Hari Merindu

82 10 1
                                    

Hari-hari setelah kepergian Alfin adalah hari-hari penuh luka. Pengkhianatan yang Jani terima tidak mudah untuk dirinya lupakan begitu saja. Aku yakin, sebagian dari kalian mengerti seperti apa rasanya, atau mungkin kalian sedang merasakannya saat ini? saat membaca kisah ini? jika iya, kau tak sendiri. Percayalah bahwa setiap yang hilang akan Tuhan gantikan. Setiap yang pergi, akan ada yang datang lagi, entah sekedar singgah atau menetap. Hidup ini seperti kau sedang menaiki kereta, kau akan terus berjalan, berhenti dipemberhentian yang ada. Bertemu dan berpisah dengan beberapa orang, sampai akhinya kau tiba dipemberhentian terakhir. Disitu kau akan menemukan akhir dari segala perjalanan panjangmu. Jadi, nikmati saja perjalananmu kini. Soal lukamu? Biar semesta dan waktu yang menyembuhkannya.

Barangkali kisah yang kemarin adalah pelajaran untuk diriku, barangkali luka adalah cara untuk mendewasakanku. Yang aku butuhkan kini hanyalah hujan. Rintik yang turun perlahan membasahi bumi, membasahi raga yang sedang kepayahan tanpamu, atau mungkin, aku butuh derasnya hujan untuk menghapus segala jejak-jejakmu. Kau aneh! kau selalu saja pulang pada pelupuk rinduku, menghadiahi rasa yang tak begitu menyenangkan bagiku. Harusnya kau tak lagi disitu! tak lagi diruang rinduku! karna disana tak ada lagi ruang untukmu, setelah semuanya kau luluh lantahkan begitu saja. Kau telantarkan aku bersama rasa yang dulu kita temukan dan kita besarkan bersama, hingga akhirnya kau telantarkan kini, kau biarkan rasa itu kedinginan tanpa hangatnya cintamu. Kini, tak ada pipi yang kering ketika aku memikirkanmu.

Mungkin setelah ini aku harus belajar mengikhlaskanmu, sesuatu yang sudah lebih dulu kau lakukan padaku. Beberapa rasa memang akan berakhir dengan cinta, namun beberapa lainnya harus puas hanya dengan cerita. Itu yang sedang aku coba, aku harus puas jika kisah ini hanya berakhir dengan cerita. Kau yang dulu menghantarkan bahagia padaku, kau juga yang membawanya pergi dari hidupku, mengapa semudah itu?

***

Sejak hari itu, hubungan Jani dan Rheza semakin membaik, Jani sering main ke kedai, sekedar untuk ngopi atau untuk berbincang dengan Rheza. Sebelumnya, Jani meminta Rheza untuk menemaninya menikmati senja di pantai Parangtritis. Konon senja disana indah.

Setelah selesai dengan urusannya di kedai, mereka berdua berangkat. Kebetulan hari masih siang, matahari masih betah berada diatas kepala mereka. Tidak ada salahnya jika mampir dahulu, motor Rheza melaju ke kedai es krim yang cukup terkenal di Yogya.

"Kau mau pesan apa Jani?"

"Apa saja Rhez, yang spesial"

"Spesial dua ya mbak" ucap Rhez kepada pelayan.

"Kau tahu tidak Jani, kalau semua penjual yang menyebut menunya spesial itu pembohong"

"Loh kok pembohong? kenapa Rhez?"

"Iya abis yang spesial kan cuma kamu" goda Rhez.

"Ih Rheza!"

"Kau tahu Jani, kenapa aku ngajak kamu ke kedai es krim ini?"

"Kenapa Rhez?"

"Karena hidup ini enggak harus selalu pahit, harus ada manis yang kita rasakan. Kayak gelato ini, kayak kamu; manis"

"Terus aja terus!"

Rheza seperti sosok yang sengaja dikirimkan semesta untuk mengobati segala luka yang Jani rasakan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu saja memancing tawa Jani, kini senyumnya mulai berani muncul, tak malu-malu lagi seperti sebelumnya. Entah mantra apa yang Rheza gunakan untuk membuat Jani selalu tertawa ketika bersamanya.

Setelah puas menikmati gelato di kedai es krim, mereka melanjutkan perjalanan menuju Parangtritis. Sepanjang perjalanan mereka habiskan dengan tawa, apapun yang ada dihadapan mereka selalu saja jadi bahan lelucon.

HILANGWhere stories live. Discover now