Bag. 1 |ЁЯТР Trigger

2.9K 343 65
                                    

Btw ini ceritanya versi baru. Sekuel Wo ai ni kuputuskan bagi dua. Yang sudah kutulis kemarin masuk ke cerita "Khalila". Dah. Itu aja.
Selamat baca
***

Sudah lima tahun mereka menikah. Zen menjalani amanah sebagai suami dengan baik, begitu pun Khaira, ia berusaha melakoni tugasnya sebagai istri dengan sangat baik. Pernikahan mereka bahagia. Terlebih setelah kelahiran putri kecil mereka Arifah al Afwa. Lengkaplah sudah kegembiraan keluarga kecil itu.

Khaira menggendong baby umur satu tahun yang baru saja ia bedaki. Membawanya turun ke lantai satu, mendudukkan si kecil di bangku bayi, dan mulai mengatur meja makan.

"Assalamualaikum, putri kecil Abi." sapa Zen yang sudah siap dengan pakaian kerja, lalu mendaratkan kecupan kilat pada pipi tembem lagi menggemaskan itu.

Zen mengangkat tubuh Afwa tinggi-tinggi, hingga gelak tawa sikecil memenuhi ruangan. Khaira yang tengah mengaduk bubur dan memindahkan mangkuk menyunggingkan senyum.

Puas bermain dengan putrinya. Zen menarik kursi dan mulai menyentuh sarapannya. Khaira ikut bergabung dengan menyuapi putri kecil mereka.

"Kak, aku izin keluar bawa Afwa, ya, ke rumah teman. Dia baru aja pindahan kemarin, nggak jauh dari sini."

Zen mengangguk. "Iya." serunya sambil senyum. "Insyaallah, aku pulang cepat hari ini." serunya lalu mulai menandaskan isi gelas.

Khaira ikut tersenyum. Melihat Zen yang sudah menyelesaikan sarapannya, ia ikut bangkit lalu menginterupsi, ingin merapikan dasi suaminya.

Khaira menghela napas panjang. "Kak ... aku pengen pulang. Kak Nisa kayaknya kurang sehat akhir-akhir ini."

Hening sejenak. "Nanti ya, aku perlu mengecek jadwalku dulu."

"Beneran, ya?" seru Khaira mendelik pada pria jangkung di hadapannya itu.

"Iyaa.." seru Zen menekankan. "Jangan cemberut gitu. Senyum dong." tambahnya lalu mendaratkan kecupan ringan.

Khaira pun menarik kedua sudut bibirnya.
"Nah, cantikan gini, Tuan putri."

Khaira tergelak, lalu mendaratkan pukulan ringan. "Yang jadi tuan putri sekarang itu Afwa, Bi." seru Khaira mengingatkan Zen yang sudah menjadi Ayah.

Zen tebahak. "iya, ya. Jadi kamu mau berhenti saja jadi tuan putriku? Hm?" tanggap Zen dengan tatapan menggoda.

Wajah Khaira bersemu, cepat-cepat ia mengalihkan pandang dari tatapan intens itu. "Eh, bekalnya kelupaan!" bergegas Khaira ke dalam.

Zen hanya bisa tertawa geleng-geleng. Dari dulu sifat pemalu istrinya itu tidak pernah berubah. Tapi justru itu yang Zen suka. Menggoda istrinya sudah menjadi hobinya, sekarang.

Khaira kembali dengan Afwa dan kotak bekal. Zen menerima kotak bekal itu lalu mendaratkan kecupan di pipi putrinya dan di dahi istrinya.

"Dah, Abati! Hati-hati." Khaira membahasakan, sambil melambaikan tangan putrinya. Zen yang sudah hendak membuka pintu mobil itu mendadak kembali.

"Lho, ada yang ketinggalan?" tanya Khaira.

"Stempelnya belum."

Khaira tertawa. Ia hampir lupa ritual paginya. Khaira berjinjit.

"Jauhkan suami hamba dari lirik-lirik cewek lain Ya Allah, aamiin." seru Khaira lalu mendaratkan ciuman di pipi suaminya. Zen tertawa. Sungguh, kebiasaan Khaira yang baru ini memang lucu.

"Aku pergi ya. Assalamualaikum."

***

Selepas memberikan kunci untuk meminta kendaraannya diparkirkan, Zen memasuki gedung. Kesibukan sudah terjadi. Orang-orang berlalu lalang. Para karyawan menyapanya di lobi, di lift, dimana pun. Seperti biasa Zen menanggapi semua dengan hangat, dan memberi semangat semuanya agar bekerja dengan amanah dan sungguh-sungguh.

Ainy, membawamu kembali рдЬрд╣рд╛рдБ рдХрд╣рд╛рдирд┐рдпрд╛рдБ рд░рд╣рддреА рд╣реИрдВред рдЕрднреА рдЦреЛрдЬреЗрдВ