Titik Teduh #12

11.5K 1.6K 569
                                    



***
Ini bukan kencan, pikir Salena. Jadi dia tidak perlu berlama-lama di depan cermin dan bingung memilih pakaian. Dia hanya perlu menggerai rambutnya yang lurus melebihi bahu dan berdandan tanpa bedak setebal lima mili meter. Dia mengambil pakaian yang pertama kali dilihat saat membuka lemari: kaus putih polos yang dilapis dress merah muda tanpa lengan sepanjang lutut.

Merah muda? Kenapa dia harus memilih pakaian warna merah muda, sih? Mungkin dia harus kembali ke kamar dan mengganti pakaian—dengan warna yang tidak menunjukkan bahwa ajakan Arghi membuatnya senang setengah mati sampai memilih warna merah muda. Namun, untuk apa? Ini bukan kencan. Dia tidak usah repot-repot memilih pakaian. Seadanya saja.

Saat melangkah ke teras, Salena melihat Papa sedang mengelap sisi mobilnya bersama Arghi yang berdiri di depannya sambil terus mengobrol.

"Jadi, sampai pukul berapa Salena akan dikembalikan?" tanya Papa.

"Sembilan malam," jawab Arghi. "Dengan selamat sentosa, tanpa kekurangan apa pun. Janji, Om." Laki-laki itu melakukan gerakan hormat setelah memutar topi hitam yang dipakainya menjadi terbalik.

Papa tampak berpikir sebentar, lalu mengangguk. "Oke."

Salena mengernyit. Awalnya, dia pikir Papa akan melakukan negosiasi agar mengembalikannya ke rumah dalam waktu lebih sore.

"Hai, Le?" Papa lebih dulu menyadari kehadirannya.

Salena melangkah menghampiri, menatap Arghi yang tersenyum lebar ke arahnya.

"Arghi pinjem Salena-nya sekarang ya, Om?" Arghi menatap Salena yang melangkah mendekat.

Papa mengangguk, menatap Salena sembari tersenyum lebar.

Oke, Salena berharap senyum itu tidak usah terlalu lebar karena Papa tidak sedang melepas Salena untuk pergi kencan dengan laki-laki yang disukainya.

Arghi mengajak Salena melangkah ke luar pekarangan, menuju gerbang pagar di depan rumahnya yang ternyata sudah terparkir sebuah mobil. "Ini SIM A atas nama Arghi Antasena." Arghi kembali mengeluarkan dompet dari saku celananya.

"Tanpa nembak?" cibir Salena, dan Arghi hanya tertawa.

Arghi membuka pintu penumpang, menyuruh Salena masuk duluan. Namun, Salena membatalkan niatnya untuk masuk saat Papa berteriak, "Have a nice date!" Sembari melambai-lambaikan tangan di teras rumah.

"Date?" Salena menatap Arghi, yang berdiri di belakangnya, dengan wajah heran.

Arghi tidak menjawab. Tangannya malah memegang tangan Salena, mengangkatnya untuk balas melambaikan tangan ke arah papanya. "Itu yang harus lo lakukan kalau ada orang yang dadah-dadah ke arah lo kayak gitu, Le."

Salena menatap Arghi sinis, lalu beralih menatap Papa yang sekarang sudah kembali ke dalam rumah.

"Silakan." Arghi kembali menyuruhnya masuk ke mobil.

Salena masuk tanpa banyak bicara. Saat Arghi duduk di sampingnya dan mulai menyalakan mesin mobil, dia juga tidak bicara lagi.

"Ada lagu yang lo suka?" tanya Arghi ketika mobil sudah melaju. Saat Salena tak kunjung menjawab pertanyaannya, Arghi kembali bicara. "Oke. Mungkin lo lebih suka kita ngobrol dan dengar suara gue selama perjalanan."

Salena segera mencondongkan tubuhnya, menyalakan radio dan menaikan volume dari semula. "Ini lebih baik."

Arghi terkekeh, lalu mengangguk-angguk. "Makasih ya, Le. Karena ternyata lo bukan tipe cewek yang suka bikin rendang selagi dandan."

ONCE (Titik Teduh) [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now