10. Kue Cubit

12.5K 2.4K 189
                                    

Versi baru, 2020.

©sourceofjoyful












Hari ini hari santai alias hari Minggu. Aku sedang duduk di teras sama Mas Surya yang sedang baca koran.

"Mas, gimana?" kataku sambil tetap fokus kutekan.

"Gimana apanya?" tanya Mas Surya.

"Masih jomblo?"

"A-www!" kataku ketika Mas Surya memukul kepalaku dengan koran yang digulungnya. Pelan sih tapi ngagetin.

:(

"Nggak usah bahas lagi deh." katanya lalu kembali baca koran.

Aku cekikikan. Menggoda Mas Surya adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagiku.

"Siapa tuh?" Mas Devan muncul membuatku beralih menatap ke depan.

"Mbak Naya ya?" gumamku.

"Naya siapa?" tanya Mas Devan.

"Ituloh mbak-mbak yang ngekos di kos-kosan mamanya Wowo." jawabku.

"Ngapain celingukan di depan pager?" tanya Mas Surya, "Bukain gih, Dev."

"Kok aku, mas? Arin aja deh." kata Mas Devan.

"Aku lagi kutekan. Belum kering ini."

Mulutnya Mas Devan udah monyong-monyong tapi tetap aja dia berjalan ke arah pagar.

"Maaf, cari siapa ya?" tanya Mas Devan.

"Ihii, kesenengan tuh Mas Devan. Mbak Naya bening gitu." kataku usil.

"Kamu nih. Ada-ada aja." sahut Mas Surya.

"Halo?" Mas Devan sedikit meninggikan suaranya karena memang Mbak Naya seperti mencari sesuatu ke dalam rumah kami.

"Mbak Naya celingukan cari siapa sih, Mas?" tanyaku penasaran.

"Ya mana mas tahu." kata Mas Surya, "Mas, kan lagi baca koran."

Iyain deh.

"Oh, eh? Halo, saya Naya." jawab Mbak Naya, "Saya ngekos di depan. Di kos-kosan Mami."

Aku masih memantau mereka dari teras. Mas Devan kemudian mengangguk, "Iya. Ada perlu apa ya?"

"Boleh masuk?"

Mas Devan menoleh ke belakang seperti meminta persetujuan. Aku sih oke-oke aja tapi Mas Surya nggak peka.

"Mas, Mbak Naya mau masuk. Boleh nggak?" kataku menyenggolnya.

"Hah?" Dia tersadar, "Ya boleh-boleh aja."

Aku mengangguk ke arah Mas Devan yang kemudian membuka pagar lebih lebar untuk mempersilahkan Mbak Naya masuk.

Aku berdiri untuk menyambutnya, "Halo, Mbak."

"Halo. Oiya, aku kesini mau kasih ini," katanya sambil menyerahkan bingkisan dalam tas warna pink.

"Wahh! Nggak usah repot-repot, Mbak." kataku dengan mata berbinar, "Eung, ini apa ya?"

"Kemarin Wowo bawa banyak kue ke rumah. Katanya habis dikasih sama kalian. Jadi aku mau kasih ini sebagai ucapan terima kasih. Aku buat sendiri loh." jawabnya.

Aku jadi pengen nendang Mas Jae teringat sama kue buatan Mbak Jamie yang malah dikasih ke Wowo and Friends.

Aku membuka isi tas tersebut, "Wah, dikasih kue cubit! Makasih, Mbak Naya."

"Iya sama-sama. Kemarin kuenya emang banyak banget jadi Mami bagi-bagiin ke seluruh penghuni kos."

"Oalah gitu," kataku.

Mas Devan tiba-tiba maju mendekati Mbak Naya, "Bentar deh. Muka kamu kayak nggak asing."

"Ya ampun, Dev. Kita pernah satu kampus. Kamu Devan anak Manajemen, kan? Aku Imnaya." kata Mbak Naya.

"Imnaya anak teater?" kata Mas Devan. Senyumnya melebar

Mbak Naya ikut ketawa terus mengangguk.

Oh, mereka pernah satu organisasi di kampus. Memang sih waktu awal-awal Mas Devan masih kuliah, dia sering banget cerita ikut macem-macem UKM di kampusnya. Salah satunya adalah teater. 

"Aku ke dalam dulu ya. Mau naruh kuenya." pamitku.

Tapi langkahku berhenti ketika Mbak Naya bilang,




































"Mas Surya ya? Boleh elus botaknya nggak?"




















devanprawira

♥️ jaejulian, arindiaprst, briannn, dan 19

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♥️ jaejulian, arindiaprst, briannn, dan 19.852 lainnya

Ini kapan Nay? @imnayaaa_

💬 Lihat semua komentar

imnayaaa_ hahaha inget juga ya sama aku. Ini pas lagi meranin drama anak motor itu kan @devanprawira





















"Mau komen ah." kata Mas Wirya waktu ngelihat postingan terbaru Mas Devan.

"Jangan komen aneh-aneh!" kata Mas Devan.

"Tulis, Wir. Jangan mau sama Devan dia nangisan." kata Mas Jae ikutan usil.

"Tak tulis ya, Mas. Hehehe." kata Mas Wirya.

Aku cuma memandang mereka dengan malas. Mas Wirya dan Mas Jae memang akur dalam urusan begini. Tapi kalau udah sebaliknya, mereka bakalan heboh. Apalagi kalau lagi berantem. Kalau salah satu nggak nangis, berantemnya bisa sampai tiga hari sampai Ayah turun tangan. Yang berakhir kami berenam dikasih wejangan tentang persaudaraan selama satu jam penuh.

"Matiin fitur komentar dong, Mas." kataku akhirnya.

"Oh, iya ya."

"Arin! Kok diingetin?!" kata Mas Jae dan Mas Wirya barengan. Kesal.

Aku cuma ketawa lalu melambai masuk ke kamar.

Pas udah rebahan di kasur, tiba-tiba Mas Jae masuk kamar terus matiin lampu lalu menutup pintu kamarku.

"MASSSSSSSSS!"

Aku Panggil Mereka : Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang