Kala #3

5 0 0
                                    

Kala tidak bodoh. Kala tidak buta. Kala tidak tuli. Dia tahu Rana menjauhi dirinya. Gadis itu melakukannya dengan perlahan memang, seperti seorang profesional yang sudah melakukannya berkali-kali. Gerakannya halus, mundur perlahan, hilang sedikit demi sedikit, kemudian tiba-tiba sudah tiada.

Akan tetapi, sehalus apapun gerakannya, sehandal apapun keahliannya, Kala tetap menyadari apa yang sedang ia lakukan. Rana terlalu dominan dalam hidupnya. Maka, sedikit saja berkurangnya porsi kemunculan gadis itu, langsung tertangkap oleh radarnya.

Kala tidak sakit hati sebenarnya. Dia terlalu mengerti gadisnya hingga ia tahu alasan di balik ini semua. Sisi setan egois dalam dirinya merasa bangga karena ia tahu ia sudah berhasil menyentuh hati gadis itu terlalu dalam. Rana hanya menjauhi orang karena dua alasan, dia terlalu membeci mereka atau dia terlalu menyukai mereka. Ia tahu untuk kasusnya yang berlaku adalah alasan kedua.

Sayangnya, khusus untuk gadisnya, sisi dirinya yang lebih dominan berperan adalah sisi manusiawi. Jadi ia tidak bangga, ia tidak sakit hati. Kala kecewa. Ia sudah berhasil membuat gadisnya membuka diri, menerima bantuan, mencari sandaran. Agar ia tidak perlu menggigil sendirian, kesakitan dalam diam, dan menyembunyikan seluruh masalah besarnya dalam senyum kekanankan.

Rana tidak suka ketahuan. Ia tahu itu. Awalnya, sang gadis tidak mau menerima kenyataan bahwa Kala bisa mengerti dirinya, membaca kebohongannya. Maka saat Ia menarik lepas topeng gadisnya, ia tidak kaget menerima penolakan. Lalu tiba-tiba mendapati gadis itu menempel padanya setiap saat.

Dari pengalaman itu, Kala tidak kaget dengan tingkah laku Rana saat ini. Malah, ia sudah menantikannya dari lama. Ia tahu suatu hari nanti gadisnya akan meledak. Maka saat ini yang bisa ia lakukan hanya diam menunggu situasi lebih tenang dan mengendap-endap kembali ke dalam hidup Rana.

Closed DoorWhere stories live. Discover now