bag.11

8.1K 350 58
                                    

Avista melirik Axel yang arahnya dari toilet. Raut wajah Axel berubah seratus delapan puluh derajat. Auranya menggelap dengan rahang yang mengeras. Pelipisnya pun tampaknya berkeringat, tidak biasa. Matanya hanya menghunus ke depan. Terlihat dingin dengan binar mata yang datar. "Laurel, kita pulang sekarang."

Avista membulatkan matanya seketika. Bahkan sekarang makanannya belum habis, tetapi Axel sudah menyuruhnya pulang. Avista membatin, sekaligus bertanya-tanya kenapa perubahan suasana Axel cukup cepat. selanjutnya dia menatap Axel dengan tatapan tak percaya.  Napasnya terengah. Bahkan dia belum banyak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, Avista taksir sendiri dia belum ada lima belas menit duduk gerai makanan ini.

"Ayo cepat. Kenapa melamun?" tegur Axel, nadanya tidak senang.

Avista mengangguk lalu berdiri dari tempat dan ... Axel langsung menyambar tangan Avista untuk digenggamnya, berjalan sembari menggenggam tangan Avista sekaligus mungkin hm ....

Menyeret Avista!

Posisinya seperti itu, Axel seperti menarik tangan mungil Avista dan Avista terlihat kewalahan untuk menyamai langkahnya dengan langkah Axel yang besar dan terlihat terburu-buru. Avista ingin bertanya kenapa, tapi mungkin nanti. Entah lah kondisi prianya sedang tidak baik. Avista takut dia akan menjadi imbasnya jika salah berkata.

*

Mobil Axel berhenti tepat di depan gerbang rumah Avista. Namun, belum ada pergerakan dari Avista. Gadis itu masih menatap jendela seakan perjalanan menuju rumahnya masih jauh.

"Keluar."

Oke. Satu kata yang keluar dari mulut Axel. Yang tersirat akan perintah dan dibumbui oleh nada dinginnya juga mukanya yang datar. Tanpa ekspresi.

Avista tidak menjawabnya, melainkan hanya menjalankan apa yang Axel perintahkan. Membukan pintu mobil Axel lalu berjalan keluar mobil tanpa mengucapkan satu kata apa pun. Saat akan membuka pintu gerbangnya, pergelangan tangan Avista  ditahan oleh Axel. Axel langsung menatap serius ke arah retina mata Avista.

"Tunggu Laurel."

Axel merogoh kantung jaketnya, mengeluarkan sebuah kantung berliontin yang sangat cantik. Lalu melingkarkan kalung itu di leher Avista. Kemudian, setelah beberapa detik hening, Avista merasakan ada benda kenyal menyentuh keningnya. Axel tengah mencium Avista saat ini. Untuk pertama kalinya, dalam empat bulan menjalani hubungan dengan status sepasang kekasih.

Avista memekik dalam hati. Ingin rasanya dia berteriak sekencang mungkin. Perlakuan manis Axel membuatnya jatuh-sejatuhnya pada Axel. Gampangan! Mau bagaimana lagi? Ini pertama kalinya bagi Avista menjalani hubungan sebagai kekasih. Axel, dialah cinta pertama Avista. Tepatnya malam ini, Avista menyerahkan seluruh hatinya pada Axel tanpa bersisa sedikit pun. Mungkin Avista akan terperangkap dalam kehidupan Axel. Ah ya, semoga ke depannya menjadi lebih bahagia dari ini.

"Terima kasih sudah mau menjalani hari-harimu denganku. Terima kasih atas waktu yang kamu beri untukku," gumam Axel mengakhiri kecupannya. Lalu mengacak puncak kepala Avista.

"Iya,” sahut Avista.

"Jawab dengan benar, Laurel."

"Iya Axel."

Axel tersenyum tipis. Hanya sebuah lengkungan yang sangat tipis. Mungkin hanya Avista yang menyadari kalau Axel tersenyum sekarang.

Axella [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang