Part 10

5K 885 85
                                    

"BAGAIMANA? Bagaimana?"

Kedua bola mata milik Haechan terbelalak akibat kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Mark beberapa saat yang lalu sebelum pemuda itu menyesap secangkir cokelat panas miliknya.

"Seperti yang kau dengar," Mark kembali berujar. "Sebenarnya Jeno memiliki perasaan lebih kepada Jaemin-temanmu yang gila itu."

"Benarkah?"

Mark mengangkat kedua bahunya. "Terserah kalau tidak mau percaya."

"Baiklah, baiklah. Aku percaya."

Kemudian Haechan tertawa kecil. Kembali mengingat berbagai kejadian ketika Jeno menghindar dari serangan asmara yang Jaemin berikan kepadanya selama seminggu penuh mereka tinggal bersama.

Perlu kalian tahu jika keduanya sudah lama beranjak dari toko buku milik ayah Jeno dan duduk manis di sebuah kafe yang sering kali Mark kunjungi bersama sahabatnya itu. Sementara Haechan memesan secangkir cokelat panas dan kue dengan perasa sitrus yang kuat di dalamnya, Mark hanya membeli secangkir Americano dan sebuah smoked beef quiche yang dibungkus di dalam sebuah paper bag.

Haah.

Kini hanya tersisa tiga jam lagi sebelum keduanya harus kembali ke hotel dan melakukan upacara penutupan serta pemberian penghargaan kepada para peserta yang telah berpartisipasi di dalam olimpiade fisika tingkat nasional ini.

Namun, di sela keheningan yang melanda, tiba-tiba saja Mark memanggil.

"Ada apa?" Haechan bertanya sembari memiringkan kepalanya-kebiasaan yang sudah menempel pada dirinya semenjak ia masih berusia dua tahun.

"Kau-"

Sebenarnya, Mark ingin sekali membahas perihal peristiwa yang terjadi kemarin. Sebuah peristiwa yang cukup membuatnya terusik dan tidak bisa tidur dengan tenang hanya karena sibuk memikirkannya.

Hanya saja, ia takut membahasnya.

Karena itu, Mark hanya bisa tersenyum canggung dan mengurungkan kembali niatnya untuk membahas topik mengenai peristiwa yang terjadi di saat-saat terakhir perlombaan sesi ke-dua berlangsung.

"-tidak apa-apa."

Haechan sempat mengerjapkan matanya sebentar sebelum pemuda itu terkekeh. "Baiklah kalau begitu."

Pemuda tersebut kembali menyesap secangkir cokelat panasnya sebelum kembali membuka mulutnya.

"Hyung?"

Mark menoleh.

"Terima kasih atas segalanya."

Mark terdiam. Tidak tahu harus membalas kalimat itu seperti apa sementara Haechan terus tersenyum manis kepadanya hingga kedua mata milik pemuda tersebut menyipit.

"Aku tahu-" lanjutnya. "-kau yang membelikan ku buku itu. Walau kau tidak menjelaskannya kepada ku, tetapi wanita di balik kasir itu melakukannya."

Mark diam, membiarkan Haechan melanjutkan kalimat berikutnya.

"Aku juga tahu kalau kau membelikanku cokelat panas dan kue sitrus ini. Kau juga menarik lenganku ketika lampu pejalan kaki berubah menjadi merah seketika. Kau bahkan mengambilkan buku yang aku inginkan dan memberikannya kepada ku sembari tersenyum."

Haechan menghela nafas.

"Terima kasih atas segalanya, hyung."

Mark masih terdiam. Benar-benar kehabisan akal-memikirkan berbagai cara untuk membalas kalimat tersebut.

Sesungguhnya, ia tidak patut menerimanya.

Tidak seharusnya Haechan berterima kasih kepadanya. Tidak seharusnya Haechan berbuat seperti ini kepadanya yang terus-menerus melakukan perbuatan yang menyakitkan hati pemuda tersebut selama proses karantina berlangsung. Tidak seharusnya Haechan tersenyum kepadanya seperti ini.

Too Kind • Markhyuck ✓Where stories live. Discover now