[ Bagian 1 : Misi Terakhir ]

31 0 0
                                    

Hujan agak bergemiricik saat aku turun dari trem antar distrik yang mengantarku ke distrik satu, membasahi jaket tebal kumalku dan juga seluruh wilayah yang selalu berpesta cahaya saat petang hingga sepanjang malam. Perjalananku bisa dibilang lancar karena para opas penjaga gerbang distrik di Librium memahami maksud kartu berhologram mata ini. Saat masuk ke gerbang, mataku merasakan suasana yang berbeda. Semua gedung saling berlomba menusuk langit, juga menusuk mata siapapun yang melihat pendaran cahaya dari lampu-lampunya. Layar-layar Videotron holo yang bisa dilihat oleh mata setengah populasi Agni menyumbang polusi cahaya kuat yang menyiksa retina. Beruntung aku membawa kacamata hitam.

Selain sebagai alat mata-mata juga digunakan sebagai pereduksi cahaya di sini. Di ujung wilayah trotoar yang sering disebut Pecinan baru ini, diapit oleh kedai mie mewah dan toko-toko perhiasan emas yang tak mungkin aku bisa mendapatkannya, Baron-Mentorku-itu sudah berdiri disana menghisap vapor seukuran rokok asli yang mengepulkan asap putih setebal Cumolonimbus. Ia menyadari keberadaanku dan mengajak masuk ke dalam Restoran dengan sekerling gerakan kepala, sesuai dengan kesepakatan yang dia bentuk, tepat pukul delapan pagi kita masuk ke dalamnya. Kami saat itu memilih meja 12 karena sepi dan lebih privat.

Setelah beberapa menit menunggu pesanan, dua porsi daging bakar dengan saus barbeque yang meletup-letup saat terkena hot plate itu sampai juga ke meja kami, tepat saat aku menyuap satu iris daging yang masih mengepul, Baron mulai bersuara," Lama tidak bertemu ya?, bagaimana luka-lukamu?"

Aku mengiris satu potongan besar daging. " Semua sudah lebih baik, aku baik."

Baron menelan daging yang dia kunyah." Bagaimana dengan uang yang aku berikan? Sudah kau habiskan?"

"Aku selalu menghabiskan apapun yang kau berikan." Ucapku agak kesulitan karena fokus verbalku terpecah dengan bongkahan daging. Aku memang menghabiskannya untuk membeli obat, bukan hal lain.

Baron berhenti memainkan pisau dan garpunya, ia tiba-tiba mendesah dan tampak resah, pasti ada yang mengganjal di pikirannya "Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi setelah misi ini, aku akan memutuskan kontrakku denganmu"

Aku agak tersedak, pernyataan itu membuat makanan yang aku telan salah lewat."Apa kau bercanda? Apa kau keracunan makanan tertentu?"

Baron sama sekali tak tertawa, oh! tidak mungkin jika benar, satu-satunya cara untuk membuat adikku terancam hilang."Aku serius, kontrak bisnis kita akan berakhir."

Aku berhenti menyuap makanan, sumberku benar-benar hilang." Kita sedang melambung tinggi Tuan Baron, lalu kau berusaha jatuh begitu saja, kau tahu aku perlu pekerjaan ini, adikku perlu obat dan untuk mendapatkannya aku harus melakukan ini, aku tidak mau, kita tidak boleh berhenti!"

"A-aku tahu Sal, tapi ada seseorang yang terus mengintai kita, aku tidak mau lagi berurusan dengan maut, dua hari lalu dua orang berencana membunuhku, tiga Bodyguard ku tewas, mungkin hari ini juga kita sedang diawasi, atau mungkin ada moncong sniper sedang diarahkan ke kita, tepat di kepala kita" Baron menatapku serius. Sambil memperagakan garpu sebagai moncong sniper sipa tembak.

Aku berhenti mengunyah, yang aku takutkan menjadi kenyataan, rasa makananku tak lagi menggoda." Kita aman di Agni, kita tidak akan mati dibunuh oleh mereka, dia mungkin sudah mati sekarang oleh Heliodrone bersenjata yang mondar-mandir di langit, aku...."

Saat aku berusaha merubah pemikirannya, Baron memotong perkataanku dengan sedikit gelisah, mata coklat kemerahan khas ras pribumi itu menunjukkan sebuah ketakutan yang besar."... Ya! Kita disini mungkin aman, tapi kau!, yang aku khawatirkan adalah kau!, diluar sana kau tidak mendapat perlindungan apapun."

"Aku telah dilatih bersembunyi dan menyamar, untuk kesekian kalinya aku berhasil hidup, dan aku masih disini duduk menikmati daging ini bersama denganmu, lalu melakukan misi lagi dan bertemu lagi seperti biasa. Tak akan terjadi apa-apa ron, tenanglah. Serahkan urusan lapangan pada ahlinya." Ucapku untuk menyakinkan dia, aku harap berhasil tapi Baron adalah orang yang keras kepala dan tidak bisa digoyahkan.

Ia menyodorkan tubuhnya padaku, ini pertanda tidak bagus." Setelah misi terakhir ini, aku akan berhenti, entah kau mau ikut denganku atau tidak, namun aku sudah mengajukan pengunduran diri, aku tidak mampu lagi harus hidup dalam ketakutan dan teror, aku punya masa depan yang harus aku raih, menjadi pengawas terlalu sulit untukku akhir-akhir ini. Pergerakan para pemberontak semakin mengerikan, semakin halus dan semakin berani, mereka bahkan berani menyerang secara terang-terangan, aku tidak bisa lagi hidup dalam bayang-bayang kematian."

"Lalu bagaimana denganku?, kau mundur maka aku juga harus mundur. Pengintai tidak bisa bekerja tanpa pengawas. Bagaimana dengana Arvin, dia akan mati jika tidak kuberikan obat itu. Ia satu-satunya yang aku miliki. Aku tidak ingin dia mati, aku melakukan ini agar dia dapat sembuh. Hanya itu keinginanku." Ucapku agak membentak, beberapa orang melihat tingkah kami yang aneh. Kami berdua saling menatap tajam.

Baron kembali ke posisi semula, terlihat jelas mimik wajahnya menggambarkan sebuah solusi, dia menyeka bibirnya dan berdehem. " Oke tenanglah, aku telah memikirkan ini sebelumnya. Aku punya koneksi dengan dinas kependudukan, mereka mampu mengubah status ID kependudukanmu dan adikmu menjadi Warga Kelas Satu, asalkan kau berhasil menjalankan misi pengintaian terakhir ini. Sebagai ganti atas pekerjaanmu, kau akan mendapat posisi di Pusat Kontrol Pangan dan Sumberdaya Energi. Statusmu akan diperbaharui dan hidup bahagia selamanya disini bersama adik angkatmu. Bagaimana?"

"Kenapa begitu mendadak, ayolah! Ini pekerjaan yang mengasyikkan." Rajukku. Bisa menjadi banyak orang dalam suatu waktu itu menyenangkan dan menantang. Diluar segala bahaya menakutkan yang membuat Baron Paranoid.

"Itu penawaranku, jika kau tidak mau juga tidak apa-apa." Baron menyuap makanannya dan seakan tidak peduli ada diriku yang bimbang.

Setelah beberapa menimbang. Keuntungan dan kerugian yang aku dapat cukup menarik. Siapapun penduduk di Agni akan rela meninggalkan orang yang dicintainya demi bisa tinggal di distrik ini. Tentu aku bodoh jika tidak mengambil kesempatan ini. Meskipun begitu, hidup sebagai Pengintai lebih menantang daripada menjadi pengawas pabrik yang mondar-mandir dan meneriaki pekerja yang mulai tampak loyo dan tidak bergairah. Mulai keruh, aku lalu memilih opsi kedua, ya aku harus membuat adikku hidup dengan damai dan nyaman.

"Baiklah! Aku akan menerima tawaranmu, kita akan lepas dari bisnis ini dan aku akan tinggal di dsitrik satu, menjadi salah satu dari kaum Perlente." Ucapku sedikit ragu.

Baron mulai tertarik masuk ke percakapan," Pilihan yang tepat, serahkan urusan administrasi padaku, aku berjanji beberapa hari setelah misi ini selesai, kau akan dipindahkan ke distrik satu"

Kemudian, sebuah benda kotak tipis berwarna coklat ia keluarkan dari balik jaket yang ia pakai. Ahh...aku ingin jaket seperti itu.

"Ingat, jangan sampai gagal, buat aku terkejut seperti biasa" Ia memberiku benda berwarna coklat itu dan senyum kepercayaan sebelum kami berpisah. Ia berlalu begitu saja setelah memakan makanan kami, seakan-akan ia awas ada orang yang mengintai gerakannya. Aku keluar dari tempat itu dengan perasaan yang entah bagaimana harus ku ceritakan. Pada waktu itu ,tak pernah aku bayangkan akhir karirku malah membawaku ke tingkat lebih tinggi. Bisa tinggal selamanya di distrik satu adalah impian semua warga berlabel Urban, ini lebih dari ekspektasiku. Namun, saat itu aku belum sadar jika takdir baru membawaku ke puncak masalah yang sebenarnya. Tentu, sebuah rahasia hanya menunggu waktu untuk terbongkar.

Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang