48. disbelief

11.3K 1.9K 216
                                    

Keringat dingin berkucuran di punggung Jaehyun. Dalam sepersekian detik, ia tergagap. Tolong katakan ini hanya mimpi. Jieun pasti melantur 'kan? Tidak mungkin 'kan anak yang dikandung gadis itu adalah darah dagingnya?

"Jieun... A—aku tidak percaya," ucap Jaehyun tak berani menatap manik mata perempuan di hadapannya.

Maksudnya, bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Seburuk-buruknya ingatan yang Jaehyun punya, ia tahu tak mungkin seceroboh itu.

Gadis itu menyodorkan sesuatu dari tas selempangnya, sebuah testpack dengan dua garis yang terpampang jelas.

"... Tidak mungkin anakku... Cobalah ingat-ingat lagi, siapa pria yang kau tiduri sebelumnya," Jaehyun menggelengkan kepalanya berkali-kali sembari mengusap wajahnya pelan—dengan hembusan nafas frustasi. Mencoba mencari ketidakmungkinan dari bukti yang diserahkan Jieun.

Siapa pria yang ia tiduri sebelum Jaehyun? Ada seorang lelaki yang merupakan teman semasa kuliahnya dulu—friend with benefits—sekitar seminggu sebelum insiden tak diinginkan itu terjadi. Namun setelah diingat-ingat kembali, teman 'bermain'nya itu menggunakan pengaman. Ia pikir kemungkinan besar janin yang dikandungnya sekarang adalah darah daging Jaehyun.

"Kau tidak menggunakan pengaman malam itu, Jaehyun..." belanya sambil menatap nanar sepatu putih yang ia kenakan. Suaranya bergetar semakin terdengar lirih.

Jaehyun sudah berjanji akan bertanggung jawab apapun yang terjadi. Namun ketika kini dirinya bertatapan langsung dengan realita yang ada serasa ditampar begitu keras sampai ia terhempas dan tak dapat berkata-kata. Seorang Jung Jaehyun, menghamili perempuan di luar nikah?

Netranya mencoba berani untuk menatap Jieun, "Apakah orangtuamu sudah tahu tentang hal ini?"

Gadis itu menggeleng, "Kau orang pertama yang aku beritahu."

Sungguh, katakan saja dirinya seorang jalang sekarang karena sudah mengkhianati sahabat sendiri. Ia harus membuat pengakuan dosa kepada Zea. Meskipun bila nanti saat panggilannya diangkat oleh gadis itu dan kerongkongannya terasa tercekat untuk berbicara, ia harus melakukan itu, mau tidak mau.

Wajah Jake dan Zea terbayang-bayang dalam benak Jaehyun. Selama 27 tahun hidup di Bumi, inilah kesalahan terbesar dan dosa terberat yang pernah dibuatnya. Seorang anak bukanlah hal enteng. Ada nyawa yang ditiupkan dalam badan itu dan bukankah menyakitkan saat mengetahui ciptaan Tuhan yang didambakan setiap pasangan di dunia itu ternyata tak diinginkan?

Bukan tentang biaya yang ia permasalahkan. Kalaupun Jaehyun mau, sampai anak itu lahir ke dunia dan dibesarkan dengan uangnya pun ia sanggup. Tetapi masalah tanggung jawab. Sekarang yang ia pertanyakan, apakah janin yang dikandung Jieun itu benar-benar anaknya? Sungguh nafsu telah menghancurkan semuanya.

"Tidak masalah bila kau tidak menginginkan anak ini, Jaehyun. Aku bisa meluruhkannya—"

"—Jangan," potong Jaehyun tegas dengan lidah yang terasa begitu pahit.

"... Mengapa? Aku tak ingin—"

"—Aku bertanggung jawab."

Atmosfer ruangan terasa mencekam. Keduanya menatap satu sama lain dengan perasaan yang membuncah. Emosi terpendam yang tak dapat mereka keluarkan terpancar dari sorot mata yang rapuh.

"Mulai saat ini, seluruh biaya yang akan dikeluarkan untuk keperluan bayi itu akan menjadi tanggung jawabku."

***

Bagaikan tremor, badan Jaehyun gemetaran dari ujung kepala hingga ujung kaki—menahan dirinya agar tidak menangis di tengah hari. Setidaknya jangan sampai kabar yang dibawa Jieun tadi merusak suasana hatinya. Oh ayolah, ia masih punya jadwal pertemuan dengan 2 klien dari mancanegara lagi setelah jam makan siang. Jangan sampai performanya turun karena ini.

My Melody✔️Where stories live. Discover now