[ Bagian 3 : Serangan Kedua ]

18 1 0
                                    

Aku kembali ke posisi siap dan mode siaga, berjalan perlahan menyusuri dinding untuk memastikan pria itu tidak mengalami apapun. Saat aku berhasil menjumpai pria tersebut, naas, dia sudah tersungkur dengan luka besar menganga di ulu hatinya, darah merembes dari baju pelindunganya dan mulut Pria itu terus memuntahkan darah. Ia sekarat. Aku tidak menjumpai siapapun yang nampaknya sudah melakukannya, namun spekulasiku dia pasti bersembunyi atau lari, fokusku mencari Belma aku alihkan sementara untuk menyelamatkan Pria ini. Aku membantunya dengan menahan luka tersebut meski rasa-rasanya percuma. Dia masih setengah sadar, namun beberapa detik kemudian, tidak ada lagi napas yang berhembus dari pria ini. Bersamaan dengan itu pula, aku merasakan sesuatu yang dingin menempel di tengkukku, seluruh darahku terasa berkumpul di dada, jantungku berdegub lebih kencang dari biasanya diikuti rasa merinding, firasatku mengatakan orang ini yang telah membunuh si pria yang belum aku kenal.

Aku mengangkat tanganku ke atas, ia menyuruhku perlahan berbalik dan aku melakukannya. Ku dapati seseorang yang nampak rapi berdiri menodong mulut pistol, perawakan mirip denganku, berpenampilan necis meskipun dengan peralatan perlindungan tersebut. Ia tersenyum licik sambil menyekap seorang gadis tak bersalah yang merontak ingin dilepaskan dari genggamannya.

" Lama tak jumpak kakak, cukup sulit menemukan kalian jika saja seragam kalian dilepas, ide memasang chip pelacak berguna juga, aku harap kau masih mengingat diriku."

Aku tak bisa berkutit banyak, aku teringat kembali dengan benda berkedip merah yang kami temukan di seragam DFA ku, jika saja aku tahu benda itu mengirimkan sinyal, harusnya sudah aku hancurkan sejak awal. Aku tidak bisa bergerak banyak, atau ini akan membahayakan kami semua. Hal yang bisa aku lakukan adalah menaruh senjataku.

" Anak baik, kau melakukannya dengan benar kak, oke mari kita buat mudah, pulanglah dan aku berjanji tidak akan ada korban jiwa dan akan aku anggap semua kesalahanmu dihapuskan."

"Aku tak melakukan kesalahan apapun, aku berusaha membuat dunia lebih baik." Jawabku, dan pistol plasma kecil itu semakin mantap diarahkan ke hidungku.

" Dunia, sudah lebih baik dibawah Agni! kau hanya berusaha membuatnya buruk dengan melakukan semua ini, ini percuma! Kau tidak tahu apa yang sedang kami usahakan untuk negeri ini menjadi lebih baik."

Aku merasa berang. Darah rasanya dipompa ke otak secara paksa. " Lebih baik? Kau sebut dengan pembunuhan besar-besaran itu lebih baik?"

" Mereka adalah korban, lagi pula aku menyelamatkan mereka dari kehidupan yang buruk. itu mulai bukan?"

Orang pertama yang ingin aku bunuh dalam hal ini adalah Gardy, namun aku harus ingat satu hal, gerakan gegabah akan membuat Belma kehilangan nyawa, aku tidak ingin membunuhnya. " Tapi kau membunuh anak-anak..."

"...aku tidak membunuh, tapi kau yang membunuh. Kau menggunakan senjatamu untuk membunuh dan membunuh. Kalian semua pembunuh, sedangkan aku hanya perancang." Potongnya dengan sedikit gemetar, dia nampak frustasi.

" Gardy, kita semua salah. Pemujaan buta kita pada Ayah bukan hal yang benar, dia adalah musuh kita, dia adalah iblis yang harus kita lawan, Ayah dan kroni-kroninya lah yang telah menghancurkan cara hidup bangsa ini sejak 150 tahun lalu."

" Ayah tidak salah, ayah benar! kau durhaka pada Ayah kak! Kau Silas telah membuat semua jadi berantakan, kau membuat Ayah memaksaku membantai semua orang New Land, kau membuatku membunuh orang-orang, karena kau kabur Ayah membuatku jadi pembunuh, untuk menebus kesalahanku, karena kau lepas! ..." Mata Gardy memerah dan berair, ia jadi sangat emosional dan kacau. Aku rasa dia juga telah dicuci otak oleh Panglima yang mengaku ayahku. Moncong pistol itu terasa geli saat semakin didekatkan kepadaku.

Gardy terkekeh ganjil sambil menyalakan pembakaran plasmanya, bunyi dengung terdengar. "....Dan sekarang, kau sudah kembali aku tangkap, hahahaha.....itu berarti perintah Ayah akan aku lakukan, kau akan aku bunuh."

Jadi, beginilah akhir dari Silas, aku sempat memikirkan itu di detik-detik terkahir, namun yang terjadi selanjutnya sangat berbeda. Belma mengiggit tangan Gardy yang membekapnya dan menendang kemaluannya saat posisinya sesuai, aku dengan sigap melepas pistol itu dari tangannya dan melemparnya asal. Dirinya kehilangan keseimbangan dan menahan nyeri yang teramat sangat disana, kami gunakan momentum itu untuk keluar dari rumah tersebut dan kabur dari riuhnya peluru plasma yang menghujam ke segala arah. Sedikit lega, aku dan Belma berlari sambil sesekali menunduk untuk menghindari hujan peluru maupun tindakan nekat Gardy yang lain. Saat beberapa peluru diarahkan kepada kami, beberapa pemuda bersenjata dengan suka rela menjadi barisan pelindung. Aku tetap menggamit Belma dan menjadikan bahuku sebagai pelindungnya, hanya itu yang ada dalam pikiranku sekarang. Aku terus berfokus menjadi mata bagi Belma, sampai-sampai tidak menyadari ada satu peluru plasma bersarang dan membakar bahuku, aku sempat mengerang dan itu membuat pergerakan kami jadi terhambat. Serangan terus menerus diarahkan ke kami namun para pelindung terus berdatangan untuk melindungi kami.

" Silas!" Teriak Belma

" Aku aman, jangan khawatir, tetap melaju!" Aku menampik rasa sakit yang sebenarnya tak tertahankan ini, aku tidak ingin membuat Belma semakin terancam karena luka ini. aku terus menyakinkan Belma dan dia akhirnya bisa percaya padaku akan luka ini.

Kami berusaha sekuat mungkin melanjutkan perjalanan, namun satu ledakan yang merenteng di belakang kami menciptakan momentum lempar yang menghancurkan pertahanan kami. Rasa sakit lukaku semakin menjadi-jadi, darah yang sempat mengering kembali mengalir ditambah dengan rasa sakit akibat terbanting. Dalam keadaan yang sangat menyiksa dan menyakitkan ini, aku semakin khawatir dengan keadaan Belma. Pandanganku sedikit berkunang saat melihatnya mulai bangkit dari lantai dan mencoba membangunkanku. Segera setelah pandangan buramku kembali Jernih, kami kembali melanjutkan langkah, namun tanpa perlindungan karena para pemuda itu sudah tergeletak secara keseluruhan. Kami berjalan tertatih-tatih karena aku tidak sanggup untuk bergerak lebih cepat. Dari balik api ledakan, samar-samar terlihat sosok Gardy membawa satu kit penuh bom foton yang siap diaktifkan.

" Silas! Belma! Menyerahlah! Atau aku akan menghancurkan kalian dan mengubur kalian hidup-hidup di bawah shelter ini."

Aku sempatkan menoleh kebelakang, dia melempar benda tersebut lalu mengambil sebuah senjata pelontar semi otomatis dari salah satu korban. Dibelakang dia, ada empat orang dari DFA yang mengikuti." Menyerah dan bergabunglah! Dunia yang lebih baik membutuhkan kalian, ini saatnya untuk menyerahkan diri pada Pemerintah, menyerahlah pada kami!"

Suara dengungan ritmis kembali terdengar, bersamaan dengan itu gelagak tawa penuh kepuasan berpadu dengan suara dengung mesin. Dalam momen yang sangat singkat itu, aku sempat menatap pembakaran plasma yang muncul dari moncong mesin tersebut. Hening. Mendadak rasanya ingin pasrah, seluruh yang kami lakukan akan berakhir dalam sekali tembak. Aku menatap Belma sejenak, dia nampak setenang diriku. Ada rasa ingin kembali kabur namun buat apa menahan luka jika hasilnya sama saja merasakan luka? Aku menutup mata. Pasrah. Sedikit yang dapat aku lakukan sekarang. Biarkan semuanya terjadi sekarang.

Suara desingan plasma dan ledakan itu muncul.

Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang