Merakit

97 1 0
                                    

Yogya bukan lagi menjadi kota yang paling Jani benci, bukan lagi jadi kota yang selalu menghadirkan hujan di pipinya, tapi Yogya, kini jadi kota yang selalu menghadirkan bulan sabit di senyumnya. Kota ini bertransformasi menjadi kota yang penuh kenangan. Yogya telah menjadi saksi perjalanan cinta dan hidupnya. Setelah tiga tahun yang lalu, kota ini berubah menjadi kota yang begitu indah, segala cerita terjadi di kota ini. Banyak hal yang telah tercatat dan terangkum abadi di kota ini. Kini, guru Sekolah Dasar sekaligus barista itu menjadi sebagian elemen penting dalam dirinya, menjadi dunianya yang damai, yang sejuk dan menyejukkan.

Semua memori bertebaran dalam ruang pikir, menemani dan mengikuti disepanjang perjalanan menuju bandara untuk menjemput kekasihnya. Langit cerah hari ini, mungkin alam raya bahagia menyambut kepulanganmu, sama seperti Jani yang bahagia menyambut kepulangan Rheza. Dirinya baru saja kembali setelah kurang lebih selama tiga minggu menjadi relawan kebencanaan, ia pernah berkata pada Jani bahwa, "kamu boleh larang aku soal apapun, kecuali untuk menjadi relawan." Dan Jani tidak pernah melarangnya hingga kini. Walaupun imbasnya ia harus rela berkali-kali ditinggalkan kekasihnya dalam waktu yang cukup lama.

Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menjelajahi dunia mereka masing-masing. Meraba, merasa, dan mengerti. Itu yang selalu mereka terapkan. Dua anak manusia dengan perasaan dan pemikiran yang berbeda yang kemudian disatukan atas dasar cinta. Cinta yang seringkali dipermasalahkan oleh banyak manusia di muka bumi ini. Menurutku, cinta adalah langkah, jejak berjarak antara benar atau salah. Seringkali mereka menyalahkan langkah, padahal jika ditelusuri lebih jauh, langkah tidak pernah benar-benar salah. Arahnya saja yang salah. Seringkali merekapun menyalahkan cinta, seperti langkah, cinta tak pernah benar-benar salah. Pemikirannya saja yang salah. Ah..., rasa-rasanya tidak akan pernah ada habisnya jika kita terus berbicara perihal cinta. Yang aku tahu, cinta mempunyai definisi sederhana, yaitu kamu.

***

Rindu membawa langkahnya menuju ruang tunggu, ramai seperti bandara pada umumnya, mata Jani tak henti mencari dan memandang kesetiap sudut, kesetiap pasang mata, barangkali diantara kerumunan masa itu ada kekasihnya yang kembali untuk melanjutkan rindu yang sempat ia tampung sendiri.

Sudah hampir tiga puluh menit namun tak kunjung terlihat sosok kekasihnya itu, seperti putus asa, Jani merebahkan tubuhnya ke kursi tunggu sembari mengambil napas panjang.

Kemudian, dari belakang tempat Jani duduk, sebuah tangan menyodorkan sebotol minuman dingin, "nih, menunggu itu capek."

Jani yang terkejut langsung berusaha mencari siapa pemilik suara itu, belum sempat menoleh, dekapan hangat menyambutnya riang. Bruk... Jani kenal dekapan ini. Mereka hanyut dalam kerinduannya masing-masing, sampai tak peduli puluhan pasang mata sedang menontonnya. Bagi mereka, bandara ini kosong, tak ada siapapun kecuali mereka berdua. Dua anak manusia yang sedang mengemban kerinduan.

"Nih minum dulu, aku tahu kamu capek nungguin aku, ngerinduin aku," ucap Rheza.

Jani tidak menjawab apa-apa, hanya melempar senyuman terbaiknya sembari menerima sebotol air mineral dingin yang diberikan Rheza untuk mengobati lelahnya menunggu dan merindukannya. Begitulah Rheza, ia selalu tahu cara untuk berbuat lebih daripada berbicara lebih. Setiap tindakan kecilnya selalu membuat Jani merasa nyaman, tiap ucapannya selalu membuat bulan sabit bersarang disenyumnya.

***

Waktu adalah laju roda yang tak bisa dihentikan. Selalu maju tanpa pernah memberikan ruang untuk mereka mundur sedikitpun kebelakang. Waktu telah membawa Jani dan Rheza berkelana jauh, melewati berbagai fase penting dalam hidupnya, waktu juga telah mengantarkan Nana, Depi, dan Putri menuju pelaminan, menjemput bahagianya, menjemput dunianya. Kini tinggal Jani yang hanya menunggu waktu, menunggu ikrar itu sampai pada dirinya.

HILANGWhere stories live. Discover now