I Miss You

1.5K 221 42
                                    

Asap yang mengepul di atas permukaan cokelat panas yang ia pesan mengudara. Matanya membuntuti asap tersebut hingga menghilang di angkasa. Ia berada di sebuah kafe yang kebetulan memiliki bagian di atas atap dengan pemandangan ke kota yang ramai. Keberadaannya di sini tidak akan diketahui siapapun kecuali satu orang yang ia undang secara khusus.
Pikirannya yang melayang bersama asap cokelat di hadapannya lenyap begitu sebuah tangan menepuk bahunya. Lalu orang dengan topi dan masker di kepala dan wajahnya itu duduk di sebelahnya dan membuka masker di wajahnya.

“Kenapa memintaku kemari, Yukhei?”

Ini sudah malam. Mereka bisa bertemu di dorm kalau memang harus ada yang dibicarakan pun mereka dapat melakukannya di sana. Nyatanya mereka tidur satu atap.
Yang lebih muda tersenyum. Ia mendorong cangkir berisi kopi yang sudah ia pesan sebelumnya untuk lelaki yang baru datang ini.

“Aku ingin bicara serius, Ge.”

Cangkir berisi kopi itu terangkat. Lelaki yang baru datang tersebut menyeruputnya setelah meniupnya sedikit. “Katakan!” Setelah ia meneguk kopi dilihat jakunnya bergerak naik turun.

“Mengenai adik kita.”

“Chenle?”

Yukhei menggeleng, bibirnya tersenyum. Bukan senyum nyata namun senyum menyimpan duka.

“Kalau begitu Renjun. Ada apa dengannya?”

“Aku tidak tahu harus memulai dari mana.” Senyum di wajah Yukhei menghilang. Ekspresi yang tergambar di wajahnya menyedihkan.

_____

Belakangan ini ia merasa kacau. Pikirannya tidak bisa fokus menghafalkan koreo baru yang diberikan pelatih koreo grup mereka. Ia melihat gerakan Jeno yang sudah jauh lebih baik di atasnya. Helaan napas keluar dari mulutnya. Ia melangkah mundur dengan tubuh lemasnya. Sejak pagi tenaganya sudah terforsir menghafalkan dua tiga langkah koreo yang baru.

Mendudukan tubuhnya dan bersandar pada dinding yang adalah cermin. Jaemin yang paling awal menyadari kalau Renjun berjalan keluar meninggalkan area menari. Untuk informasi, Dream hanya berlatih dengan lima orang. Mark dan Haechan sedang melakukan aktivitas promosi dengan NCT 127.

Jaemin duduk di sebelah Renjun. Keduanya tengah menstabilkan napas mereka yang memburu setelah kebanyakan gerak. Ketiga anggota yang lain masih fokus dengan gerakan tubuh mereka.

“Ada masalah?” Pertanyaan berikut dari Jaemin yang membuat Renjun menoleh kepada lelaki Na itu.
Renjun sendiri tidak paham atas dirinya yang belakangan ini menjadi kacau sejak perbincangan gilanya dengan Mark di studio beberapa hari yang lalu. Ia tersenyum kecil, hampir samar, dan menggeleng sebagai jawaban palsu untuk Jaemin.

Bagaimana Jaemin bisa menebak bahwa Renjun tengah memiliki masalah adalah karena bocah Na itu sangat memperhatikan Renjun. Dalam diam, tanpa satu orang pun yang tahu apa yang dia lakukan; memperhatikan Renjun.

Sekarang pun Jaemin tahu. Jawaban yang diberikan lelaki yang lebih tua beberapa bulan darinya itu palsu. Renjun bohong kalau mengatakan dirinya tidak sedang memiliki masalah atau jika ia mengatakan hal yang dihadapinya dengan Mark bukanlah sebuah masalah –yang berarti. Terlihat dari ekspresi yang Renjun tunjukkan, ia sendiri ragu ketika menggelengkan kepalanya.

“Tapi jawabanmu berbeda dengan kondisimu, Ren.”

Sekali lagi yang bertubuh mungil itu menoleh pada Jaemin. Kali ini dengan mata yang disipitkan seolah menyelidik pada Jaemin.

“Kau bisa membaca pikiranku?” Tanya Renjun out of how he needs to think. Jelas itu pertanyaan yang akan ditertawakan Jaemin. Jaemin terkekeh. Lalu menggeleng dengan cengiran yang tersisa.

“Kalau aku bisa aku akan sakit hati.”
Dan balasan atas pertanyaannya tadi sungguh membuat Renjun yang tengah kacau makin bingung.

“Aku tidak mengerti. Bicara yang jelas!” Pinta Renjun.

“Aku hanya membaca apa yang terlihat. Tidak dengan pikiranmu, atau bahkan hatimu. Aku membaca ekspresimu dan bagaimana tingkahmu belakangan. Kau agak ceroboh sampai salah mengambil sepasang kaos kaki.”

Segara, Renjun mengangkat sedikit celana training yang ia kenakan. Dan apa yang dikatakan Jaemin benar. Ia menggunakan kaos kaki yang warnanya berbeda. Itu salah satu bukti bahwa Jaemin sangat jeli memperhatikan lelaki dengan paras eloknya ini.

“Aku tidak menyadarinya.” Renjun geli sendiri dan tidak bisa menahan diri untuk tidak menertawakan dirinya, Jaemin turut tertawa melihat bagaimana lucunya Renjun tertawa hari ini. Karena apa yang ia lihat sejak pagi adalah Renjun dengan wajah celong alias bingungannya.
Tawa mereka terhenti saat Renjun merogoh saku celana trainingnya mengambil sesuatu yang berbunyi dari sana, ponselnya.

Jaemin bisa melihat dengan jelas, siapa yang menelpon lelaki Huang ini. Seperti ada bom waktu yang akhirnya meledak, hatinya sakit. Tulisan dengan aksara Korea itu bisa ia baca dengan baik, Mark Hyung is calling.
Renjun bangkit dan berlari ke balkon ruang latihan.

______

Hatinya seperti terpompa untuk berdegup lebih kencang dari seharusnya kala sambungan telpon berubah menjadi suara seseorang yang ia rindu. Senyuman pun langsung terukir di wajah tampannya kala suara orang yang mengacaukan hatinya itu terdengar oleh telinganya.
Ia berada di toilet, nekad menelpon Renjun di sela aktivitasnya, tentu karena ia merindukan lelaki manis di sana.

“Ada apa?” Desisan itu cukup membuat kupu-kupu menggelitik perutnya. Bayangan akan wajah Renjun yang seakan terganggu oleh panggilan mendadaknya pun terlintas di kepalanya.

“Aku merindukanmu.” Ia tidak yakin kalau Renjun masih ingin melanjutkan perbincangan mereka via telpon begini. Pasti Renjun ak—

“Gila!” Lalu dengusan panjang terdengar lagi oleh Mark. Ia beruntung kalau Renjun masih belum memutuskan panggilan mereka.

“Aku... aku tidak mengerti dengan semua ini, hyung.”

Mark melunturkan cengirang di wajahnya. Kini ekspresinya agak serius. Ia duduk di atas closet duduk yang sudah ia tutup, tangannya memutar tisu toilet yang ada. “Bagian mana yang membuatmu tidak mengerti?”

“Semuanya. Tentang kita.”

“...Kita?”

“Ini bukan hanya tentangmu yang datang dengan keadaan mabuk lalu menciumku.” Mark tertohok atas kalimat yang Renjun lontarkan. “Aku sudah terlibat didalamnya. Apa yang harus kulakukan?”

Mark terdiam. Ia juga tidak tahu harus bagaimana untuk meluruskan segala hal yang menjadi runyam ini.

“...dan, aku juga merindukanmu.”

Mark tertegun, namun merasa senang. Senyum kembali tercipta di wajahnya. Tapi tak sadar kalau sambungan telpon mereka sudah berakhir. Renjun mematikannya setelah usai mengatakan hal yang membuat Mark makin gila terhadap Renjun.

___tbc___

aq minta maaf karena ini benar-benar telat HUHUHUHU ill try my best to find the end of this story asap

ohiya, aku rindu teman teman sekalian

semoga kalian selalu bahagia di sana

salam sayang, ar♡♡♡♡

[bl] love me like you do✔Where stories live. Discover now