32. Sampai Jumpa

2.4K 611 46
                                    

Author's side.

Tepuk tangan menggema di dalam aula gedung pernikahan Jamie dan Kevin. Jae dan keempat adik laki-lakinya mengakhiri penampilan dadakan itu dengan sangat apik. Ya walaupun mereka yakin 80% tamu undangan disini pasti nggak paham sama arti lagunya.

Jae menghembuskan nafas panjang sambil turun dari panggung. Harusnya lagu itu ia bawakan pas mau nembak Jamie tapi malah dijadikan lagu untuk pernikahan Jamie.... dengan orang lain.

Surya menepuk-nepuk punggung Jae, "Kweren pol dulurku (keren banget saudaraku)."

Jae masih diam. Dia nggak mau menoleh ke arah Jamie yang masih sibuk dengan tamu undangan yang mengajak foto bareng atau pun salaman.

"Pasti ada gantinya kok, Mas," ucap Wirya, "Positive thinking aja deh."

"Positive thinking apane (apanya)? Lah wong maeng misuh-misuh gara-gara pedhot (Lah tadi aja misuh-misuh gara-gara putus)," sambar Ian.

Wirya mencubit paha Ian. Yang dicubit cuma bisa meringis. Benar-benar cubit-able.

"Heh, Arin mana?" Devan baru sadar bahwa adik perempuannya itu tidak ada di tempat semula.

Jae yang daritadi cuma diam mendadak panik, "Lah tadi, kan duduk disini."

"Ke toilet kayaknya. Tungguin aja," kata Surya masih tenang.

Sampai lima belas menit kemudian, Arin tidak kelihatan batang hidungnya. Jelas lima cowok ini panik.

"Coba telepon deh," kata Jae.

Devan kemudian tanggap mengeluarkan ponselnya lalu menatap keempat masnya. Mukanya makin panik, "HP nya mati, Mas."






•••






"Pak, agak ngebut bisa nggak?" Arin benar-benar panik. Perjalanan dari gedung pernikahan Jamie ke bandara memakan waktu setengah jam.

"Ini sudah gas pol, Mbak. Sabar ya."

Arin masih gelisah di kursi belakang.

Sampai pada akhirnya taksi berhenti sampai tujuan dan Arin langsung berlari masuk ke dalam. Bodoh banget karena dia nggak punya pegangan apa-apa. Dia bahkan nggak tahu posisinya Gading ada di sebelah mana, pakai baju apa.

Arin hendak menelpon cowok itu sampai pada akhirnya baru sadar HP nya mati, "Sial!"

"Arin?"

Arin menoleh. Mukanya memerah menahan tangis.

"Genta," katanya. Yang ditemuin bukan Gading, melainkan Genta. Pikiran Arin udah kemana-mana. Dia udah mikir semuanya sudah terlambat.

"Heh, lo kenapa nangis anjrit?!" kata Genta kaget waktu Arin tidak bisa menahan air matanya.

Cewek itu nggak kuat berdiri, "Gue... telat... ya...."

"Rin...." Genta heboh karena seketika mata orang-orang memandang mereka dengan tatapan curiga, "Jangan nangis gini dong.... aduh."

Arin masih berjongkok sambil menangis menutupi wajahnya.

"Arin..." Genta masih merengek memaksa Arin untuk berhenti menangis karena gawat juga kalau sampai disamperin petugas bandara soalnya Arin nangisnya kenceng banget.

Aku Panggil Mereka : Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang