Part 21

5.5K 819 145
                                    

RENJUN berkacak pinggang ketika pemuda di hadapannya menghalangi keinginannya untuk keluar dari kelas karena ia menghadang pintu.

"Kau mau apa?"

Sudah tiga kali Renjun mencoba untuk menyingkirkan seniornya itu, tetapi miris. Tidak ada satupun percobaan yang membuahkan hasil menyenangkan. Semuanya hanya mampu membuat pemuda di hadapannya ini semakin mendesak.

Ia sudah lelah, sungguh.

Kekasihnya pasti tengah menunggu kedatangannya bersama Yangyang di kafetaria. Jika kalian penasaran, ya. Kelas keduanya terpisah. Si anak Jerman bersama Chenle sementara Renjun berada di kelas yang sama dengan Jaemin si penggila Jeno.

Rasanya Renjun lebih memilih untuk turun kelas ketimbang mendengar jeritan Jaemin setiap harinya.

Beruntung, pemuda yang ia sebut itu sudah keluar dari kelas sejak denting pertama bel istirahat ke-dua berbunyi. Jadi, ia tidak perlu repot-repot menutup telinganya lagi.

Namun, sial.

Pemuda di hadapannya ini justru menghadangnya di depan pintu.

"Bisa cepat tidak?" Renjun mengumpat tertahan. "Aku sedang terburu-buru. Chenle pasti akan mengomel jika aku terlambat menemuinya di kafetaria."

"Kau tidak akan terlambat jika kau meladeni ku sejak awal aku mendatangi kelasmu ini, Huang Renjun yang terhormat."

Tidak ada murid lain di dalam kelas itu selain Renjun dan Mark. Keduanya sibuk saling menatap—seolah melakukan pertandingan untuk membuktikan pandangan milik siapa yang lebih menakutkan. Tetapi, aksi itu segera diputus secara sepihak oleh Renjun yang menghela nafas dan memundurkan tubuhnya dari ambang pintu, merasa percuma jika ia tetap berdiri di sana karena kakinya hanya akan menjadi semakin pegal kalaupun ia memaksa.

"Baiklah," ia menatap pemuda itu dengan tajam. "Apa yang kau inginkan dari ku, sunbaenim?"

Mark menghela nafas.

Sejujurnya ia tidak pernah menyangka jika hari ini akan tiba.

"Anu itu—"











"Boleh minta nomor Haechan?"










Renjun bergeming. Kalau boleh jujur, ia tidak tahu harus berkata seperti apa sebab ia tidak memperkirakan hal ini untuk segera terjadi.

Sejauh ingatannya berkelana, terakhir kali ia menyaksikan drama antara Mark dan Haechan adalah kejadian pada hari terakhir proses karantina berlangsung. Itu pun tidak berakhir bahagia—menurut pandangan Renjun yang tidak tahu menahu mengenai kelanjutan cerira keduanya di dalam kediaman Lee.

"Kau meminta nomornya?" Renjun bertanya, masih tidak dapat memercayai sosok di hadapannya.

Sementara itu, Mark mengangguk.

"Ya, aku butuh," katanya bersemangat. "Bisakah kau memberikannya kepada ku? Aku tahu kau menyimpan nomor ponselnya, Huang Renjun. Ku mohon."

Pemuda berdarah Tiongkok tersebut hanya bisa menghela nafas lagi. Sebenarnya, ia mau saja memberikan nomor Haechan kepada Mark secara cuma-cuma mengingat kondisinya yang seolah dikejar oleh waktu. Tetapi, separuh dari dirinya memberontak—menolak memberikan nomor pemuda lugu itu kepada senior di hadapannya. Takut kejadian dimana Haechan menangis terulang kembali dan Renjun tidak menginginkan hal itu terjadi lagi.

"Kau... serius?"

Mark mengangguk.

Ia tidak bodoh. Ia tahu dengan jelas jika Renjun enggan memberikan nomor sahabatnya karena pemuda itu pernah menyaksikan suatu kejadian tidak menyenangkan di antara keduanya.

Too Kind • Markhyuck ✓Where stories live. Discover now