakah sebuah pernikahan dijalankan atas dasar hutang budi?

Dasar itu terlalu lemah untuk menjadi fondasi mereka. Jaemin bilang kalau dia akan berusaha dan dia pasti bisa membuat Mark kembali mencintainya. Tetapi Mark meragu. Jantungnya tidak berdebar bersama Jaemin. Cintanya sudah pasti bukan lagi untuk Jaemin.

Kalau Mark melanjutkan pertunangan ini kembali, itu sama saja dia sudah mati.
Raganya hidup tapi jiwanya mati.

[•]

"Mark?" Jaemin lirih, membangunkan Mark dari lamunannya. Lelaki itu tergeragap dan mengalihkan matanya ke arah Jaemin.

"Apa Jaemin?"

Jaemin mengamatinya dalam-dalam, lalu menatap ke arah mangkuk yang dibawa Mark, "Buburnya sudah habis."

Mark menunduk dan mengamati mangkuk di tangannya. Mangkuk itu sudah habis isinya, dia bahkan tidak ingat sudah menyuapi Jaemin sampai habis. Ditatapnya Jaemin dengan malu, "Maaf."

Jaemin tersenyum lembut, "Tidak apa-apa Mark."

Mark kemudian berdiri dan meletakkan mangkuk itu ke nampan piring kotor, setelah itu dia menoleh ke arah Jaemin. "Bagaimana keadaanmu?"

Jaemin meringis, "Masih sakit."

Hal itu membuat Mark menghela napas, kondisi Jaemin sudah membaik, itu pasti. Rona mukanya sudah cerah, bahkan dokterpun mengatakan bahwa Jaemin sudah boleh pulang asal beristirahat di rumah dengan intens. Tetapi Jaemin selalu mengatakan bahwa dia masih sakit dan tidak mau meninggalkan rumah sakit, dia selalu mengeluh perutnya sakit dan kepalanya pusing.

Semula Mark bingung, tetapi kemudian Mark menyadari, bahwa Jaemin selalu
mengatakan bahwa dirinya sakit karena ketakutan, dia takut ditinggalkan Mark lagi kalau ternyata dia sudah sehat. Apa yang dilakukan Jaemin itu membuat Mark sedih.

Oh ya ampun, kenapa pemuda ini begitu mencintainya? Kenapa dia tidak bisa melepaskan Mark dengan mudah? Kenapa dia begitu menginginkan Mark bersamanya?

Pemikiran itu membuat Mark merasa frustrasi, tetapi dia menahannya. Jaemin pernah berakhir dalam kondisi buruk ketika Mark bersikap tegas dan menolaknya. Mark tidak mau Jaemin berakhir di rumah sakit lagi atau menanggung resiko fatal kalau dia meninggalkannya lagi kali ini. Kalau dia meninggalkan Jaemin, dia ingin pemuda itu sudah melepasnya dengan besar hati, tidak meratapinya lagi.

Menghitung Hujan (Markhyuck)Where stories live. Discover now