3. 🕊️Kita Berteman 🕊️

1.1K 70 0
                                    

بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

🕊🕊🕊️

~Ketika cinta tumbuh di hatimu, sebenarnya aku tahu. Namun, tak ada kata lain selain aku belum mampu mengimbangi-mu sebagai seorang kekasih karena hingga detik ini sebesar apa pun aku berusaha membalas perasaanmu, aku tetap tidak mampu~

🕊️🕊️🕊️

"Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu, Avta. Apa yang bikin kamu kebut-kebutan kayak gini? Kamu marah sama papa karena perjodohan kamu sama Tiana?"

Avta masih diam. Dia tahu tindakannya atas penolakan perjodohan itu memang tidak bisa dibenarkan.

"Kamu udah janji sama mama kalau kamu nggak bakal balapan lagi, kamu nggak sayang sama mama, Avta?"

"Maafin aku, Ma."

"Sekarang gimana keadaan perempuan yang kamu tabrak itu?"

"Dia baik-baik aja, Ma. Operasinya berjalan dengan lancar."

Sita mengembuskan napas lega. Dia benar-benar takut jika Avta harus masuk ke dalam penjara atas tuntutan dari keluarga perempuan itu.

"Kamu sama Tiana itu udah sahabatan sejak kecil, kalian itu udah kenal satu sama lain, apa kamu nggak bisa naikin sedikit rasa sayang kamu ke dia dari sahabat jadi cinta? Itu bukan hal yang sulit, Avta."

"Mama bicara begitu karena bukan mama yang merasakan perasaan ini. Aku juga sudah berusaha kok untuk menerima. Tapi aku nggak bisa bohongin hati aku, Ma."

Sita terdiam beberapa saat. Mengerti atas penolakan Avta.

"Mama akan bicara sama papa kamu, Avta. Mama janji, papa tidak akan lagi memaksa kamu untuk menerima Tiana sebagai tunangan kamu."

"Seharusnya memang begitu."

Avta pergi meninggalkan Sita begitu saja. Avta juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri, padahal dia dan Tiana dulunya begitu dekat, tapi entah kenapa kedekatan itu tidak pernah membuatnya jatuh hati pada Tiana.

Avta berkali-kali sudah mencoba, tapi dia selalu saja gagal.

"Tiana, maafkan aku. Aku nggak bisa. Semoga kamu mengerti, Tiana. Kita berteman, dan selamanya akan begitu."

🕊️🕊️🕊️

"Kamu itu benar-benar berhasil bikin aku khawatir setengah mati, Alea. Maafin aku, ya. Seandainya waktu itu aku pulang sama kamu, mungkin kamu nggak bakal kecelakaan kayak gini."

Alea tersenyum tipis. Dia membalas genggaman tangan Arka.

"Maafin aku, ya, udah bikin kamu khawatir. Tapi aku senang, deh. Berkat kecelakaan ini papa jadi peduli sama aku. Ada untungnya sih aku kecelakaan."

"Iya. Tapi tetap aja, Alea. Gimana kalau kemarin kamu itu nggak selamat."

"Itu artinya waktu aku di dunia udah habis."

Arka diam. Dia tentu tidak siap untuk kehilangan Alea. Sebab Alea adalah satu-satunya gadis yang masih memiliki tahta tertinggi di hatinya. Sampai detik ini, Alea masih menjadi gadis yang paling dia cintai.

Arka mengembuskan napas pelan, ingin sekali menyampaikan perasaan ini. Tapi, dia takut jika Alea menolaknya.

Padahal, seharusnya bukan hal yang sulit untuk mengungkapkan perasaan ini, tapi pada kenyataannya Arka sendiri tidak pernah berhasil mengungkapkannya sebab mulutnya terasa begitu kaku jika mengungkapkan cinta.

METAMORFOSAWhere stories live. Discover now