Part 48: Don't act like you care

20.5K 1.4K 27
                                    

Adudu.. Mulmed Oliver bobok kok gemes ya? 👆🏻😍

I'm OK but then you print some shit that makes me want to scream

- Lady Gaga, Do what you want






[OLIVER]

Aku membimbing Linda masuk ke rumah Ally yang sangat homey dan mengenalkannya ke kedua orang tua Ally dan Liam sebagai istriku. Walaupun tampak sangat kaget, tapi kedua orang tua Ally menyambut kabar tersebut dengan gembira dan menantikan undangan resepsiku yang kubilang memang belum jadi karena rencana pestanya masih disusun, kami baru sah menikah secara agama saja.

Liam sebaliknya langsung merengut kesal saat tahu status Linda sebagai istriku. "Malam itu waktu aku liat foto Linden di hp kamu, itu kamu udah nikah sama dia?" tanyanya polos.

"Emang kenapa?" tanyaku balik, gak merasa perlu menjawab pertanyaan Liam karena dia pasti bisa baca ekspresiku.

Liam tampak kesal, sebenarnya tanpa dia bilang pun aku sudah tau dari gelagatnya kalo Liam pasti pernah dan bahkan mungkin masih punya rasa sama Linda.

"You are one lucky bastard" ucapnya sambil meninju bahuku pelan "Why you always got the best chick?"

Aku tertawa pelan, "Karena aku ganteng dan kaya mungkin?" jawabku setengah bercanda setengah serius.

Liam memutar bola matanya mendengar jawabanku, "Yeah right" jawabnya malas sambil menarik tangan Linda dan mengajaknya keluar dari ruang keluarga.

Aku mengganti – ganti channel TV di ruang keluarga Ally dengan malas – malasan. Sudah 2 jam aku duduk disini tanpa tahu keberadaan Linda. Liam benar – benar mendominasi Linda dan tidak membiarkanku menginterupsi. Ya, wajar aja sih secara mereka berdua ternyata teman baik saat kuliah. Walau sebenarnya sedari tadi aku sedikit cemburu juga melihat istriku digandeng – gandeng pria lain.

Well, Linda dan Liam pernah sama – sama ngambil kuliah komunikasi di Pennsylvania University, itu juga alasannya kenapa dulu aku gak pernah ketemu Linda di acara mahasiswa Indonesia di Amerika karena kampus kita emang beda jarak jauuhh, aku sendiri lulus dari Stanford University. (Author's note: Penn sama Stanford itu letaknya ujung ketemu ujung guys, jauh sumpah).

Sementara Jason dan Emma, kedua orang tua Liam sudah kembali lagi ke Reno sore itu. Ya, mereka memang lebih sering ada disana untuk mengurus kasino keluarga dan hanya kembali sesekali kesini. Itu juga yang bikin Valian kebetulan ada disini, karena dia juga punya kasino di Reno. Dan dia sengaja mampir ke Lake Tahoe karena dia pengen nyekar ke makam Ally.

Huh! Aku membuang nafas keras – keras, mengingat pertemuanku sama Valian subuh tadi kembali bikin amarah yang sudah berhasil aku kubur kembali melesak bangkit. Dan ini, dengan Linda yang didominasi sama Liam gak bikin semuanya jadi mudah buatku. Aku menutup mata berusaha menenangkan diri, aku tahu kalau terhadap orang yang aku sayangi, aku ini pencemburu dan sangat posesif.


[LINDA]

Aku menatap Oliver yang ketiduran di sofa ruang tamu Liam, dia keliatan tenang banget waktu tidur gini, pasti gak bakal ada yang percaya kalo wajah tenang ini sering mengalami malam – malam gila penuh mimpi buruk yang bikin dia punya jadwal kunjungan rutin ke psikiater.

Kegiatanku yang masih menatapi Oliver terganggu waktu dia akhirnya terbangun. Dia balik menatapiku dalam diam sebelum kemudian membuang muka ke arah lain. Entah ini hanya perasaanku saja, tapi aku merasa Oliver menghindariku seharian ini, padahal aku gak ngerasa bikin salah sama dia kemarin atau hari – hari sebelumnya.

"Udah sama Liam?" tanya Oliver tanpa menatapku.

Aku mengangguk, sedikit heran sama kelakuannya.

Karena gak ada satu katapun yang keluar dari mulutku, Oliver akhirnya menoleh sesaat sebelum kemudian kembali membuang muka.

Setelah berpamitan dengan Liam dan berjanji akan mengiriminya undangan resepsi pernikahan kami, kita akhirnya kembali ke hotel.

"Jadi apa salah aku?" tanyaku segera setelah Oliver menutup pintu kamar hotel kami. Aku memang bukan tipe perempuan yang bisa terima didiemin begitu saja padahal aku gak ngerasa punya salah sama sekali. Kalau ada masalah ya diomongin aja langsung biar cepet selesai.

Oliver mendengus sebelum melepaskan sepatunya di sofa kamar. Menolak untuk bersuara.

"Jadi gini cara kamu menyelesaikan masalah? Dengan tidak membahasnya sama sekali?" cecarku mulai kesal sambil duduk di sebelah Oliver di sofa. Setelah duduk baru aku sadar kalau badanku terasa sangat letih.

Oliver menatapku ragu, "Apa benar yang waktu kamu kabur dari Bandung waktu itu, kamu tinggal di apartemennya Valian?"

"Hah? Kata siapa?" tanyaku bingung, kaget darimana Oliver bisa tahu.

"Yes or no, Linda?" kali ini Oliver menatapiku tajam, rahangnya tampak mengeras.

"Kalo iya kenapa?" tantangku.

"Shit!" makinya keras. Tampak kaget sama kejujuranku.

"Jadi gitu? Saat kamu kabur dari aku kamu lari ke Valian? Terus akhirnya kamu juga manggil Adrian? Mereka berdua yang kamu cari? Bukan aku? For God sake, I'm your husband Linda, kalo kamu punya masalah sama aku, mestinya kamu ngomong sama aku bukannya kabur dan lari ke pria lain. Kamu jadi kelihatan murahan tau gak?"

Aku yang tadinya menunduk menatapi ujung kakiku langsung menoleh ke arah Oliver setelah kalimat terakhir itu dia ucapkan. Brengsek! Emangnya dia pikir gara – gara siapa aku kabur? Dia merkosa aku malam itu. Aku nyaris meneriakkan kalimat itu di depan mukanya.

"Kamu pikir siapa kamu berani nilai aku murahan? Kalo kamu lupa, kamu yang udah ambil keperawanan aku. Bukan Valian, bukan Adrian, tapi kamu. Kamu yang bikin aku merasa murah." Dadaku naik turun karena amarah.

"Gak ada yang terjadi di apartemen Valian, dia bahkan gak tinggal disitu. Aku cuman numpang tinggal karena aku gak tau harus kemana. Aku takut ketemu kamu. Kalo kamu gak tau apa yang terjadi, jangan berani – berani menilai aku Oliver. Kamu memang suami aku tapi kamu gak kenal aku. Jadi gak usah nge-judge aku yang nggak – nggak. Kalo kamu gak bisa percaya sama aku, Sana, bayar detektif yang biasa kamu sewa untuk cari tahu apa yang terjadi. Cih... Kamu kira aku gak tahu kalo kamu punya orang – orang bayaran untuk melakukan apapun yang kamu inginkan? Kamu mungkin punya cukup uang untuk beli tubuhku dengan kontrak sialan itu, tapi kamu gak akan pernah bisa membeli harga diriku!" teriakku kencang sambil meraih coat ku dan berjalan keluar kamar sambil terisak.

Great, Oliver bahkan gak mengejarku.

Aku berlari keluar hotel dan memutuskan untuk berjalan, entah kemana tapi aku butuh sendiri. Aku butuh merentang jarak dari Oliver karena kata – kata Oliver tadi benar – benar menyakitiku dan aku gak bisa mencegah airmataku untuk berhenti.

Setelah berhasil move on dari Adrian dan membuka diri untuk Oliver, kenapa sekarang Oliver juga nyakitin aku? Apa mencintai memang sesakit ini? Karena kalau iya, kayaknya aku mau berhenti jatuh cinta.

---

Yaaahhh...jangan dong neng, gue kok jadi sedih juga ya kalo Linda sedih. Hiks.. kemplang Oliver rame - rame 😤😡

Btw, ceritanya Ethan udah up ya, judulnya Obsessed.. bisa masukin reading list kakak...

Ceritanya River juga udh up.. yuk voting lagi 😝

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang