Chapter 33

739 132 9
                                    

Dear Jina.

Thanks buat semuanya, lo temen gue yang paling baik. Jujur gue sayang sama lo, gue seneng lo bisa nerima gue dan ngebuka tangan lo buat ngerangkul gue. Jadiin gue yang awalnya takut jadi berani dan menaruh harapan sama ucapan lo dulu.

Gue nggak tahu mau bilang apa. Lo terlalu baik, Na. Nggak ada orang yang lebih baik dari lo yang pernah gue temuin selama ini.

Dan lo nggak boleh anggep gue orang baik, Na. Gue jahat, mungkin gue orang terjahat yang pernah lo temuin.

Gue udah bikin semua orang celaka. Gue tahu kata maaf pasti nggak bakal cukup untuk nebus semua yang udah gue lakuin. Gue memang pantes dihukum kayak yang diomongin Yuri.

Dan sekarang ini hukuman buat gue, Na.

Tapi gue juga nggak bisa ngelak, Na. Lo beda dari orang-orang. Gue udah salah, tapi lo tetep aja baikin gue.

Hati lo tuh terbuat dari apa sih, Na? Gue iri banget.

Pantes aja banyak yang sayang sama lo, termasuk Yeonjun. Dia udah ngelindungin lo. Dia bahkan rela korbanin nyawanya demi nyelametin lo waktu itu.

Jujur, Yeojin juga ngerasa bersalah, Na. Lo pasti penasaran sama Yeojin. Iya, 'kan? Dia kembaran gue, Na. Kembaran gue yang udah lama pergi, tapi gue masih selalu ngerasa dia ada bareng sama gue. Di diri gue.

Sorry, gue baru ngasih tahu ke elo. Gue tahu ini terlambat. Gue takut, Na. Gue takut lo bakal pergi ngejauh dari gue setelah tahu semuanya seperti orang lain.

Asal lo tahu, Yeojin ngerasa bersalah banget udah bikin semua orang celaka.

Dia pengen sesuatu dari lo, Na, sama kayak gue.

Maaf.

Gue tahu kata maaf doang nggak cukup, tapi gue udah coba menebus kesalahan gue.

Gue sama Yeojin pengen mengakhiri semuanya, Na. Gue belajar dari lo yang selalu yakin, Na. Gue yakin bakal sembuh setelah ngelakuin terapi ini lagi. Meskipun kemungkinannya cuma sedikit, tapi nggak papa. Ini balesan dari semua yang udah gue sama Yeojin lakuin.

See you, Jina. Sampai ketemu lagi kalau masih ada waktu buat gue.

Salam,
Hejin.

Air mata meleleh begitu saja di pipi Jina. Satu hal yang dia tangkap dari surat Hejin adalah cewek itu pergi, menjauh dan mengakhiri semuanya.

"Dia pergi ke mana, Beom?"

Beomgyu menoleh. Sendari tadi ia terus diam, menunggu Jina selesai membaca surat dari Hejin. Tangan Beomgyu terangkat sedikit mengusap air mata Jina. Tatapannya sendu. "Dia balik lagi ke London, Na. Dia pengen sembuh."

"Dia sakit apaan, sih?" tanya Jina lirih.

Di surat Hejin juga cewek itu mengatakan ingin sembuh, separah apakah penyakitnya?

Beomgyu menggeleng. "Nggak, dia nggak sakit."

"Tapi, kenapa dia bilang pengen sembuh dan lo juga bilang gitu." Suara Jina bergetar, tangannya mencengkeram lengan seragam Beomgyu.

"Dia terapi, Na. Buat ngilangin kelainan mental pada dirinya." Jina menatapnya bingung, dan Beomgyu pun melanjutkan, "Dissociative Identity Disorder."

Jina pernah mendengarnya, dia tahu, dia pernah membaca buku tentang itu, dan Hejin menderita kelainan itu. "Maksud lo, kepribadian ganda?"

Mata Beomgyu tertutup sejenak, sedikit mengurangi rasa sesaknya. "Ya, dia punya kepribadian ganda. Satu dari kepribadiannya itu adalah Yeojin kembarannya."

Jadi itulah kenapa Hejin bilang Yeojin dekat dengannya, ada di dirinya. Jina tak kuat lagi, banyak sekali yang Hejin sembunyikan darinya.

Beomgyu menghela napas kasar, "Dia ngalamin itu saat umur dua belas tahun, setelah dua bulan kematian Yeojin, tanda-tanda kelainan itu sering muncul pada Hejin. Dia selalu merancau dan nyalahin dirinya sendiri. Cara bicaranya dan tatapannya juga berbeda. Papa sama Mamanya sempat ketakutan juga karena Hejin selalu nyakitin dirinya sendiri."

"Jadi ... luka yang selama ini ada di tubuh Hejin itu karena dirinya sendiri?" tanya Jina, mulai sedikit menyimpulkan cerita Beomgyu.

Beomgyu diam sejenak, antara ingin mengangguk atau menggeleng, dia kemudian menjawab, "Itu bukan kemauannya, Na. Yeojin terlalu mendominasi di tubuhnya." Helaan napas kasar keluar dari mulut Beomgyu. "Sebenernya bukan Hejin yang pengen nyakitin dirinya sendiri, tapi Yeojin."

"Kenapa?" Apa yang membuat Yeojin seperti itu.

"Dendam, Na. Dia nggak suka gue deket sama Hejin dulu. Padahal gue cuma pengen nemenin Hejin doang. Dia sendirian, Na. Gue nggak tahu kenapa dia dijauhi temen-temennya. Tapi Yeojin salah mengartikan itu. Dia nggak suka sama Hejin dan nganggep Hejin ngerebut gue dari dia."

Alis Jina terangkat sebelah.

"Dan saat itu pun terjadi. Gue, Hejin, dan Yeojin, kita main sama-sama. Saat gue mau balik ngambil mainan, gue nggak sengaja lihat Yeojin dorong rak boneka di belakang Hejin hingga jatuh. Dan gue nggak bisa bayangin lagi. Yeojin yang dorong rak itu tapi dia malah dorong Hejin menjauh dari sana juga." Ekspresi wajah Beomgyu berubah begitu saja, napasnya tercekat, tak kuat mengatakan kata selanjutnya. "Rak ... raknya nimpa dia, di depan mata gue."

Jina mematung menatap Beomgyu. Cowok itu tahu semua tentang Hejin, dia teman Jina dari SD namun juga tetangga dan teman Hejin dulu. Tapi kenapa mereka malah nutupin semuanya dari Jina. Kenapa Beomgyu juga tak pernah bicara kalau dia sudah berteman dengan Hejin dari dulu. Kenapa semuanya diam dan baru memberitahunya sekarang?

"Itulah alasan kenapa Yeojin pergi dan juga alasan kenapa lo yang selalu aja hampir ketimpa rak, Na," tambah Beomgyu.

Kepala Jina berdenyut nyeri, jadi semua rak yang selalu hampir menimpanya itu karena Yeojin. Yeojin tidak menyukainya, maka dari itu dia selalu mencoba untuk mencelakainya. Tapi apa yang sudah Jina lakukan hingga membuat Yeojin tak suka padanya?

"Setelah orang tua Hejin tahu kalau Hejin punya kepribadian ganda. Mereka pengen banget Hejin sembuh. Akhirnya mereka pindah ke London buat terapi selama tiga tahun. Saat gue tahu Hejin balik, gue ragu dia sudah sembuh atau belum. Tapi nyatanya nggak sepenuhnya. Dia malah makin menjadi dan Hejin yang selalu ketakutan."

"Dia pengen milikin apa yang dia mau," lanjut Beomgyu dengan tatapan datarnya. "Dia suka sama Yeonjun, Na. Dia minta lo buat bikin Yeonjun suka sama dia tapi lo nggak gerak sama sekali. Dan dia malah selalu ngelihat lo deket sama Yeonjun meskipun dia tahu kalau Yeonjun itu kakak lo. Dia ngelakuin apa pun demi dapetin Yeonjun dengan cara nyelakain temen-temen lo yang udah ngehalangin dia buat nyelakain lo."

Tanpa sadar Jina menelan ludahnya sendiri. Setidaksukanya kah Yeojin pada dirinya hingga harus mencelakakan banyak orang.

"Sekarang dia nyesel, Na. Dia tahu apa yang udah Yeojin lakuin itu sia-sia. Dia ngaku salah dan pengen pulang. Dia sayang sama Hejin, dia nggak mau ngebebanin Hejin sama rasa takutnya. Hejin pengen sembuh, Na. Dan harapannya cuma kecil. Dia takut kalau terapinya gagal dan mereka bakal pergi selamanya."

Jina langsung menggeleng cepat. "Nggak, Beom. Hejin pasti sembuh. Gue yakin."

Beomgyu menoleh menatap Jina tak habis pikir. Jina terlalu tulus kepada orang-orang, tak ingin membandingkan siapa-siapa. Semua sama di mata cewek itu. "Setelah apa yang Yeojin lakuin ke lo, lo masih aja bisa baikin dia."

Mereka diam cukup lama, hingga tak mempedulikan suara bel masuk yang sudah berbunyi sendari tadi. Pikiran mereka terlalu kalut. Apalagi Jina yang masih tak bisa membayangkan kenyataan tentang Hejin dan semua kejadian masa lalunya.

"Jina." Yang dipanggil mendongak, mata sembabnya menatap Beomgyu yang memasang wajah serius. "Hejin yang donorin darahnya buat Yeonjun."[]

MOIRAWhere stories live. Discover now