Pahlawan

91 15 1
                                    

Bekal makan bagi Jani adalah salah satu hal yang wajib ia bawa. Terutama saat ke kampus. Namun hari ini Jani absen. Ia tidak membawa bekal karena kesiangan. Maklum saja. Bagi seorang mahasiswi yang tinggal sendiri dikost seperti Jani. Kesiangan adalah salah satu hal yang wajar. Sangat wajar.

"Kantin yu, laper nih" ajak Jani.

"Tumben kantin, biasanya bawa bekel" singgung Putri

"Iya nih" ucap Depi

"Kesiangan" jawab Jani

"Kok bisa" tanya Nana

"Ah kalian banyak tanya, mau ke kantin enggak?."

"Kamu duluan aja Jani, lagi nanggung nih" jawab Putri yang sedari tadi asik dengan laptopnya.

"Hadeh...drakor mulu. Berapa episode lagi? Kalau sebentar lagi biar aku tungguin."

"Lima belas episode lagi, mau tungguin sampai selesai?." Jawab Putri polos.

"Ogah!."

"Katanya mau tungguin"

"Enggak!."

"Ih Jani."

"Yaudah aku ke kantin duluan ya"

"Iya, dahh"

Mereka memang begitu. Kalau sudah ketemu dengan drakor. Rasanya sulit untuk mengajak mereka beranjak dari tempat itu. Seperti ada sihir yang membuat mereka betah dan tetap ingin berlama – lama dihadapan laptop mereka. Melihat drama yang alur ceritanya itu – itu saja. Kau tidak perlu bertanya apakah Jani menyukali drakor atau tidak. Jawabannya sudah pasti tidak.

Karena ketiga temannya absen ke kantin. Mau tidak mau Jani harus pergi sendirian. Kalau bukan karena cacing – cacing yang sudah demo didalam perutnya. Mungkin Jani akan menunggu mereka menyelesaikan satu sampai dua episode kemudian memaksa mereka untuk mengantar Jani ke kantin. Namun kali ini perut Jani sedang tidak bisa dikompromi.

Setibanya dikantin. Jani langsung mencari warung yang paling sepi. Jani tidak terbiasa makan dengan kondisi ramai. Baginya itu cukup mengganggu. Setelah berjalan sampai keujung kantin. Jani menemukan satu warung yang cukup sepi. Hatinya menjatuhkan pilihan pada warung itu.

"Ibu nasi goreng satu ya"

"Iya neng"

Asyiknya makan diwarung yang tidak begitu ramai ya seperti ini. Tidak perlu menunggu lama, pesanan kita sudah jadi dan langsung bisa kita santap.

"Ini neng nasinya"

"Iya bu, terimakasih"

Jani langsung berdoa dan menyantap suap demi suap makanannya. Warung yang semula tidak begitu ramai tiba – tiba kedatangan segerombolan mahasiswa yang kemudian meminta bergabung berbagi meja dan kursi. Tentu saja Jani izinkan. Meja dan kursi itu bukan miliknya. Akhirnya Jani duduk dipinggir kursi itu. Melanjutkan menyantap makanannya yang tadi sempat terhenti.

Jani menyantap makanannya dengan lahap. Mungkin karena lapar. Atau karena nasi goreng ini memang sangat lezat. Baru setengah piring Jani habiskan makanannya. Tiba – tiba beberapa orang disebelahnya bercanda yang menurut Jani berlebihan. Bayangkan, Jani sedang makan dan beberapa orang disebelahnya tertawa kencang sampai memukul - mukul meja. Tentu saja itu menggangu.

"Mas tolong dong bercandanya, saya lagi makan." ucap Jani ketus.

"Loh mbaknya kok berani, cari masalah?." ucap salah seorang mahasiswa itu dengan nada tinggi.

"Saya enngak cari masalah mas, saya hanya mengingatkan kalau saya lagi makan. Dan bercanda mas tadi sampai memukul - mukul meja menggangu saya."

"Ini kantin umum mba, siapapun bebas disini. Kalo enggak mau diganggu atau merasa terganggu silahkan bikin kantin sendiri!."

Jani yang sudah muak dengan mereka kemudian menggebrak meja dan meninggalkan mereka.

"Merepotkan!."

Jani menyingkir dari kursi tempat Jani sebelumnya makan kemudian salah satu dari mereka dengan sengaja menyerimpung kaki Jani.

Gubrak...Jani tersungkur...Mereka tertawa

"Mampus"

"Rasain"

Jani mencoba bangkit, kemudian seorang pria menolongnya

"Kamu gapapa?."

"Enggak" kemudian Jani melihat tangannya yang ternyata berdarah.

Alfin yang sedari tadi membantu Jani berdiri kemudian berjalan meninggalkan Jani dan mendekati beberapa gerombolan mahasiswa itu yang masih tertawa puas itu.

Dari belakang Alfin menarik kerah kemeja sesorang yang duduk dipinggir hingga ia terjatuh ke lantai.

Dirinya terkejut masih tak mengerti. Alfin kembali menarik kerah bajunya hingga mahasiswa itu berdiri tepat dihadapan Alfin.

"Kalian yang buat dia jatuh" tanya Alfin sambil menunjuk kearah Jani

"Dia punya salah apa sama kalian?."

Segerombolan mahasiswa itu diam.

"Jawab!." ucap Alfin dengan nada yang tinggi

"Kalian ini bisu apa pengecut!."

"A..nu mas...a...nu"

"Pengecut! Beraninya cuma sama perempuan!." kemudian Alfin melepaskan pegangan ke salah seorang gerombolan itu dengan mendorong. Kencang sampai akhirnya menabrak teman - temannya yang lain.

"Dia ini pacar saya, awas kalau kalian berani macem - macem lagi sama dia. Habis!."

Kemudia Alfin pergi meninggalkan sekumpulan mahasiswa itu. Semua mata memperhatikan dirinya. Tanpa peduli terhadap sekitarnya Alfin langsung menggandeng tangan Jani dan meninggalkan kantin.

Alfin terus menggandeng tangan Jani, erat. Sangat erat. Sampai akhirnya Alfin yang sedari tadi diam mencoba membuka pembicaraan.

"Lukamu aku obati ya"

"Tidak perlu, nanti sembuh sendiri"

"Jangan rewel, nanti kalau sudah infeksi baru tahu rasa"

Jani hanya diam. Ikut saja dengan Alfin. Dirinya tak menyangka seseorang yang selama ini ia anggap aneh ternyata sepeduli itu pada Jani.

Sesampainya di UKS. Alfin langsung meminta obat merah dan juga kapas untuk mengobati luka Jani. Alfin mengobati luka Jani dengan penuh sabar.

"Sudah"

"Terimakasih kak"

"Sama - sama Jani. Panggil aku Alfin aja"

"Iya Fin. Aku berhutang budi padamu"

"Berhutang budi?" tanya Alfin bingung.

"Iya berhutang budi padamu. Karena tadi sudah menyelamatkanku. Entah kalau tidak ada kamu fin"

Alfin sejenak berpikir. Seperti membayangkan sesuatu.

"Nah, Bagaimana untuk membalas hutangmu, nanti malam antar aku ketoko buku?."

"Ke toko buku?."

"Iya Jani, ayolah. Mau ya." bujuk Alfin.

"Boleh, hanya ke toko buku kan? tidak kemana - mana lagi."

"Sekalian makan, hehe."

"Tapi ini hanya untuk membalas budi ya, bukan kencan!."

"Iya Jani, tenang saja."

Hari ini, semesta mengajariku tentang suatu hal.Bahwa yang selalu kita anggap buruk. Ternyata tidak selalu buruk seperti apayang kita pikirkan. Manusia seringkali mendiskreditkan seseorang. Padahal kitasendiri belum tahu dengan jelas kebenarannya. Seseorang bisa saja terlihatmenyebalkan. Terlihat begitu baik. Tapi apa kita tahu maksud dari semuanya? Dansejak hari ini. Jani berjanji pada dirinya untuk tidak langsung menilaisesorang yang bahkan tidak Jani kenal sebelumnya

HILANGWhere stories live. Discover now