[1] Freaking Order

102K 8.9K 1.6K
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Pak, Intensitas kan majalah sekolah, bukan majalah gosip ibu-ibu kompleks. Kenapa profil Kejora masuk edisi bulan depan?" Jemari tangan Rigel saling mengait kuat. Garis wajah tirus cowok itu makin tegas ketika gerahamnya mengatup. Geram bukan main mendengar ide Pak Nurdin, pembina majalah sekolah, meminta Intensitas mewawancarai Kejora.

Keberadaan Kejora sebagai artis berkarir cemerlang jelas jadi kebanggaan SMA Wasesa. Tapi apa faedahnya memasukkan profil dia ke majalah sekolah? Apa nggak cukup koran, tabloid, media daring, beserta puluhan program infotaintment TV menayangkan berita tentang dirinya? Atau, diam-diam Pak Nurdin adalah fans garis keras sinetron ratusan episode yang dibintangi Kejora?

"Justru itulah tantangannya." Pak Nurdin mencondongkan punggungnya pada Rigel. Tangannya mengait di atas meja. "Selama ini, artis identik dengan gosip. Tugas kamu menyingkirkan stigma lapuk ini dan menemukan sisi lain dari sosok Kejora yang bisa menginspirasi," jelas Pak Nurdin dengan tenang.

"Inspirasi apa yang didapatkan dari artis sering bolos, tukang telat, hobi tidur di kelas, tidak pernah ikut ekskul—"

"Nah, nah, itu dia," Pak Nurdin memotong. "Dia tidak ikut ekskul teater tapi bisa akting dengan baik. Itukan kelebihan, Rigel."

Duh, sindiran jadi pujian. Jadi guru nggak peka amat. Jaman pacaran dulu gimana, Pak? Senyum puas di bibir Pak Nurdin membuat Rigel mendengkus kesal. Rigel bahkan melanjutkan hafalan daftar dosa Kejora.

"Tidak mengerjakan PR, jarang ikut ulangan, nggak bikin tugas tapi selalu naik kelas. 'Kejora: Sumbang Dana Pembangunan Sekolah agar Naik Kelas', apa saya perlu membuat headline semacam itu?"

"Nah, nah, apa tuduhan kamu punya bukti? Kalau tidak, kamu tidak ada bedanya dengan wartawan gosip. Coba kamu singkirkan semua pikiran negatif itu dan temukan sesuatu yang menginspirasis."

"Saya pikir," sahut Rigel serius. Mata elangnya menyipit. "Satu-satunya inspirasi yang bisa diperoleh dari Kejora adalah bagaimana memilih make up agar seorang remaja tampil mirip tante-tante."

oOo

Kejora memainkan ujung rok seragamnya. Ponsel sudah jadi benda membosankan untuk menemani. Sorot matanya yang selalu menoleh pada jam dinding di sisi ruangan. Di sekolah, para siswa sedang menghabiskan jam istirahat pertama dan Kejora masih terjebak di kantor Production House yang menaungi sinetronnya.

Tadi pagi, sewaktu dia akan berangkat sekolah, produsernya tiba-tiba menelpon. Kejora diminta datang ke kantor secepatnya. Sopirnya mengebut dan Kejora sudah duduk menunggu selama dua jam tapi pria itu belum muncul. Cewek itu menggigiti bibir bagian dalam, menahan kesal. Mamanya entah ke mana. Mungkin menyapa produser dan sutradara lain supaya Kejora mendapatkan project baru. Pedekate macam abege.

Pintu menjeblak terbuka. Kejora mendongak penuh harap. Ternyata Lean, lawan mainnya di sinetron, bukan produser mereka.

"Udah dari tadi lo?" tanya Lean santai. Dia langsung mengambil duduk di seberang Kejora. Menyandarkan punggung dengan nyaman, sementara sepatunya menukik di atas meja. Lengan kemejanya digulung sebatas siku dan jemarinya saling mengait.

Starstruck Syndrome (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now