BAB 03

5.7K 182 2
                                    

Dinginnya pagi, ditambah angin semriwing membuat Alea meniup telapak tangan kirinya sendiri kemudian mengusap-usap leher.

"Dingin ya, Kal?"

"Hng" Alea fokus pada jalanan di depan. Tiap pagi, sebelum ia berangkat ke sekolahnya, ia lebih dulu mengantar Kana.

"Aku gak dingin."

"Ya iyalah, kamu pake jaket."

Kana tertawa lepas. Tangannya menggenggam baju Alea dengan erat.

"Inget ya pesan aku, jangan main lari-larian."

"Iya. Inget, kok."

"Jangan mau kalo ditawarin es sama temen kamu. Nanti kamu batuk."

"Iya, aku tauuuuu. Kala nggak capek yah ngulangin itu terus setiap hari?"

Alea tersenyum, ternyata ia benar-benar seperti alat pengingat bagi Kana. Tapi tak apa, ini semua demi kebaikan adiknya. "Nanti aku bilang sama Mbak Wina supaya jemput kamu tepat waktu."

Kana mengangguk. "Makasih"

Setelah pertigaan, Alea sampai di sekolah dasar yang cat temboknya berwarna kuning cerah. Jam menunjukkan pukul enam lewat sebelas. Pagi sekali untuk ukuran anak esde yang masuk jam tujuh lewat dikit.

"Masih sepi banget, ya." Alea melepaskan helm dari kepalanya, masih duduk di motor. Kana sudah turun, memandangi Alea.

"Gapapa, Kana berani, kok."

Senyum Alea terbit. "Maaf, ya."

Kana menggeleng, tangannya menggenggam tali tas dengan kencang, wajahnya terlihat bersemangat. "Nggak. Kana yang harusnya minta maaf. Gara-gara Kana, Kala jadi terlambat kemarin."

"Nggak, kok.."

"Kala hati-hati ya berangkatnya. Gak boleh ngebut!"

"Iya, Kana."

"Kalo gitu Kana ke kelas dulu."

"Siap!"

Kana nyengir, lalu kakinya melompat-lompat disusul langkah gembira menuju kelas. Bocil itu memasuki gedung semakin dalam.

*

Alea Karessa meluruskan dua kakinya. Di jam ketiga ini kelasnya memiliki jadwal olahraga dan hari ini ada pengambilan nilai.

"Kata Pak Riyan kita harus bersyukur karena huh huh, karena kelas kitah huh huh ...."

"Ck, napas dulu yang bener."

Mila terkekeh. Ia mengambil napas dalam kemudian mengeluarkannya pelan-pelan. "Harus bersyukur karena kelas kita adalah kelas pertama yang diambil nilainya. Pak Riyan bilang kelas lain masih nyelesaiin lari sprint."

"Oh, ya?"

"Hm. Tapi kalo aku sih gak bisa bersyukur, ya. Buatku push up 10 aja udah pertaruhan hidup dan mati."

"Halah, lebay!"

"Jih, emang kamu bisa? Tadi aja kesenggol langsung mleyot."

YAHBIMLAGO : AleaWhere stories live. Discover now