[ Bagian 1 : Persembunyian Rahasia ]

26 1 0
                                    

Waktu terasa begitu cepat, beberapa menit yang lalu aku melihat Arvin terkapar dan berada dalam medan perang. Sekarang pandangannya berubah, ini seperti ruangan abu-abu dengan satu ranjang tidur yang keras. Tak ada rasa ketertarikan untuk melihat-lihat dimana aku sekarang, namun hanya rasa kosong dan kehilangan. Ini pertama kalinya aku merasakan hal ini, baru kemarin rasanya aku bekerja di perusahaan protein padat, sekarang sudah jadi bagian dari rencana Revolusi besar-besaran.

 Di tempat antah berantah ini­—dan aku yakin ini adalah markas komando pusat yang tersembunyi tersebut—tak ada yang ingin aku lakukan, semua harapanku sudah hilang. Dan kabut duka mendalam ini masih betah membawa ingatanku akan kejadian beberapa waktu itu, aku belum bisa menerima fakta bahwa Arvin, kawanku yang sudah aku anggap sebagai saudara harus mati karena menolongku. Hanya karena luka dibalik bidai di bahu ini yang mulai menunjukkan keberadaannya dengan sensasi ngilu dan pegal. Dia bahkan belum mengetahui siapa dirinya secara keseluruhan, setiap mengingat bagaimana darah itu mengalir, bagaimana dia terus mencoba tampak tegar meskipun sekarat, aku merasakan sakit dan kesepian itu secara bersamaan. Pandanganku kosong, dan aku tidak tahu harus melakukan apa di sepanjang hari ini. Tanda sadar, leleran air mata membasahi mataku.

Ketukan pelan terdengar, itu tanda bahwa ada seseorang yang datang ke ruangan ini. Ia adalah sesosok perempuan dengan rambut yang digelung kebelakang. Berpakaian dengan stelan yang berbeda dari yang sebelumnya. Dari gerak-geriknya, dia ingin mengucapkan sesuatu. Namun, tak ada minatku untuk mendengarkannya.

Belma, dia nampak berbeda sekarang. Sejak dua hari lalu kami tiba disini, aku mulai jarang menemuinya karena luka tembak ini harus mengalami pemulihan. Akhirnya aku bisa bertemu meskipun rasanya aku tak punya hasrat untuk hidup maupun berbicara dengannya.

"Bagaimana keadaan bahumu?" Tanya nya sembari duduk disamping ku

Aku menatapnya datar, " Baik, hanya sedikit sakit."

" Aku ingin mengajakmu jalan-jalan sebentar, tempat ini begitu indah, mungkin bisa mengurangi sedikit ketegangan dalam hidupmu."

Aku menggeleng lemah permintaan Belma. "Sudah tidak ada apapun yang ingin aku lakukan, semua sudah hilang."

" Kau butuh matahari untuk sembuh, hanya sebentar saja, aku tak tega melihatmu nampak seperti narapidana, mungkin Arvin juga mengharapkan hal yang sama." Ucap Belma, ungkapan itu pasti untuk menenangkanku dari kenyataan ini.

" Cukup, tolong jangan bawa-bawa Arvin kembali. Ini sudah cukup, perlawanan ini sudah cukup. Aku tidak mau lagi melihat korban jiwa, aku tidak mau lagi melihat lebih banyak orang yang aku kasihi menjadi korban, cukup Arvin saja, dan tidak ada lagi." Aku mengusap-usap wajahku lembut, mataku mungkin tampak memerah, ingatan-ingatan tentang kejadian satu minggu yang lalu itu memutar ulang di kepala, membuatku semakin yakin bahwa aku harus berhenti dari semua ini.

" Silas, kita semua mengalami hal yang sama, kita kehilangan banyak teman, keluarga dan semuanya. Orang-orang yang ada disini, mereka datang karena satu tujuan, dan mereka mengharapkanmu, mereka sangat mengharapkanmu. Kita melawan demi mereka, mereka berkorban demi dunia yang lebih baik, begitupun Arvin. Tidak ada yang percuma, mereka telah melakukan satu hal yang besar, hal besar yang telah mendorong kita untuk tetap berjuang sampai sejauh ini. lantas, apakah kita pantas untuk berhenti? Pantaskah kita menggadaikan pengorbanan mereka untuk menyerah? Apakah kau rela kematian Arvin itu sia-sia?" Belma menepuk pundakku lagi, ia memberikan satu lagi afirmasinya, ia memberiku ketenangan yang sedikit berbeda dari yang pernah aku rasakan sebelumnya. Ia nampak tegar, bahkan jauh lebih bahagia daripada diriku.

Mungkin, dia benar, aku tidak sepantasnya menyerah dikala kami berada di ujung perjuangan ini, revolusi belum selesai. Akan ada banyak lagi pembantaian dan pembantaian jika kami berhenti berjuang mulai dari sekarang. Aku terlalu egois, dan aku yakin Arvin tidak akan melakukan hal tersebut jika dia masih disini. puluhan orang disini memiliki harapan, tujuan dan mimpi yang harus dicapai, mereka menggantungkanku, dan disinilah aku harus menentukan.

Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]Where stories live. Discover now