Part 05

5.6K 945 68
                                    

"HALO."

Haechan berkata sembari tertawa kecil. Saat ini, ia duduk berhadap-hadapan dengan Mark yang—seperti biasanya—tengah memacari sebuah buku tebal yang isinya tidak jauh dari ilmu-ilmu fisika lanjutan yang hanya dapat Haechan mengerti sebagian.

Selama dua hari, Mark menjauhkan diri dari Haechan. Sudah dicari kemanapun, tempat persembunyian pemuda itu tidak dapat digapai dengan mudah oleh Haechan yang sering kali ditemani Chenle atau Renjun—salah satu dari mereka yang memilih untuk mengalah dan menemani Haechan berkeliling sebelum sesi dimulai.

Tetapi, entah siapa yang memberi tahu, Haechan datang.

Habis sudah keinginan Mark untuk belajar dengan tenang dan tentram tanpa adanya suatu keributan apapun. Kini, Haechan telah mendatanginya dengan senyuman lebarnya yang siap mengeroyak Mark kapanpun ia bertingkah.

Pemuda itu hanya bisa mendengus.

"Apa maumu sebenarnya?"

Pertanyaan itu lebih pantas dikatakan sebagai sebuah sindiran keras. Mark tidak suka berterus terang. Ia lebih suka menyaksikan lawan bicaranya memutar otak untuk memahami arah pembicaraan yang ia maksud. Secara tidak langsung, ia tahu ia telah membantu orang mengasah kemampuan bekerja otak mereka.

"Apa... mau ku?" Lagi-lagi, Haechan mengulang pertanyaannya dan mendapat sebuah anggukan sebagai jawaban.

"Ya," Mark berkata. "Apa yang membuatmu resah dan menggangguku setiap hari sementara kau memiliki lebih dari seorang teman yang dapat kau ganggu setiap saat karena mereka tidak keberatan dengan—"

Kalimat Mark yang berikutnya sama sekali tidak didengar dan diindahkan oleh Haechan. Pemuda itu justru sibuk berpikir mengenai alasannya membuntuti Mark.

Seolah tidak ada suara yang mampu menginterupsinya, Haechan terdiam sebelum berkata,

"Aku hanya ingin berteman denganmu."

Jawaban itu murni berasal dari lubuk hati Haechan—walau nyatanya, sebagian kecil dari hatinya berkata jika ia hanya menginginkan eksistensi Mark di sekitarnya setiap kali ia merasa tidak bersemangat.

Mendengar penuturan Haechan, Mark menghela nafas.

"Jika kita berteman," sulit untuk mengatakannya bagi Mark. "Apakah kau... akan berhenti mengejarku?"

Dengan senang hati, Haechan mengangguk bersemangat.

"Ya, ya, ya!" Serunya, melupakan fakta jika keduanya kini tengah berada di perpustakaan kota tanpa sepengetahuan para panitia pelaksana yang melarang para peserta olimpiade untuk keluar dari hotel tanpa sepengawasan pembimbing maupun pihak panitia yang berwenang.

"Aku akan sangat senang jika kau mau menjadi teman-ku."

Seolah mengulang hari pertama pertemuan mereka, Haechan mengulurkan tangan kanannya dan tersenyum lebar. Surainya turut bergoyang ketika pemuda tersebut memiringkan kepalanya.

"Kini, kita berteman, ya?"

Berdecak, Mark hanya mengangguk. Tidak memiliki niat sedikit pun untuk membalas salam dari Haechan yang selalu ia hiraukan.

"Turunkan tangan gendutmu," ujarnya ketus. "Kotor dan jorok."

Haechan yang mendengar kata-kata olokan seperti itu hanya tertawa. Sejauh ini, ia hanya menganggap semua kalimat serupa sebagai angin lalu—tidak penting dan tidak diperlukan dalam hidupnya.

"Akhirnya kita berteman!" Pemuda itu bersorak sambil berbisik. "Entahlah—euforia ini menguasaiku."

Mark mendengus.

Too Kind • Markhyuck ✓Where stories live. Discover now