bag.7

10.8K 411 95
                                    

**

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

**

Avista membuka pintu mobilnya cukup keras, membuatnya tak sadar bahwa pintunya membentur kepala seseorang. Tak lama setelahnya terdengar ringisan kecil. “Awh, shit!” umpat seseorang. Suaranya seperti berbau pria laki-laki. Avista pun tersadar dan dirinya yang sudah hampir duduk di dalam mobil kini keluar kembali.

“Punya mata un—“ ucapan Avista pun terhenti, matanya melotot dan segera menutup pintu mobilnya dengan keras. “Oh, Xean. Apakah sakit?” tanya Avista, ia ingin menyentuh wajah Xean untuk mengurangi rasa sakitnya, tapi Avista masih ragu. Sehingga beberapa kali gadis itu hanya menjulurkan tangan sambil mengipasi wajah Xean.

“Tidak, ini biasa. Santai sajalah,” bohong Xean. Padahal ia masih mengelusi pipinya sendiri yang sedikit nyeri. Itu tadi sangat kencang, salah Xean juga tak memperhatikan jalan.

“Mau ku obati?” tawar Avista. “Sepertinya aku bisa menemukan sebotol Betadine di dalam mobil.” Avista ingin membuka pintu mobilnya lagi, kali ini membukanya dengan perlahan, lemah seolah takut mengenai wajah Xean lagi..

“Ah, tak perlu Avista. Ini pasti baikan sebentar lagi,” tenang Xean.

“Kau serius? Maafkan aku,” cemberut Avista, sejatinya ia merasa tak enak dan bersalah karena ulahnya Xean kena imbas. “Oh ya, kau tidak biasa pergi ke sini?” Avista mengambil topik lain, agar Xean melupakan kejadian tadi.

Xean mengangguk sekali. Ia mengelap keringatnya yang mengucur di sekitar pelipis. Dilihat-lihat Xean sepetinya habis lari pagi, jauh sekali, Avista salut.

“Ya, Lola mengajakku ke sini tadi pagi, tapi kami berdua belum juga bertemu sejak tadi,” jelas Xean. Kemudian dia mengedikkan bahu untuk tak peduli. Lagi pula diramal-ramal Lola pasti hanya ingin melakukan hal tak penting seperti biasanya.

“Um, kebetulan sekali kita bertemu di sini! Kau ternyata sudah dekat dengan Lola!” celetuk Avista. Beberapa waktu lalu memang Avista menjadi teman curhat Lola—teman sebangku Avista yang kini sudah lost contact dengan Avista. Karena hal ini pula Avista mundur untuk Xean, baginya Lola lebih pantas untuk dapatkan Xean.

Ah sudahlah, permasalahan asmara saat masa perkuliahan memang rumit, banyak yang harus mundur dan banyak punya yang berhak untuk maju. Namun, siapa yang tahu, jodoh tetap di genggaman Tuhan.

“Tidak juga, bahkan bisa dibilang belum pendekatan. Malah Lola ingin bertemu dengan seorang pria di sini katanya, aku pun tak tahu siapa. Biarlah mungkin sekarang ia butuh waktu privasi dengan pria itu?”.

Avista mengernyit gemas, Lola sedari dulu tak pernah cerita soal pria selain Xean. Ih, ternyata masih ada yang disembunyikan kawannya itu. Bukan masalah Avista yang terlalu childish, tapi mereka pernah membuat motto hidup tidak ada sensor di antara kita berdua.

“Memangnya janjian di taman bagian mana?” tanya Avista, mungkin bisa saja dia membantu.

“Sebelah timur, Lola bilang dia sudah di sini 35 menit yang lalu.”

Axella [PROSES REVISI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora