Part 02

7.4K 1.1K 107
                                    

"NAMANYA Mark."

Chenle berujar sembari mengeluarkan beberapa potong pakaian hangat dari dalam koper berwarna putihnya. Sementara itu, Haechan duduk di atas ranjangnya dengan dagu yang bertumpu di sisi bantal berwarna hitam milik si rambut pirang.

"Mark?" Haechan mengulang. "Seperti nama orang asing saja."

"Tatsächlich," sebuah jawaban dilontarkan oleh Yangyang. "Ayahnya seorang Canadian dan mendiang ibunya adalah warga Korea Selatan. Dia berada satu tahun di atas kita, kalau kau mau tahu."

Haechan mengernyit. Merasa jika terdapat sesuatu yang ganjal dan ia baru menyadarinya sekarang.

"Bagaimana kalian tahu?"

Renjun yang tengah berbaring di ranjang paling atas dengan ponsel di hadapannya kini membuka mulutnya dan turut ambil bagian dalam percakapan tidak penting teman-temannya mengenai seorang peserta di luar sana.

"Perwakilan dari sekolah yang sama, tingkat yang berbeda."

"Dia dan Lee Jeno—kawannya—adalah murid kelas sebelas. Kami bertiga dan Na Jaemin adalah murid kelas sepuluh," Chenle bantu menjawab. "Ah, ya. Tentang Na Jaemin, kau mungkin akan bertemu dengannya saat makan malam nanti."

"Hoo, begitu."

Ada satu hal yang mampu membuat Haechan berkecil hati; ke-tiga temannya ini berasal dari sekolah internasional dengan peringkat terbaik di wilayah ibu kota dan sekitarnya. Sejauh memorinya berkelana, terdapat dua belas peserta yang mewakili wilayah Seoul.

Dan separuh dari mereka adalah anak-anak ini, batinnya.

"Omong-omong," Chenle melanjutkan penjelasannya yang sempat terhenti. "Mark-hyung adalah kompetitor yang berbahaya."

"Sangat berbahaya."

Haechan meneguk ludah. Entah apa yang membuat dirinya sempat menganggap jika olimpiade ini bersifat ringan dan tidak membebani padahal faktanya, banyak peserta yang lebih pintar dan berpengalaman dari padanya.

"Seberbahaya apa?"

"Pokoknya, sangat berbahaya."

Dan pemuda itu memutuskan untuk mencoba menyelidiki jawabannya.

***

"SELAMAT datang di olimpiade fisika tingkat nasional Korea Selatan!"

Ketua panitia memberikan sambutan yang meriah kepada para peserta. Sebagai hadiah pembuka, pihak penyelenggara menyediakan makan siang bagi mereka yang kelaparan. Cukup menggugah selera menurut Haechan. Dimulai dari ayam panggang hingga hidangan penutup seperti es krim dan puding susu tersedia di sini.

Tetapi, sayang.

Pemuda berkulit tan itu sama sekali tidak merasa lapar. Kenyang, malah.

Sebelum Haechan dan ketiga temannya memutuskan untuk menduduki bangku di area barat, sebuah seruan yang cukup lantang mampu ditangkap oleh gendang telinga mereka.

"CHIN~GU!"

Seorang pemuda bersurai cokelat madu menghampiri ketiganya sembari membawa sepiring penuh makanan ringan. Tidak ada hidangan utama tersedia di sana. Hanya terdapat dua buah roti cokelat, tiga potong puding susu, dan dua buah hotteok dengan baluran keju di atasnya. Rasanya sama saja—memakan sebuah ayam panggang dengan menghabiskan hidangan ringan sebanyak itu.

"Jahat, jahat, jahat!" Serunya dramatis, mendapatkan tiga tatapan kecut. "Kalian berada di satu kamar dan aku tidak! Kalian jahaaat!"

"Ya, 'kan, yang mengatur bukan kami," Chenle menjawab sekenanya, kemudian duduk di samping Haechan sembari mengunyah roti isi yang ia ambil dari pojok ruangan. Kedua pemuda lainnya ikut menduduki kursi masing-masing—hal yang sama juga dilakukan oleh pemuda asing yang baru datang ini.

Too Kind • Markhyuck ✓Where stories live. Discover now