bag.13

7.7K 326 84
                                    

Avista masuk ke dalam kamarnya, dia tidak menyahuti panggilan dari ayah, bunda, maupun kakanya, Viona. Avista berjalan dengan punggung yang ditekuk, seperti seorang nenek-nenek dengan tubuh bongkok.

Avista membuka pintu kamarnya, dia langsung duduk di depan meja rias miliknya. Menatap pantulan dirinya yang sangat kacau di cermin tersebut. Avista tersenyum lirih. Lagi-lagi tangannya terulur untuk menggenggam erat liontin yang sangat indah pemberian Axel.

Avista menghela berat, perutnya berbunyi menandakan cacing di dalam sana meminta jatah. Avista menaruh tas slingbag miliknya di atas kasur. Lalu kembali turun ke bawah untuk makan malam.

Langkah kaki Avista terdengar lesu, wajahnya pucat pasi. Oh god, Avista lupa untuk memakai make up? Untuk apa memakai make up malam hari? Untuk menyembunyikan wajah dan bibir pucatnya, serta matanya yang sembab.

Hancur sudah, pasti ayahnya akan mengintimidasi dirinya. Menanyakan semuanya sampai ke akarnya.

Avista duduk di kursi yang paling ujung, menghindari Faris ayahnya. Agar Faris tidak curiga dengan dirinya. Tak lama dari itu, Viona yang masih dengan mata berair karena ia sedang demam, berjalan menghampiri Avista.

"Lesu sekali, perasaan aku yang sakit bukan kau?" tanya Viona yang langsung menepuk pipi Avista, err sepertinya bukan menepuk. Lebih tepatnya seperti menampar. Demam pun masih saja kelakuannya seperti ini.

Avista hanya menghela berat saat pipi mulusnya ditampar oleh kaka songongnya, untung sedang sakit. Lalu dia menatap ke arah Viona. "Emangnya aku kenapa?"

"Mati suri 17 tahun!" sahut Viona sambil membulatkan matanya, dan tatapan matanya seolah berubah serius walaupun itu hanya candaan. Dan dengan lancangnya Viona mengambil ayam yang sudah ada di piring Avista lalu melahapnya dengan rakus.

Lagi-lagi Avista hanya menghela berat, sungguh tenaganya kali ini tidak kuat melawan Viona, makanya dia hanya diam dan bersabar.

"Ih, kenapa coba? Kamu udah ga niat hidup ya?" tanya Viona lagi.

"Itu kantung mata apa kantung saku!" cibir Viona sambil mengelus kantung mata Avista yang terlihat jelas.

"Kaya mayat hidup kamu, Ta!"

"Kak, tolong diam dulu ya?" Kali ini Avista mengeluarkan suaranya lirih.

"Sini deh aku suapin, seperti tidak punya tenaga saja, kamu." Viona mulai menyuapi Avista hanya dengan nasi tanpa lauk, kejam sekali kakak itu. Padahal di meja makan sudah tersedia banyak sekali menu makanan. Sedangkan Viona sendiri hanya memakan ayam tanpa nasi.

Avista yang melihat itu hanya pasrah, menerima semua yang dilakukan Viona, kakaknya. Sudah saja malam ini cacing perutnya hanya mendapat nasi tanpa lauk.

Syara yang melihat kelakuan anaknya itu pun terkekeh lalu menggelengkan kepalanya. "Ita, sini. Bunda saja yang suapi kamu," ucap Syara sambil menepuk kursi di sebelahnya.

"Iya bun."

*

"Ta, kamu yang benar pacaran sama itu cogan?" tanya Viona, sekarang seperti biasa Viona pasti ingin mengungsi di kamar Avista. Padahal kamarnya tak kenapa-kenapa, usil sekali.

Axella [PROSES REVISI]Where stories live. Discover now