[ Bagian 3 : Misi Terakhir ]

27 0 0
                                    

Aku tidak tahu dan kenapa, tapi misi terakhirku ini cukup unik dan..tidak menantang sama sekali. Bukannya menyamar dan masuk kedalam markas komplotan pemberontak seperti biasa, namun misiku kali ini untuk mencari jejak seorang mantan penulis novel terkenal asal Persemakmuran Malakalbar yang menurut data, disinyalir menjadi Imigran Ilegal dan menetap di Agni secara diam-diam. Rekam jejak karyanya dikenal di lima negara tetangga karena menyebarkan ideologi penyatuan ekstrim yang kontroversial secara implisit. Entah kenapa penulis dengan nama samaran Pena Revolusi ini memilih Agni sebagai tempat persembunyiannya.

Pada masa kejayaannya, pergerakannya sering muncul di Televisi karena karya-karya nya tersebut yang terus-menerus diperbincangkan. Namun, sejak pemberontakan besar yang mneggemparkan seluruh Benua Ursulanda 5 tahun lalu itu, Ia menghilang dari Malakalbar dan jejaknya seakan lenyap ditelan bumi. Badan Pengawasan Teroris seluruh Ursulanda menduga pemberontakan besar yang kemudian disebut sebagai gerakan Revolusianis itu ada kaitannya dengan si penulis, oleh karena itu ia menjadi buronan Internasional dan dicari sampai sekarang, hingga penyelidikan menunjukkan tanda-tanda keberadaannya di Agni. Bagaimana dia bisa menjadi se licin itu? Aku menduga ia memiliki banyak sekali simpatisan dan organisasi-organisasi pergerakan bawah tanah. Ini akan menjadi misi pencarian tersulit yang akan aku lakukan.

Malam itu, yang aku lakukan adalah berbincang banyak hal pada Baron melalui Framecall, kami saling mendebatkan kemungkinan dan peralatan dan apa saja yang aku butuhkan dalam misi ini, ia mengirimku beberapa gambar hasil potret CCTV kota lengkap dengan Koordinat yang harus aku datangi, dan kami menghabiskan malam itu hanya untuk mendebat kemungkinan anak buah si Pena Revolusi yang membidikku dari jauh, dan hal-hal lain yang aku sebut kemungkinan skenario pembunuhan diriku. Baron terlihat begitu tegang melalui Framecall hingga transmisi kami sedikit terganggu karena frekuensi suaranya. Ia sesekali menerima usulku namun lebih sering membuangnya, atau memodifikasinya. Ia tiba-tiba terlihat begitu protektif tidak seperti misi-misi sebelumnya. Aku berpendapat jika Baron takut aku mengalami percobaan pembunuhan seperti dirinya. Dia benar-benar lelaki tua bangka yang keras kepala!. Malam itu diskusi panjang yang penuh dengan debat tak berujung-ujung itu harus berakhir ketika aku sepakat untuk mensetujui usulannya lalu tidur untuk memulihkan tenagaku besok.

***

Penyelidikan pertamaku adalah sebuah toko buku tua yang ada di distrik empat. Bisa juga disebut sebagai satu-satunya toko buku yang ada di lingkungan masyarakat urban. Sejak aku turun dari Trem antar distrik hingga sampai di depan toko buku, lingkungan distrik empat terlihat asing bagiku. Seluruh tempat ini didominasi oleh gedung-gedung tinggi kumuh yang sepertinya sudah sesak dipenuhi oleh orang-orang untuk menetap, bisa dilihat dari banyaknya .Bukan seperti dsitrik dua yang dipenuhi oleh Pabrik-pabrik besar. Benar jika dsitrik empat disebut pusat pemukiman kaum urban. Toko buku ini juga terlihat janggal, kawasan ruko di distrik empat didominasi oleh bar-bar murahan dan tempat hiburan malam, keberadaan toko buku menjadi asing, apalagi warna yang dipoles di dindingnya terlihat kontras dengan warna standar gedung di distrik ini yang dominan abu-abu. Saat aku berhenti tepat di seberang toko buku tersebut, Baron menghubungiku melalui interkom kecil yang di implan kedalam cuping telingaku.

"Baron masuk, konfirmasi lokasi" suara gemersak muncul dari Interkom.

"Salasar masuk, lokasi tepat berada di koordinat, tepatnya 59 meter dari lokasi yang dituju. Ijin mengaktifkan layar Interface." Jawabku pada panggilan tersebut.

" Ijin diterima, memulai proses memuat" Baron bersuara datar dan cepat.

Beberapa detik kemudian, kacamataku memunculkan layar antarmuka. Terlihat wajah baron di sudut kanan atas, sedang terpaku dengan layar komputer di kantor pusat.

"Yup, aku sudah terhubung, ayo selesaikan ini secepatnya." Ia sedikit tersenyum.

" Diterima Roger, dan usahakan jangan buatku mati tertembak."aku menyiapkan pistol plasma portabel di saku rahasia dibelakang celanaku.

Langkah pertama dimulai, sejauh ini semua aman, Baron masih terlihat santai, indikator bahaya juga tidak muncul, layar Interface masih tampil dalam mode aman. Aku sudah ada didepan toko buku. Ada proyeksi hologram bertuliskan Jabodetabek bookstore di atas pintu masuk yang berputar dan berganti-ganti warna setiap sekali putarannya. Jendela toko ditempeli oleh selebaran-selebaran yang bertema vandalisme dan propaganda, kotor dan sangat berdebu, cat nya yang berwarna kuning terang sudah mulai terkelupas dan diserang oleh jamur dinding. Saat aku menyentuhnya, cat tersebut tampak seperti stiker yang kehilangan daya rekat.

Aku mencoba melihat kedalam melalui kaca toko yang kotor, terlihat beberapa lampu neon yang menjadi sumber pencahayaan serta A.C model kuno yang terpasang diatas meja kasir. Ada gantungan bertuliskan selamat datang yang terpasang di bagian dalam toko buku seakan-akan mengharapkan seseorang untuk datang dan mampir ke sini, dan orang yang diharapkan itu ternyata adalah aku. Tepat saat aku membuka pintu, si pemilik dengan postur tubuh yang hampir sama denganku memberi sambutan yang hangat.

Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang