Chapter 22

833 119 9
                                    

"Ikutan kuy, Na!"

Jina menoleh ke asal suara dan mendapati Jaemin yang tersenyum ke arahnya. Cewek itu mengernyitkan alisnya bingung. "Ke mana?" tanyanya.

"Ruang musik."

"Ekstra?" tanya Jina lagi. Setahunya memang Jaemin ikut ekskul musik dan hari ini memang sepertinya jadwalnya ekskul musik.

Jaemin menggeleng. "Enggak, ekskul musik libur hari ini jadi lagi kosong, nih. Gue mau ke sana, eh ketemu lo. Lagi nungguin Kak Yeonjun, ya?"

Jaemin sempat melirik ke arah lapangan dan mendapati anak-anak ekskul bela diri yang sudah memakai baju putih kebesaran yang memang menjadi ciri khasnya. Dia mendapati Yeonjun yang sedang mengatur barisan untuk pemanasan, dia juga melihat Haechan yang memang sangat mencolok dari yang lain. Dia pun mengalihkan pandangannya dan menatap Jina lagi. "Udah ikut aja, kuy!"

Mungkin ajakan Jaemin bisa diterima, karena memang dirinya yang cukup kesepian menunggu Yeonjun, akhirnya Jina mengangguk dan mereka kemudian berjalan bersama menuju ruang musik.

Awalnya Jina bingung, haruskah dia memberi tahu Yeonjun dulu atau tidak, tapi dia rasa tidak usah karena memang mungkin saja dirinya dan Jaemin hanya sebentar.

Saat sudah sampai di ruang musik Jaemin kemudian membuka sepatunya dan diikuti Jina, lalu mereka berdua masuk.

"Lo mau ngapain, Min?" tanya Jina yang melihat Jaemin yang mulai sibuk dengan beberapa alat musik.

"Biasa, mau ngecek perlengkapan rebana buat pensi lusa nanti," jawab Jaemin.

"Hah, rebana?" Jina heran sendiri. Memangnya pensi besok lusa ada yang akan menampilkan rebana? Tapi di ruang musik juga tidak ada alat musik tersebut.

Menyadari wajah Jina yang kebingungan, Jaemin terkekeh. "Nggak-nggak, bercanda," katanya dan Jina sukses berdecak kesal.

"Kak Yeonjun masih lama, 'kan? Eh iya, entar gue dimarahin nggak kalo adeknya gue culik ke sini?" tanya Jaemin yang baru menyadari kalau tadi dirinya tidak minta ijin Yeonjun.

Jina mengibaskan tangan tak peduli dan menjawab santai, "Sans ae lah, nggak papa, kok. Kemaren gue sama Haechan aja dibolehin."

Jaemin hanya mengangguk mengiyakan, dia berdehem. "Gue tuh kadang suka mikir gitu. Kayaknya kakak lo terlalu overprotective ke elo kalau lagi sama Beomgyu, tapi kalo sama Haechan dibolehin. Aneh."

Jina diam, dalam hati membenarkan ucapan Jaemin. "Gue juga mikir kek gitu."

Masih menjadi pertanyaan besar bagi Jina, kenapa Yeonjun masih membolehkan dia dekat dengan Haechan—meskipun kabar tentang dirinya yang berpacaran dengan Haechan sukses membuat Yeonjun hampir saja emosi setelah tahu itu hanya kebohongan. Namun jika dia dengan Beomgyu, Yeonjun selalu melarangnya.

Padahal Beomgyu termasuk juga teman dekat Yeonjun. Dan Haechan? Cowok itu hanya teman satu ekskulnya saja.

"Mungkin Haechan mukanya pas-pasan kali, ya? Makanya abang lo ngebolehin."

Jina terkesiap dan menatap Jaemin. Cewek itu terkekeh. "Mungkin."

Bisa jadi tapi tidak tahu juga. Yeonjun tidak terlihat suka menilai tampang seseorang yang mendekati Jina. Menurut Yeonjun sendiri, orang yang paling tampan seantero sekolah hanya dirinya dan Jina sukses ingin muntah saat itu juga.

"Terus nanti kalo gue dihujat Kak Yeonjun gara-gara deket sama lo gimana?"

Alis Jina berkerut. "Emang kenapa?"

"'Kan gue ganteng, nanti kalo dimarahin gimana?"

Jina hanya mendengus. Perasaan banyak sekali orang-orang yang mengaku tampan di depannya. Tidak Yeonjun tidak Jaemin. Sama saja. "Bodo amat gue."

MOIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang