Chapter 10

1.1K 147 11
                                    

Setelah menghabiskan waktu bersama-sama mereka berdua langsung pulang. Jina menghela napas lega, hampir seharian penuh dirinya menemani Hejin, meskipun dia tidak banyak bersuara tadi.

Jina merasa dirinya jadi berbeda. Biasanya jika dia pergi bersama Yuri, mereka akan selalu menghabiskan waktu dengan bercerita panjang lebar dan berakhir dengan tertawa bersama. Tapi sekarang tidak, dia pergi dengan Hejin yang memang baru ia kenal.

"Thanks ya, Na. Lo udah mau jalan sama gue," ucap Hejin saat mereka sudah sampai di depan gerbang rumah Jina.

Jina balas tersenyum mendengar perkataan Hejin. "Iya, kok. Gue juga ngucapin makasih karena lo udah nraktir gue tadi, hehehe."

Hejin terkekeh. "Gue seneng masih ada orang yang mau nemenin gue pergi."

Alis Jina mengerut. Mendadak ia teringat dengan kejadian saat hari pertama Jina bertemu Hejin, saat Beomgyu yang lebih memilih pergi dengannya. Jina menggigit bibir bawahnya merasa tidak enak karena secara tidak langsung dia merasa tersindir karena Beomgyu dan Hejin batal pergi karena dirinya.

"Hei, lo nggak boleh ngomong kayak gitu. Banyak kok yang bakal mau jadi temen lo," kata Jina.

Hejin menunduk. "Lo benar, tapi itu sulit. Gue takut," ucapnya lirih.

"Dalam memulai pertemanan nggak ada yang namanya kata takut. Lo harus buktiin ke orang lain kalo lo pantas dipandang baik. Mereka bakal memandang lo dan tersenyum lalu mengulurkan tangannya dan berkata teman."

Jina tersenyum menenangkan, sedikit ngeri sendiri karena ucapan bijak yang baru saja ia utarakan tadi.

"Kalau gitu gue bisa nggak jadi pihak yang mengulurkan tangan itu?"

Jina mengangguk sambil bergumam. Hejin yang melihat itu langsung tersenyum dan mengulurkan tangannya yang berhasil membuat wajah Jina kebingungan.

"Teman?" tanya Hejin.

Jina tahu sekarang. Dia menatap mata Hejin yang menatapnya dengan tulus. Hejin ingin berteman dengannya tapi dirinya ragu.

Jina tidak tega menolak ajakan Hejin. Cewek itu tulus mau berteman dengannya. Dia sendiri yang telah mengatakan bahwa tidak ada kata takut saat ingin berteman. Namun, dirinya tak tahu kalau Hejin sedang mencoba untuk membuktikan kalimatnya tadi.

Sekarang Jina malah merasa ragu.

Cewek itu pun menghela napas dan membalas uluran tangan Hejin. "Teman!"

Hejin tersenyum dan mau tidak mau Jina juga ikut tersenyum karena memang ini pilihannya. Dia hanya akan bersikap biasa saja dan mulai menjadi teman untuk Hejin.

'Ini baik, oke!'

***

"Dingin banget."

Yeonjun melirik ke arah Jina yang berjalan di sampingnya sambil mengusap telapak tangannya. Pagi ini memang hujan, dan sialnya mereka berdua lupa membawa jas hujan sehingga berakhir terguyur hujan saat menuju ke sekolah tadi.

Setengah badan Jina basah, berbeda dengan Yeonjun yang memakai Jaket. Jina memang malas untuk sekedar memakai jaket pun harus merasakan dingin yang menusuk ke kuitnya.

"Nih pake!" Yeonjun langsung memakaikan jaketnya ke Jina. "Entar masuk angin lo."

"Nggak, ah. Ribet!" tolaknya, langsung melepas jaket Yeonjun.

"Ye ... bocah! Entar kalo lo masuk angin terus sakit yang tambah ribet siapa, heh?"

Jina berdecak. "Biasa dong, ih. Lagian juga ini mau nyampe kelas. Di kelas juga nggak boleh pake jaket."

MOIRAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن